"Kebohongan itu perlahan runtuh dengan hangatnya pelukan seseorang."
****
Kim Yoo Kyung - Starlight Tears (dengerin ya. eh ga dengerin juga gapapa. biar ngerasa feel-nya aja hehe)
****
Awan cerah masih menggelayut di langit biru sana. Bersama butiran salju putih yang jatuh dari atas langit. Mendinginkan kota London sekarang yang menggigillan tubuh. Sella berjalan dengan sepatu boots menggesek salju yang sudah tergeletak di aspal jalanan.
Di tangannya, ada selembar kertas putih yang dipegang erat. Jika dilihat dengan kedua bola mata Sella, kota London ini sangat damai. Masyarakatnya tampak sopan dan ramah. Jadi ingin tinggal di kota seperti ini berlama-lama. Sella tersenyum tanpa sadar.Tujuan Sella sekarang ialah ke tempat pemakaman. Sella sudah berjalan cukup lama dari tempat tinggalnya sementara. Hotel bergaya victoria dengan nuansa Eropa memang sangat dikenal dengan kualitas fasilitasnya. Lanjut ke topik, di hadapan Sella sekarang, sudah ada gerbang yang menjulang tinggi dan di sampingnya terpatri papan besar bertulisan 'Five Star Cemetery'. Yang artinya 'Pemakaman Bintang Lima'.
Berdiri di depan gerbang cukup lama, kembali mengecek alamat yang ditulis oleh Tante Manda saat Sella memintanya dengan paksa. Setelah benar, akhirnya Sella berjalan pelan memasuki kawasan area pemakaman.
"Hey, do you want to buy a bouquet of flowers?"
Seorang Pria bule menyapa Sella saat dirinya hendak membuang kertas putih yang sedari tadi berada di genggamannya. Ia menoleh. Pria yang ditebak Sella sudah berumur 45 tahun ke atas itu memegang sebuket bunga mawar putih yang memanjakan mata.
Niatnya Sella, ia tidak ingin membawa bunga ataupun semacamnya. Namun kala melihat bunga seindah itu, diurungkan langsung niatnya dan mengangguk dengan anggun. "Yes, i want to buy. How much it costs, Mr?"
"153.000, Mrs," jawab Pria tersebut dengan ramah.
Tak kalah ramahnya, Sella tersenyum. Lalu mengeluarkan 2 helai USD dan memberikannya dengan hangat ke Pria tersebut. Dan Pria tersebut memberikan barang yang dibeli Sella dengan sopan.
"Thank you!" seru Sella sebelum meninggalkan Pria tampan tersebut dengan jalan cepat.
Sella kembali berhenti. Sebab sekarang, tepat di penglihatannya, ia dengan jelas dapat melihat jejeran makam yang luas. Asri seperti taman. Bersih, tidak ada satupun secuil sampah di sekitaran pemakaman. Ia mengeratkan barang yang dipegangnya sekarang. Lalu, dengan jalan yang terbilang sangat pelan, Sella menghampiri makam yang masih berbentuk tanah belum diubinkan. Makam Ayah tercinta, Adi Syaputra.
Hawa dingin masih menyelusup ke sela-sela tubuhnya, membuat tubuh Sella merasa hampir beku. Napasnya saja sudah mengeluarkan asap putih. Namun, sedetik kemudian, wajahnya menghangat. Air mata lolos begitu saja.
Perlahan, Sella berlutut di samping tanah berbentuk lonjong di hadapannya. Salju-salju putih masih tetap saja turun, kedua tangan Sella terulur mengeratkan mantel tebalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionIni semua tentang tangis. Tentang perjuangan seorang perempuan yang melawan sesalnya. Sekali lagi, ini hanya tentang tangis. Membawa kalian masuk ke dalam kisah mereka yang begitu dalam. Menguras air mata untuk jatuh membasahi pipi. Oh, kisah ini sa...