-"Saatnya untuk pergi, tak ingin kembali tuk disakiti, tak ingin lagi tuk menanti, karena tak mau lagi harapku membasi."-
Jeanette - Sudah Cukuplah
"Awali pagimu dengan tersenyum."
Hari ini Sella kembali masuk sekolah. Semua murid-murid yang berlalu lalang sontak menatap kedatangannya. Merasa menjadi pusat perhatian, Sella hanya menghembuskan napas pelan, tidak peduli dengan sekitar dan lebih memilih berjalan dengan langkah besar menuju kelasnya yang berada di lantai 2.
Saat sudah memasuki kelasnya, IX IPA-3, dirinya disambut dengan tatapan tajam Rachel. Di samping Rachel terdapat Naya yang juga tengah menatapnya. Kelas memang belum terlalu ramai, sebab pagi ini baru pukul enam lewat tiga menit. Sella melangkah pelan ke kursinya, mendudukkan bokongnya serta melepaskan tasnya di belakang tubuhnya. Mata Sella tidak berani menatap lama-lama orang yang berada di samping mejanya. Bukannya takut, ia hanya tidak ingin melihat luka yang jelas terpancar dari bola matanya. Sama saja Sella juga terus terpojokkan dan menyayat hati terdalamnya.
"Sella," panggil Naya dari tempat duduknya.
Lantas, Sella menoleh ragu melihat Naya. "Kenapa?"
Naya melirik Rachel dari ekor matanya. Sella pun paham apa yang dimaksud Naya. Sella hanya tersenyum dan berlanjut merenung di tempatnya.
"Kalian marahan?" Naya yang paham dengan kondisi yang berbeda, ia tidak tahan untuk harus menanyakan.
Di kelas hanya ada mereka bertiga yang dirajai oleh keheningan. Sunyi yang merajalela harus pecah ketika Naya melontarkan satu pertanyaan.
"Gue nggak kenapa-napa---" Sella memutuskan ucapannya tatkala melihat Rachel yang pergi begitu saja keluar kelas. Hatinya kembali dibikin sakit karena Rachel benar-benar menjauhinya.
Sella menunduk dalam. Dirinya ingin menangis, namun ia tahan karena matanya pun sudah membengkak. Terlihat jelas di bawah kelopak matanya, awan hitam menggelayuti hingga tercetak kantung mata yang membesar.
"Sel."
Naya menepuk bahu Sella pelan. Ia berpindah tempat menjadi di samping Sella yang sedang tertunduk.
Sella mendongak dan melihat Naya yang berada di tempat duduk milik Zarka, bibirnya menarik senyum palsu. "Hm?"
"Lo nggak kenapa-kenapa, kan?" Ada nada prihatin dari lontaran kata Naya.
"Kan udah gue bilang, gue nggak kenapa-napa, kok," jawab Sella. Matanya menjadi memandang lurus ke depan, melihat orang yang satu per satu memasuki kelas.
Naya bisa melihat dari pancaran bola mata Sella yang kosong, dan hatinya yang hampa. "Mungkin ... lo bisa cerita sama gue?"
Sella menggeleng samar. "Gue belom siap, Nay."
Naya memanggut-manggut paham. Mungkin kondisi Sella memang lagi ingin sendiri, menyendiri dalam hati. Naya hanya menepuk-nepuk bahu Sella menguatkan. "Kalo lo udah siap, lo bisa cerita sama gue."
Setelah Naya kembali di tempat duduknya, Sella hanya mendesah pelan dan mulai mengambil buku pelajarannya di dalam tas.
Semoga, Tuhan ...

KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Teen FictionIni semua tentang tangis. Tentang perjuangan seorang perempuan yang melawan sesalnya. Sekali lagi, ini hanya tentang tangis. Membawa kalian masuk ke dalam kisah mereka yang begitu dalam. Menguras air mata untuk jatuh membasahi pipi. Oh, kisah ini sa...