26. Hati yang Berbicara

1.3K 76 30
                                    

"Lukai aku sekali, akan ku cintaimu seribu kali. Patahkan aku kembali, ku terima semuanya tanpa terkecuali."

****

Hanin Dhiya - Kau Yang Sembunyi (baper kok wkwk)

****

"Apa lo cinta gue?"

Sekejap itu juga, Sella menahan napas. Matanya memejam. Zarka kembali memundurkam tubuhnya ke belakang. Dan perlahan, Sella membuka mata. Keduanya mendadak saling membuang pandangan masing-masing.

"Gue ... nggak tau, Ka ...," lirih Sella, setitik air matanya tiba-tiba jatuh.

Senyum tipis mengembang dari sudut bibir Zarka. "Gue udah tau. Apa tadi lo terpaksa nerimanya?"

Diam.

"Kalo emang lo belom siap, dan hati lo masih tertutup buat gue ..." Zarka menarik rambutnya ke belakang. "Gue ngerti," sambungnya.

"Apa karena gue begini, lo nyerah?" tanya Sella, memberanikan diri untuk menatap Zarka yang melihat bangunan rumahnya dari kaca mobil.

Zarka ikut menoleh. "Apa masih ada harapan untuk gue menunggu lo agar mencintai gue?"

Pelan, Sella mengangguk. Hatinya menjerit membangun hawa ingin merengkuh lelaki di sampingnya. Dari kedua bola mata indah Zarka, Sella melihat ada kerapuhan yang terpendam di sana. Dari senyum palsu yang diukir Zarka, sangat terlihat bahwa ada kebohongan yang terkubur dalam. Itu semua sangat dirasakan oleh dirinya sendiri, merasa miris karena kisah hidup Zarka yang seperti ini.

"Kalo kata orang ... cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Dan gue setuju." Tanpa sadar, satu tangannya sudah menepuk pelan pundak Zarka.

Tatapan Zarka sangat dalam, seolah dengan tatapannya, ia bisa menenggelamkan sesuatu, dan terhanyut dalam pautannya. "Makasih. Gue akan nunggu lo."

Wajah Sella kembali seperti semula, membuang pandangan dari kontak matanya dengan Zarka. Ia mengendurkan pegangannya dan perlahan, Sella membuka pintu mobil di sampingnya, tidak lupa menenteng heels miliknya yang tadi patah.

Brak. Sella menutup pintu yang tadi dibukanya dengan pelan dan berjalan dengan lesu. Zarka bisa memandang dengan jelas dari kaca yang terbentang luas di depannya. Zarka mengeratkan genggamannya di stir, matanya tidak lepas melihat perempuan yang berjalan di hadapan matanya.

Cukup. Ini sangat sakit. Zarka melirih di dalam hati.

Sudah berada di depan gerbang yang menjulang tinggi, ia melambaikan tangannya lemas ke arah Zarka yang memandangnya. Senyuman tipis selalu terulas di bibir Zarka. Setelah itu, deruman halus yang disebabkan dari mesin mobil Zarka kembali terdengar.

Sempat kembali menenggelamkan tatapannya, lalu, Zarka menginjak pedal gas dengan kecepatan yang bisa terbilang cukup cepat dan berakhir menyisakan kepulan asap mobil yang terbang bersama udara.

"Nyatanya gue tahu kalau selama ini lo bersandiwara, Zarka ..."

****

Sesampainya di rumah, Zarka langsung memasuki ruang kamarnya dengan perasaan berkecamuk. Di kamar tidak ada sosok Alfi. Zarka melirik arloji hitamnya, jarum panjang tertuju pada angka 12 dan jarum pendeknya pun tertuju pada angka yang sama, berarti sekarang telah memasuki kawasan jam malam.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang