"Kamu berhak bahagia."
****
Hari ini hari minggu. Surga dunia bagi murid terpilih di sekolah. Di mana di hari ini adalah hari kebanggaan, kebebasan bagi seluruh pelajar malas di Indonesia. Termasuk Sella yang bisa dikatakan masuk dalam kategori siswi seperti itu. Hari minggu bisa dipakai untuk refreshing bersama teman ataupun keluarga dan bisa juga dengan ... pacar. Atau hanya bisa uring-uringan di rumah dan bersantai ria sembari mendengarkan lagu pop.
Kali ini Sella hanya bisa telentang di atas kasur empuk yang dilapisi sprei merah katun dengan rambut yang tak beraturan serta wajahnya yang sedikit kusut.
Kilatan sinar matahari menghalau pancaran mata Sella sehingga mau tidak mau Sella mengerjapkan kedua matanya. Gorden silver di sebelah ranjangnya, sudah terbuka lebar. Menampakkan lingkaran matahari yang sedang bertugas untuk menerangkan wilayah barat.
Dengan gerakan malas, Sella bangkit dari tidurnya ditemani separuh nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Ia mengucek-ucekkan mata dengan satu tangan dan menghela napas panjang.
Masih sangat terasa di benak Sella, detakkan jantung Zarka saat kemarin di taman labirin. Ritmenya sangat cepat. Membuat hati Sella sekarang pun ikut bekerja. Rasanya sangat canggung, bisa mendengar dengan jelas dentuman hati Zarka yang berbicara kalau lelaki itu jatuh cinta.
Tiba-tiba saja rasa hangat menjalar di kedua pipi Sella. Sella merasa malu karena ia bisa mendengar itu. Dan merasa jahat karena belum bisa belajar mencintai seseorang kembali.
Tidak memedulikan, Sella beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang bau. Ingatan tentang Zarka terus mengeliligi otaknya. Sesekali Sella meringis untuk kesekian kalinya.
Lima menit berselang Sella berkutat pada alat mandi, ia akhirnya membuka lemari untuk mengambil kaus santai yang pas di tubuhnya. Tetapi ada sesuatu yang membuat hati Sella refleks menciut, yaitu satu lipatan baju Rachel yang tersimpan rapi di atas tumpukan pakaian-pakaian miliknya.
Ia ingat saat Rachel memberikannya kala waktu itu dirinya kehujanan dan berakhir menginap sehari di rumah Rachel. Sella meraih kaus bermotif polos tersebut ke genggamannya dan menaruh di atas kasur. Sella sempat memakai baju serta celana bahan selutut untuk menghias tubuhnya yang polos.
"Gue benci lo!"
Kalimat Rachel saat itu membuat hati Sella kembali tertohok. "Apa Rachel masih benci gue?"
Sella menggelengkan kepalanya pelan. "Gue harus kembaliin baju ini," ucap Sella, meraih kaus Rachel dan bergegas melangkah ke luar kamar.
****
Ting nong! Ting nong! Ting nong!
Sella memencet bel rumah besar Rachel tiga kali. Dengan rasa yang sepenuhnya gugup, Sella sedikit menunduk. Takut-takut apa yang akan ia dapatkan malah tatapan sengit Rachel kepadanya. Ataupun malah diusir dan diabaikan. Oh, positive thinking lah!
Tidak ada jawaban. Lagi, Sella memencet. Ting nong!
"Iya sebentar!" seru suara Rachel dari dalam. Langkahnya terdengar cepat.
Ceklek.
Refleks, Sella mendongak lurus, menubruk mata Rachel yang menatapnya. Rachel mendadak kikuk sama halnya dengan Sella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionIni semua tentang tangis. Tentang perjuangan seorang perempuan yang melawan sesalnya. Sekali lagi, ini hanya tentang tangis. Membawa kalian masuk ke dalam kisah mereka yang begitu dalam. Menguras air mata untuk jatuh membasahi pipi. Oh, kisah ini sa...