19

10.1K 322 0
                                    

●●●

Alana menatap langit-langit kamarnya seraya menghembuskan nafas pelan. Ia mengingat lagi kejadian di bangunan tua tadi. Ia tahu dirinya tidak bisa menolak pertunangan itu, karena sekeras apapun dia menolak, pertunangan itu akan tetap dilaksanakan.

Sebut saja orangtua Alana terkesan mengorbankan anaknya sendiri demi perusahaan keluarga mereka, tetapi tidak seperti itu kenyataanya. Mereka ingin Alana berubah seperti dahulu lagi, dan kebetulan Doni dan Ninda juga demikian, mereka ingin Riga tidak jadi pendingin dan pemberontak lagi.

Karena kedua orangtua mereka memiliki tujuan yang sama, maka terencana lah pertunangan itu. Mungkin dengan adanya pertunangan itu, mereka dapat merubah diri satu sama lain.

Gadis itu kemudian bangkit duduk lalu bersandar di kepala ranjang. Ia mengambil sebuah kotak kecil di laci meja kemudian mengambil sesuatu dari dalam kotak itu. Ia memandang gelang bertuliskan nama dirinya dari pemberian Dimas waktu itu. Gelang itu diberikan Dimas saat empat bulan mereka pacaran, di tempat bangunan tua itu. Tempat itu merupakan tempat dimana Alana dan Dimas memulai kisah cinta mereka, tempat itu juga lah yang mempertemukan mereka berdua.

Air mata kembali turun dari kelopak matanya, ia terisak lagi saat mengingat Dimas. Dirinya lemah apabila menyangkut laki-laki yang dicintai nya itu. Alana tidak pernah memperlihatkan kesedihannya di mata orang lain, cukup dirinya saja yang tahu bahwa ia lemah. Sampai sekarang, gadis itu masih tidak menyangka Dimas akan pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Ia tidak bisa melupakannya begitu saja, ia tidak bisa bertunangan dengan laki-laki lain sedangkan di dalam hatinya masih ada Dimas.

Pintu kamar Alana diketuk dari luar, membuat gadis itu langsung menghapus air matanya kemudian meletakkan gelang itu di atas meja. Ia berjalan menuju pintu lalu membukanya.

"Surprise!"

Alana memutar bola matanya malas lalu mempersilahkan ketiga sahabatnya masuk ke dalam kamarnya. Stefa, Ara dan Jasmine langsung duduk di ranjang gadis itu lalu mulai menghabiskan cemilan yang ada di kamar Alana.

"Tumben lo semua gak langsung masuk ke kamar gue, masih punya sopan juga ternyata." kata Alana seraya kembali memasukkan gelang ke dalam kotak kecil itu.

"Siapa tau lo lagi koprol di dalem," balas Stefa asal-asalan.

Ara memicingkan matanya, "lo habis nangis Al?" tanyanya penuh selidik.

Gerakan tangan Alana terhenti sebentar, kemudian ia kembali menetralkan ekspresinya. "Sok tau ya, ngapain gue nangis." elaknya.

"Lo gak bohong kan?" ucap Jasmine memastikan.

"Nggak," balas Alana santai lalu ikut duduk di ranjang.

"Gue yakin lo habis nangis." cetus Stefa yakin. "Pipi lo ada bekas air mata, hidung lo merah. Itu yang gak nangis lo bilang?" sambungnya. Ara mengangguk sedangkan Jasmine memandang wajah Alana dengan teliti.

Alana menghela nafas, "bentaran doang." balasnya santai.

"Kenapa Al?" tanya Ara pelan. Alana berdecak dalam hati, ketiga sahabatnya ini sangat atau terlalu peduli terhadap dirinya. Yang jelas ia selalu merasa sedang disidang apabila ketahuan habis menangis ataupun hanya merasa sedih.

"Gak papa gue." balas Alana tetap dengan nada santai.

"Lo gak kasih tau, gue pecat lo jadi temen gue." kata Stefa tajam.

Difficult LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang