-Seperti matahari setelah menyinari bumi, ada saatnya ia lelah dan pergi-
Hivi - Siapkah Kau 'Tuk Jatuh Cinta Lagi
Kicauan burung bersiul meramaikan keceriaan pagi saat ini. Sinar pagi sudah memunculkan terangnya. Rachel menguap lebar-lebar seraya menyibakkan setengah selimut tebalnya ke pinggir. Rachel melihat Sella yang masih tertidur pulas dengan wajah tenang. Rachel beralih melirik jam weker merahnya yang berada di atas nakas. Pukul enam tepat. Waktunya ia bersiap-siap untuk bergegas sekolah. Sebelum itu, Rachel menyempatkan membangunkan Sella juga.
Saat telapak tangannya menyentuh kulit milik Sella, matanya sejenak terbeliak karena merasakan kulit Sella yang dingin. Tangan Rachel lincah memeriksa kening, tangan, dan kaki milik Sella.
Sella sedikit menggeliat memutar tubuhnya pelan. Namun, matanya langsung terbuka menatap Rachel sayu. "Kenapa?" tanya Sella, suaranya serak.
"Sella lo sakit!" Rachel mendadak khawatir.
Sella tersenyum tipis sebelum akhirnya ia menegakkan tubuhnya seperti Rachel. Wajahnya masih terlihat bantal dan rambutnya acak-acakkan. "Gue mau sekolah."
"Enggak, Sella ... lo demam!" Rachel berkata dengan nada posesif.
Sella menggeleng kekeuh. "Tapi gue mau masuk sekolah, Chel," tukas Sella.
"Pokoknya enggak boleh!" ucap Rachel, "lo di sini aja, ya. Gue bakal ngizinin lo kok tenang aja."
"Tapi Rachel--"
"Ssst!" Rachel menunjuk tepat mulut Sella dengan jari telunjuknya.
Sella hanya mendengus pasrah. "Iya, deh."
Rachel memegangi kedua bahu Sella menepuk-nepuknya pelan. "Gue bakal nitip lo sama Nyokap gue, oke?"
Sella membalasnya dengan mengangguk patuh.
"Ya udah, gue mau siap-siap sekolah. Dan lo, ganti baju pake baju gue aja, ya," kata Rachel, mengulas senyum.
"Iya, Nona."
****
Rachel menapaki satu per satu anak tangga rumahnya. Langkahnya sedikit cepat sehingga dirinya nyaris terselandung jika ia tidak buru-buru berpegangan pada pembatas tangga yang berada tepat di samping tubuhnya. Rachel sedikit menepuk-nepuk dadanya dan berhenti sejenak di tengah anak tangga.
"Pelan napa sih, Chel." Rachel meneloyor kepalanya sendiri dengan pelan.
Setelah berinterogasi sendiri, Rachel phn kembali melangkah menuju meja makan yang di mana sudah di tempati oleh Mama dan Ayah tercinta. Seulas senyum tercipta dari sudut bibirnya. Rasanya bahagia ketika melihat orang yang kita sayang bahagia. Rachel memang harus banyak-banyak mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan karena dirinya masih diizinkan mendapatkan hangatnya keharmonisan sebuah keluarga.
"Selamat pagi, Ma, Pah!" Rachel menarik kursi khususnya ke belakang, lalu menaruh bokongnya di atas bantalan empuk kursinya.
Siena--Mama Rachel mengusap dengan lembut pucuk kepala sang Anak. "Pagi juga, Sayang."
"Morning, Rachel." Dimas--Ayah Rachel ikut menimpali dan dengan gaya khasnya beliau mencubit pipi halus milik Rachel.
Lantas, Rachel dibuat terkekeh akibat ulah Dimas maupun Siena kepadanya. "Mah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionIni semua tentang tangis. Tentang perjuangan seorang perempuan yang melawan sesalnya. Sekali lagi, ini hanya tentang tangis. Membawa kalian masuk ke dalam kisah mereka yang begitu dalam. Menguras air mata untuk jatuh membasahi pipi. Oh, kisah ini sa...