-"Enggan aku menatap langit berhari-hari, karena saat aku terlelap, aku bisa melihatmu walau dalam sekejap."-
Jam menunjukkan pukul 10 malam. Dan kegiatan Zarka sekarang adalah mengamati saudaranya yang baru saja masuk melewati pintu rumah dengan baju serba basah kuyup dan rambut Alfi yang berantakan serta penampilannya yang tak sama seperti satu jam yang lalu.
Kontan, alis Zarka menaut. "Heh, kok lo basah-basahan? Bukannya lo bawa payung punya gue?" tanya Zarka, melihat mimik wajah Alfi yang santai.
Alfi menyengir kecil. "Emang gue bawa payung lo, tapi, tepatnya gue gak make." Alfi maju mendekat ke meja depan sofa dan langsung menyeruput teh hangat milik Zarka.
Melihat tingkah seenak Alfi, lantas, Zarka memutar kedua bola matanya jengkel. "Enak banget lo asal minum-minum aja."
"Ahhh." Alfi mengusap rahangnya berlagak lega sehabis meminum teh manis hangat yang baru saja membasahi kerongkongannya. "Sori. Gue sengaja. Abisnya gue aus," jawab Alfi, kembali menyengir, tetapi kini lebih lebar.
Sadar akan sesuatu, langsunglah bola mata Zarka beralih melihat pergelangan Alfi yang kosong. "Fi, mana pesenan gue?"
"Gak ada."
"Kok gak ada?"
Alfi membuka sepatu miliknya yang masih tertera di telapak kakinya lalu menjawab, "Eh, salah, bukan gak ada, tapi udah gak ada."
Zarka melipat keningnya bingung akan apa jawaban Alfi untuknya. "Apaan sih maksud lo, Fi?"
Sepertinya Zarka belum tahu kejadian yang baru saja terjadi oleh dirinya. Maka, Alfi pun segera menyusul duduk di samping Zarka yang masih menatap Alfi bingung.
"Jadi tuh tadi ada insiden kecil. Cewek pengen ketabrak mobil, nah, saat gue ngeliat dia santai aja, yah spontan gue tolong lah. Dan di situ, posisi gue lagi megang kantong kresek indomaret. Yah refleks dah tuh tangan gue jadinya, jatohin plastik itu kejalanan dan ngelindungin cewek itu ke pinggir jalan," terang Alfi.
Zarka menghela napas sebentar. "Terus, payung gue ada, kan?"
Alfi menggeleng tanpa dosa. "Enggak. Payung lo udah gue kasih ke cewek itu. Kesian gue abisnya."
"Ck."
"Dan lo mau tau, gak?" Alfi sok misterius.
"Apaan?" Zarka menjawab malas-malasan.
Senyum Alfi seketika merekah. "Gue. Suka. Sama. Dia."
Tanpa diduga, entah kenapa atau bagaimana, Zarka merasa bahwa dirinya sudah bertambah saingan lawan dalam memperebutkan rasa.
****
"Sella!"
Teriakan seseorang membuat Sella berhenti di tempat. Kepalanya pun menengok ke asal suara. Mata indahnya menangkap sosok Rachel yang tengah berlari ke arahnya dengan payung yang ada digenggaman tangan kanannya.
Rupanya, Sella bisa melihat rambut hitam milik sahabatnya basah dan terkesan terlihat sepertinya--ralat, Rachel tak sepertinya. Wajah Rachel menyiratkan kecemasan. Sweater merah yang dikenai Rachel sekarang sudah ternodai dengan bintik-bintikan air hujan yang berada di sekitar sweater-nya.
"Sella, kok lo malem-malem di sini? Ngapain?" tanya Rachel, sedikit terkejut karena penampilan Sella yang berantakan.
Sella tersenyum tipis. "Gue ..."
Rachel menyentuh sekujur pakaian basah yang sekarang masih tertera di tubuh milik Sella. "Sella, baju lo basah! Lo ujan-ujanan, ya!?"
Sella menepis pelan tangan Rachel yang berada di tubuhnya. "Apaan sih, Chel. Gue gak papa. Gue cuma---tadi cuma pengen jalan-jalan aja, kok." Sella menggeser sejuntai rambutnya ke belakang telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Ficção AdolescenteIni semua tentang tangis. Tentang perjuangan seorang perempuan yang melawan sesalnya. Sekali lagi, ini hanya tentang tangis. Membawa kalian masuk ke dalam kisah mereka yang begitu dalam. Menguras air mata untuk jatuh membasahi pipi. Oh, kisah ini sa...