●●●
"Lo habis boker ya? Lama amat." ucap Jasmine saat Alana memasuki kelas dengan wajah datarnya.
"Lo kan tau kebiasaan ini anak kalo di toilet ngapain." sahut Stefa dengan nada mencibir.
Alana menggumam pelan, "Cerewet lo semua." ucapnya lalu menelungkupkan kepalanya di lipatan kedua tangannya.
"Stress lo mikirin nikahan?" celetuk Ara.
Mendengar itu, Alana mendongak lalu menatap Ara dengan datar. "Bego lo dikondisikan," katanya lalu kembali menelungkupkan kepalanya.
Ara menyengir, "Gue kira kan. Lagian kenapa sih lo? Banyak pikiran? Banyak utang? Sini gue lunasin."
"Gaya bener lo. Utang lo aja masih banyak ke gue," cibir Jasmine.
Stefa mengangguk, "Apa-apa juga minta bayarin kan lo." tambahnya.
"Yaelah, gue itu kan anak yang rajin menabung. Jadi ya wajar lah gue minta bayarin," elak Ara.
"Lo kira gue emak lo?" balas Stefa malas.
"Stop it. Malah bahas utang lo berdua." kata Jasmine seraya memasukkan ponselnya ke saku rok nya.
"Tau nih. Gak jelas lo, Stef." kata Ara.
"Apaan lo, yang mulai juga elo." elak Stefa.
"Salah lo malah ikut-ikut ngebully gue." kata Ara membela dirinya.
"Bully apaan, tapir? Lebay lo." balas Stefa.
Jasmine hanya memutar bola matanya dengan malas melihat kedua sahabatnya itu berdebat tentang hal yang tidak penting.
"Bisa diem gak lo berdua?"
Ucapan Alana yang tiba-tiba membuat Stefa dan Ara diam seketika. Sedangkan Jasmine hanya terkekeh melihatnya.
"Kalo mau ribut di lapangan sekalian. Jangan disini, ganggu tau gak."
Ara mengerucutkan bibirnya dengan sebal sambil menatap Alana. Sedangkan Stefa hanya diam sambil bergumam pelan.
Jasmine mengangguk, "Tuh denger mamah dedeh ngomong." ucapnya.
"Yayaya, minta maap dah gue." ucap Ara.
"Bocah lo pada." cibir Alana lalu meraih ponselnya di saku.
Tak lama setelah itu, mereka kembali menceritakan berbagai hal sambil tertawa tidak jelas membuat warga kelas heran.
Begitu lah setiap hari kebiasaan keempat gadis itu, selalu berdebat tidak jelas tetapi pada akhirnya kembali bersatu lagi.•••
Alana baru sampai di rumah saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam. Ia dan ketiga sahabatnya baru saja selesai berlatih cheerleader untuk lomba yang akan mereka laksanakan beberapa hari lagi.
Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke ranjang dalam keadaan masih mengenakan seragam sekolah. Ia menatap langit-langit kamar seraya menghembus nafas dengan pelan, lalu menoleh ke meja yang ada di kamarnya. Matanya terhenti pada pigura itu lagi. Pigura yang berisi foto dirinya dengan Dimas.Lagi-lagi Alana teringat kenangan manis bersama pacarnya itu. Entah mengapa sulit sekali rasanya untuk menghilangkan semua ingatan itu.
Alana kemudian bangkit duduk di tepi ranjang sambil berdiam sejenak. Ponselnya yang berdering membuat lamunan gadis itu buyar. Ia segera meraih ponselnya lalu melihat nama Riga tertera di layar ponselnya. Setelah menekan tombol bewarna hijau, ia mendekatkan ponselnya ke telinga."Dimana?" tanya laki-laki itu tanpa basa basi.
Alana mengernyit sebentar, "Rumah. Kenapa?"
"Aku sekarang ke rumah ya."
Alana berdecak kesal saat sambungan diputus sepihak oleh Riga. Ia kemudian kembali meletakkan ponselnya di meja lalu segera keluar dari kamar.
Di ruang keluarga, tampak Dirga dan Tika sedang menonton televisi sambil tertawa tidak jelas. Yang jelas Alana tidak peduli dan tetap melanjutkan langkahnya menuju dapur melewati kedua orang itu."Lo belum mandi?" tanya Dirga saat melihat gadis itu masih mengenakan seragam sekolah.
"Hm." gumam Alana seraya membuka pintu kulkas lalu mengambil sebuah kotak susu. Ia kemudian duduk di bangku meja makan sambil menyeruput minuman itu. Ia memandang Dirga dan Tika yang sedang asik mengobrol dari kejauhan.
Gadis itu tersenyum sinis melihat Tika yang bersikap manis di depan Dirga. Tika kira, Alana tidak tahu bagaimana sikap cewek itu yang sebenarnya.
Menurut Alana, ini belum saatnya untuk membongkar semua yang ia ketahui tentang Tika."Non Alana, itu ada tunangan non di depan." ucap Bi Asih menghampiri Alana yang masih sibuk menyeruput minumannya.
Gadis itu hanya mengangguk lalu bergegas menuju depan rumahnya. Ia melihat Riga yang berdiri membelakanginya sambil bersandar di pilar rumahnya.
Alana berdehem pelan, "Ngapain?" ucapnya.
Mendengar itu, Riga membalikkan badannya menghadap Alana. "Muka lo kenapa?" tanya Alana saat melihat bekas lebam di sudut bibir dan pelipis laki-laki itu.
Riga tersenyum kecil, "Gak papa." balasnya.
"Cepetan masuk, biar gue obatin." ucap Alana lalu meninggalkan Riga untuk mengambil kotak P3K. Mendengar itu, Riga tersenyum lebar dan dengan senang hati masuk ke dalam rumah.
Setelah menemukan apa yang diperlukan, Alana menghampiri Riga di ruang tamu lalu duduk di sebelah laki-laki itu. Ia mengambil botol alkohol dan beberapa kapas kemudian menuangkan isinya ke kapas tersebut.
Alana mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Riga. Dengan pelan ia mengusap luka yang ada di pelipis laki-laki itu membuat Riga meringis kesakitan.
"Diem." ucap Alana sambil terus mengusap luka tersebut. Riga kemudian diam memperhatikan wajah cantik Alana dari jarak yang cukup dekat ini. Ia tersenyum dalam hati melihat wajah serius gadis yang sedang membersihkan lukanya itu.
Setelah luka yang ada di pelipis Riga sudah bersih, Alana menempelkan plester bewarna cokelat disana. Kemudian ia beralih pada luka yang ada di sudut bibir laki-laki itu. Dengan pelan, ia kembali mengulang kegiatannya tadi.
Usai mengobati luka Riga, Alana kembali mengubah posisi duduknya seperti semula. "Muka lo kenapa bisa kayak gitu?" tanyanya.
"Biasa, namanya cowok."
"Sama siapa?"
"Temen."
"Temen? Sama temen kok berantem,"
Riga tersenyum kecil, "Biar gak garing." balasnya.
"Apaan deh, gak masuk akal banget."
"Udah, gak usah dipikirin."
Alana mendengus malas mendengar balasan laki-laki itu. Selalu saja pertanyaan nya tidak pernah dijawab serius oleh Riga.
●●●
Jangan lupa vomment okey!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Love
Teen FictionAlana, bad girl yang memiliki segudang prestasi di sekolahnya. Oleh karena itu ia dijuluki sebagai good girl and bad girl SMA Angkasa. Namun, perlahan sifat bad girl yang ada di dalam dirinya menghilang sejak ia bertemu dengan Alriga, lelaki yang di...