"See you later and do not forget our memories!"
****
Hari Minggu. Hari ini adalah hari di mana Daffa akan terbang landas pergi meninggalkan tanah air.
Daffa sendiri tengah berdiri di balkon kamarnya, menyaksikan matahari yang mulai memunculkan sinar dari arah timur. Ia mengembuskan napas kecil.
Ceklek.
Pintu terayun ke depan, lalu masuklah seorang pria tinggi tegap yang mengenakan pakaian formal ke dalam kamar Daffa. Daffa pun sudah tahu kalau itu ialah Ayahnya. Kepalanya menjadi menunduk, tak lagi menatap langit.
"Kamu nggak perlu sedih, Daf. Jangan bertingkah seperti anak kecil."
Ucapan Anto lantas membuat Daffa berdecak. Emangnya Anto tidak bisa memikirkan keadaannya sedikit saja? Walau memang, Daffa akan tetap memilih Mamanya, akan menuruti permintaan Isla--Mama Daffa.
"Ingat, kamu akan take off pukul sembilan pagi," sambung Anto. Pria itu merangkul anaknya yang masih diam, tak membalas untuk sekedar menjawab.
"Papa sangat tahu kalau kamu berat untuk meninggalkan Jakarta, meninggalkan semua teman-teman kamu, dan mungkin kamu lebih berat untuk meninggalkan kenangan yang kamu buat dengan seseorang."
Kenangan?
Daffa tersenyum tipis, lalu menoleh ke wajah Anto. "Aku akan tetep memilih Mama."
"Jangan berdusta. Mulut kamu boleh berbohong, tetapi hati kamu berkata lain." Anto membalas dengan telak.
Bersamaan dengan perkataan Anto yang membuat hati Daffa terpanah akan menohoknya kalimat tersebut, langit mulai berubah warna, lampu dari masing-masing rumah yang bersebrangan dengannya mulai dimatikan. Dan sehabis itu, Daffa lagi-lagi hanya memberikan senyuman terbaik.
"Ya, Papa benar. Sekarang Daffa sedang berdusta. Tapi sekali lagi, Daffa akan tetap memilih Mama."
r e g r e t
Di sebuah tempat yang tidak Sella ketahui, ia berpijak. Menerawang jalan demi jalan menuju jalan ke luar. Tempat yang sekarang Sella pijaki ini adalah taman luas yang hanya berisikan pepohonan dan semak-semak hijau. Di sekelilingnya hanya angin yang tidak bisa Sella lihat. Kosong. Cuma ada dirinya seorang diri.
Saat Sella ingin berlari, ada seorang lelaki yang berdiri di hadapannnya dengan tiba-tiba. Seolah, lelaki itu ialah makhlus halus yang datang dengan kekuatan, pergi dengan menghilang.
Semulanya kepala Sella tertunduk takut, namun saat hembusan napas menyapu wajahnya, Sella memberanikan untuk mendongak.
Betapa terkejutnya kalau orang itu ialah Daffa.
"Daffa ...," lirih Sella tanpa sadar.
Lelaki itu tersenyum tipis. Sangat tipis.
"Lo ... Daffa beneran?" tanya Sella, memastikan. Daffa lagi-lagi hanya bisa mengukir senyuman pendek seraya mengangguk.
"Kenapa lo nggak bicara?" Sella mengernyit sambil memandang Daffa dengan tatapan aneh. "Terus ... kenapa lo bisa ada di depan gue tiba-tiba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Genç KurguIni semua tentang tangis. Tentang perjuangan seorang perempuan yang melawan sesalnya. Sekali lagi, ini hanya tentang tangis. Membawa kalian masuk ke dalam kisah mereka yang begitu dalam. Menguras air mata untuk jatuh membasahi pipi. Oh, kisah ini sa...