Up date : Tue, 8th August 2017
Fiuh~ tepat waktu up nyaa hehehehe.
Cerita Sebelumnya....
Setelah hari-hari di rumah sakit, akhirnya Leon mengajak Lydia pulang ke rumah impian mereka. Meskipun dihantui misteri akan sikap Lydia yang berbeda bahkan sangat berbeda karena Lydia yang dulu bersama Leon sangat membenci musik bahkan tidak bisa memasak untuknya. Tapi Lydia yang sekarang, malah kebalikan dari Lydia yang dulu. Tapi, Leon tetap merasa jatuh cinta pada gadis itu, hingga mengutarakan perasaannya tidak hanya melalui kata-kata.....
*****
Rasa sakit yang diikuti perih membuatnya mengerjapkan matanya, ia meringis. Ingin diperiksanya apa yang sudah terjadi, tapi ia malu. Ketika bayangan percintaannya berkelebat dalam pikirannya, ia membenamkan wajahnya yang memerah di antara tumpukan bantal, dengan harapan bantal-bantal tersebut dapat menyerap rona merah di wajahnya. Suara nafas Leon yang tenang dan teratur terasa hangat di punggungnya, didapatinya sebuah kehangatan yang melingkari pingganggnya dengan lembut dan tanpa tenaga, diusapnya tangan Leon.
"Leon?" Panggilnya dengan pelan. Tapi Leon tidak bereaksi, sepertinya lelaki itu sedang tidur dengan nyenyak.
Ia memutar tubuhnya untuk menghadap Leon. Disentuhnya pipi dengan tulang rahang yang sangat maskulin itu dan memanggil nama pria itu sekali lagi. "Leon...?"
Kali ini panggilannya dijawab dengan suara erangan dan pelukan yang mengerat di pinggangnya. Ia menghela nafas, sepertinya Leon tidak akan bangun dengan segera.
Jam berapa sekarang?
Tapi ia tidak mampu memutar tubuhnya untuk mencari-cari jam dinding yang tertempel di tembok. Ah, apa boleh buat, ia akan menikmati kehangatan ini sebentar lagi, tidak ada salahnya 'kan? Ia tersenyum dan membenamkan wajahnya di dada Leon.
Dada bidang yang kekar itu terasa hangat dengan suara detak jantung yang teratur. Sepintas ia dapat menghirup aroma khas seorang pria. Tiba-tiba Leon kembali mengerang dan merangkulnya semakin erat, lengan yang tadi melingkari pinggangnya, kini turun ke panggul menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Seketika ia dapat melihat dadanya tanpa sehelai benang pun menutupi. Darahnya berdesir dan wajahnya pun merona seketika, begitu menyadari bahwa dirinya masih tanpa pakaian apapun di balik selimut yang sudah setengah tersingkap ini.
Rasa perih itu kembali menyengatnya di bawah sana. Ia kembali meringis. Beberapa menit lalu, untuk pertamakalinya ia didera rasa sakit yang luar biasa hingga ia ingin berteriak atau menangis. Tapi ketika itu, bayangan dirinya yang mengigit bibir bawahnya dengan kuat sehingga tidak satu pun teriakan keluar melainkan sebuah erangan kembali hinggap dalam pikirannya, ia melakukannya agar Leon tidak khawatir. Entahlah, saat itu instingnya berkata, jika dirinya menangis atau berteriak sekarang, maka ia akan menghancurkan semuanya. Dan entah kenapa ia tidak menginginkan itu terjadi.
Tapi rasa pedih itu benar-benar nyata dan membuatnya sedikit khawatir. Apa dirinya terluka? Dengan melawan rasa malunya, ia meluncurkan tangannya mengikuti tubuhnya ke bawah sana, dan menyentuh pusatnya. Dirasakannya cairan yang kental dan masih sedikit hangat melingkupi dirinya, dan ia bisa merasakan cairan hangat itu seakan masih menggenang di bawah sana, di dalam dirinya. Begitu pikirannya ingat dari mana asalnya, spontan ia langsung menarik tangannya dan wajahnya memanas. Mau tidak mau pikirannya berjalan melintasi kejadian yang sudah berlalu beberapa menit lalu tersebut.
Leon tadi berada dalam dirinya, menikmati setiap jengkal dirinya, dan ia juga menikmati keberadaan Leon. Diperhatikannya wajah Leon yang sedang tertidur dengan damai. Tidak apa-apa 'kan jika ia menikmati wajah ini sebentar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Unseen Love (SUDAH TAMAT)
RomanceMy very first story on wattpad. 'Our Love' Series #1- UNSEEN LOVE - Status : TAMAT - Lydia James Ingatan adalah sesuatu yang berharga bagi setiap orang. Tanpa mempedulikan fakta itu, sesuatu yang berharga tersebut, terselip dari genggamannya. Ident...