18. Kamu Itu

1.5K 93 34
                                    

-Kamu, adalah sakit yang paling sakit, perih yang paling perih, nyeri yang paling nyeri. Tapi kamu, bisa juga adalah cinta yang paling dicinta-

"Silahkan pergi, aku nyesel pernah dipertemukan sama kamu."

Zarka termangu. Rachel mengucapkan kalimat itu terselip nada kecewa, menyesal, dan tajam.

"Gua akan nurutin permintaan lo," lugas Zarka, hendak pergi dari taman karena bel masuk sudah berdering kencang.

"Kamu, adalah sakit yang paling sakit."

Setelah Rachel melontarkan dengan tegas, barulah ia melenggang pergi keluar taman.

Kamu, adalah sakit yang paling sakit.

Selanjutnya dengan Zarka yang berlari menuju kelas dengan jejak langkah dan pikirannya yang dilanda frustrasi.

****

Tap tap tap.

Sella menoleh, celangak-celinguk di koridor bawah yang sepi.

"Aneh," decak Sella, memicingkan matanya ke sekitar tempat.

Sella kembali berjalan dengan tergopoh-gopoh menuju kelas. Sebenarnya, ia sudah telat 5 menit masuk, dikarenakan kondisinya yang susah berjalan menghambat durasi. Dan Sella kesal dengan itu. Naya? Naya sudah mencoba berkali-kali kalau ia ingin ke kelas bersama sebab melihat Sella dengan keadaan yang tidak membaik. Namun, Sella terus berkata kalau dirinya "baik baik saja".

Kok ini kayak ada yang ngikutin gue ya, batin Sella, curiga.

Sella menggeleng cepat. Tak memperdulikan, ia melangkah kembali dengan sedikit cepat menuju kelasnya. Tangannya refleks memegang kepalanya kala denyutan itu bereaksi. Sella merintih. Langkahnya kembali berhenti. "A--aww ..."

Tanpa disadari oleh Sella, sepasang mata coklat di belakangnya membulat. Seperti khawatir akan apa yang selanjutnya terjadi. Ingin membantu, namun ragu. Ah anjir!

Kali ini, Sella berubah mengerang kesakitan. Suara erangan tersebut terdengar menggelegar karena memang suasana koridor sangatlah sepi, senyap, hanya terdengar suara langkah kaki dua manusia yang ingin mendekat menghampiri dirinya yang luruh. "Sa ... kit," gumam Sella.

Pandangan Sella kabur, nge-blur karena air yang menggenang di matanya, seakan mewakili rasa sakitnya; sakit jasmani ataupun sakit rohani. Hanya Sella yang bisa merasakannya.

Kedua manusia di belakang Sella pun terkejut. Tanpa hitungan menit, dua lelaki itu dengan sigap berlari beriringan menuju Sella yang pingsan degan tiba-tiba.

Sella ambruk, tak sadarkan diri.

"Sell--"

Zarka menyela, "Sella!"

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang