Chapter 11 ~ Sentuhannya

229 15 0
                                    

Up date : 6th August 2017

Waaa......sorry, sorry baru update lagi sekarang. Sulit banget konsisten :') But anyway, enjoy double chapter ;) FYI : first chapter with mature content. Malu banget ngetiknyaa (>w<)a


Cerita Sebelumnya....

Perlakuan Leon terhadapnya membuat Lydia sangat bahagia, meskipun diliputi rasa frustasi akibat tidak mengingat masa lalu yabg terjadi di antara mereka, Lydia tetap berjanji untuk tidak meninggalkan Leon. Semudah Lydia kehilangan seluruh ingatannya, semudah itu pula cinta merasuk ke dalam hatinya.

Setelah Leon mengatasi berbagai keraguan di hatinya akan sosok Lydia yang begitu berbeda, akhirnya Leon merasa bahagia karena Lydia yang sekarang bersamanya tidak akan meninggalkannya atau memintanya untuk pergi seperti dulu, dibayang-bayangi oleh memori masa lalunya bersama Lydia yang menyakitkan, Leon mengajak Lydia pulang ke rumah impian mereka. 

***

Sedingin apapun sebuah musim, sinar mentari akan selalu hangat. Membuatnya sangat nyaman untuk tetap berada di alam mimpi. Saat itu ia bermimpi berada di dalam sebuah apartemen dengan jendela yang sangat besar, ketika senja tiba, cahaya mentari senja yang berwarna jingga akan tampak bagaikan api di jendela tersebut. Meskipun pemandangan itu sangat indah, tapi entah kenapa ia ingin menangis. Seakan ingin lari dari apartemen tersebut, tapi langit berwarna jingga itu membuat tubuhnya beku 'tak bisa bergerak. Ia hanya menangis ditempatnya berpijak menatap jendela itu. Hangatnya sinar mentari senja yang bersinar menembus kaca-kaca di jendela itu membuatnya nyaman sekaligus menyayat hatinya.

Tiba-tiba dirasakannya sesuatu dengan lembut membelai kepalanya, sangat lembut sampai ia bisa merasakan kasih sayang disetiap belaian pada helai demi helai rambutnya. Seketika semua jendela dan pemandangan sore itu lenyap. Ia mengerjapkan matanya dengan perlahan, menguap, dan memanggil Leon.

Sulit dipercaya olehnya, Leon sudah bangun, dan matahari sudah sangat tinggi. Tubuhnya terasa sangat pegal karena tidur tidak dalam posisi yang bagus. Sekali lagi ia membuat Leon kesal padanya.

Selanjutnya hari itu berlalu dengan cukup cepat, mungkin karena ia sibuk mondar-mandir mengurus berbagai hal. Maklum Leon akan segera keluar dari rumah sakit hari ini. Semua itu membuatnya senang sekaligus cemas akan hal apa yang akan terjadi nanti. Bisakah ia melalui hari-hari selanjutnya tanpa membuat Leon curiga bahwa ia telah kehilangan ingatannya? Pertanyaan itu terus berkecamuk dalam kepala kecilnya. Tapi setiap kali Leon menggoda, dan menciumnya, membuat pertanyaan serta kecemasannya sirna. Walau hanya sesaat, tapi saat dimana kecemasannya hilang, adalah saat yang berharga baginya.

Leon tidak boleh tahu tentang segala kecemasannya, maupun ingatannya yang hilang. Ia yakin pikiran Leon sudah penuh tentang kondisi Leon sendiri. Ketidakmampuan Leon melakukan aktivitas yang semestinya bisa pria itu lakukan sendiri, membuatnya khawatir.

Apa bisa dua orang yang telah kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, melalui hari-hari dengan normal?

Tapi sebisa mungkin ia mencoba untuk tetap tersenyum, dan menemani Leon melewati semua ini. Kepalanya terasa sangat sakit karena selalu mencoba untuk memikirkan apa yang akan dikatakannya. Ia tidak boleh bicara sembarangan, bagaimana kalau nanti tiba-tiba tidak sengaja ia mengungkit hal yang sudah terjadi di masa lalu yang 'tak diingatnya?

Angin musim gugur berhembus meniup tubuhnya yang mungil bersamaan dengan matahari yang bersinar. Ia sudah berada diluar rumah sakit sekarang. Bagaikan seekor anak ayam yang baru saja menetas dan bersiap untuk menghadapi dunia luar. Semua terasa asing baginya, ia tidak ingat rumah sakit ini, ia tidak ingat jalanan yang ada di depannya, apa akan terus seperti ini baginya? Tidak mengingat apapun?

Unseen Love (SUDAH TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang