27

8.1K 283 6
                                    

●●●

Alana meraih ponselnya di nakas saat benda pipih itu berdering menandakan panggilan. Ia menerima panggilan itu lalu mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Apaan?"

"Lo gak party, nying? Udah lama banget lo gak ikut,"

Alana berdecak mendengarnya. Memang akhir-akhir ini ia tidak pernah lagi pergi ke club, bukan hanya karena dirinya sedang dihukum kedua orangtuanya melainkan ia juga malas pergi ke tempat itu.

"Lo kan tau fasilitas gue disita,"

"Gue juga tau fasilitas lo disita, tapi kan gue bisa jemput lo, anying!"

Alana berdecak, "terserah lo ya, yang penting jemput gue aja."

"Okay, ntar gue jemput jam 10 dengan catatan gak boleh lama!"

Alana hanya bergumam menanggapi kemudian memutus sambungan dengan sepihak. Dilemparnya benda pipih itu ke sembarang arah, kemudian ia menyalakan televisi. Dirinya sedang sendirian di rumah saat ini, kedua orangtuanya pergi mengurus perusahaan, sedangkan Dirga pergi menjemput Tika di bandara.

Gadis itu beranjak ke kamarnya kemudian merebahkan diri di ranjang. Ia menatap langit-langit kamar dengan nanar, mengingat kejadian satu tahun yang lalu. Kehampaan kembali menghiggapi dirinya apabila ia sedang sendiri. Entah mengapa, bayang-bayang Dimas masih ada di pikirannya sampai sekarang. Rasanya sulit sekali melupakan orang yang masih dicintainya, walaupun telah berbeda dunia dengan dirinya.

Alana bangkit berdiri dan berjalan ke balkon kamarnya. Ia tersenyum melihat bunga pemberian Dimas tumbuh dengan baik.

"Hai, cantik. Tetap bersinar dan jangan pernah layu." ucap Alana pelan kepada bunga itu. "Karena gue sayang lo, sama seperti gue sayang sama Dimas."

Ia kemudian kembali masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang. Baru saja duduk, Dirga memanggilnya dari lantai satu. Dengan malas gadis itu menghampiri Dirga yang duduk di sofa ruang keluarga.

"Apa?" kata Alana seraya duduk di sebelah laki-laki itu.

Dirga menggeleng, "gak papa. Gue cuma pengen lo disini," balasnya.

"Kenapa harus gue? Kan ada Tika."

"Jangan mulai, Alana."

Alana terkekeh, "mana tuh anak? Tumben gak muncul,"

"Lagi di kamar, gue suruh istirahat."

"Dari bandung aja istirahat," cibir Alana seraya mematik rokok yang dibawanya tadi.

Melihat itu, Dirga melotot ke arah gadis itu. "Buang," katanya.

Alana menoleh, "apanya?"

"Rokok nya, Alana. Lo cewek gak pantes merokok,"

"Pantes aja menurut gue,"

"Buang."

"Apaan sih."

"Buang, Alana."

Dengan kesal Alana keluar rumah untuk membuang rokok tersebut. Kemudian ia kembali duduk di sofa dengan wajah kesal.

"Gak usah ngambek,"

"Bodo." balas Alana acuh lalu mengganti channel televisi. Mereka kemudian fokus menonton televisi dalam diam, namun sesekali Dirga menjahili Alana yang membuat gadis itu kesal.

"Kak Dirga, aku gak bisa tidur." Suara manja itu membuat Alana dan Dirga menoleh ke arahnya. Tampak Tika yang sedang berjalan menghampiri mereka, tepatnya Dirga. Ia langsung memeluk lengan Dirga dengan manja dan bergelayut disana.

Difficult LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang