29. Rumus dan Kecupan Manis

1.2K 71 27
                                    

Sungguh manisnya. Sungguh menariknya. Sungguh kusuka. Sungguh ku mencintainya.

****

Naya tersentak saat tangannya ditarik tiba-tiba oleh seseorang ke belakang. Dirinya sedang ingin berjalan ke arah perpustakaan namun harapannya membaca novel pupus sudah kala ada orang yang mencekalnya.

Saat sudah dilepas, Naya menoleh ke arah samping. "Kak Kirana?!"

"Shhtt!" Kirana memelototi Naya yang nyaris berteriak.

Lantas, segera Naya mengatupkan bibirnya dan menatap Kirana seram. "Ada apa ya, Kak? Narik aku tanpa sebab?"

"Gue cuma pengen minta bantuan sama lo," bisik Kirana, tajam. Senyum andalannya kembali berkoar dari sudut bibir merahnya.

Naya mengernyit dalam. "Ba-bantuan? Bantuan apa?"

Tanpa menjawab, Kirana malah terkekeh sinis. Naya terus mengerutkan kening melihat tingkah Kakak kelasnya ini yang tengah berada tepat di penglihatannya.

"Gue tau kalo sekarang lo lagi dibenci sama Sella."

Menyebutkan nama itu, nyali Naya mendadak ciut. Tidak bisa membayangkan kesalahannya kala itu. "Emangnya kenapa, Kak?"

"Jangan banyak nanya," balas Kirana, sengit.

Mau tidak mau, Naya kembali membungkamkam mulutnya untuk diam. Mendengarkan sederet kalimat Kirana yang ia tebak ingin membuat aksi jahat.

"Gue mau lo bantuin gue untuk buat hubungan Zarka sama Sella itu ... hancur!"

Bener, kan.

"Tapi--"

Buru-buru Kirana menyela, "Apa lo yang mau ngorbanin?"

Hanya satu yang Naya lakukan di lorong sekolah,

Naya menampar keras Kirana tanpa sadar.

****

Senyum manis Sella ia kembangkan di sepanjang koridor bawah. Kepopulerannya di sini semakin berkurang entah itu karena apa. Tetapi Sella tidak memedulikan masalah tersebut, yang ia butuhkan sekarang adalah mencari sebuah kebahagiaan.

"Lo berhak bahagia."

Mengingat kalimat itu, Sella tersenyum kecil. Rambutnya yang digerai indah tergelombang dengan lucu. Entah mengapa hari ini suasana hati Sella sangat senang. Seakan tidak ada masalah, seolah tidak ada beban yang ditopang, seakan hilang dengan mudahnya.

Langkahnya ia cepatkan menuju kelas. Rasanya ia ingin memamerkan rasa senangnya kepada semua orang. Dan tidak lupa ingin cepat bertemu dengan seseorang yang sudah pantas lagi disebut sebagai "sahabat". Rachel.

Tetapi jalannya seketika bercicit di tengah koridor saat melihat Daffa yang kelihatan suram melewati tubuhnya. Ia menoleh ke belakang, lalu menyejajarkan langkahnya dengan Daffa.

"Hai, Daf," sapa Sella, tersenyum manis. Daffa hanya membalasnya tipis.

"Mau ke mana?" Sella berbasa-basi untuk sekedar menuruti kata hatinya.

Daffa hanya menggeleng. Sella dibuat heran karena Daffa yang kelihatan begitu tak bersemangat. Mana mungkin Daffa seperti ini karena soal kisah cintanya? Saat Sella memutuskan hubungannya? Ah, sangat tidak mungkin.

"Daf. Lo kenapa?" tanya Sella, pelan.

"Nggak papa," jawab Daffa akhirnya. Pita suaranya sedikit berserak.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang