Bab 36 - Alone

7.3K 645 62
                                    

Dante menyetir motornya seorang diri, dengan tas yang ia gendong, entah kemana tujuannya. Yang pasti Dante tidak ingin jika menjumpai Garatim untuk meminta bantuan, Dante belum siap.

Di malam hari, Dante terus menyetir motornya tanpa tau kemana tujuan sebenarnya, Arsha pula tidak pernah masuk ke dalam notifikasi handphonenya, malah yang ada hanyalah spam notif dari anak Garatim.

Berat, orang yang selalu mengira jika Dante adalah orang yang ceria,penuh canda dan tawa. Itu sangatlah salah besar, Dante bukanlah setegar yang kalian pikirkan, sebenarnya Dante memiliki hati dan jiwa yang rapuh ketika harus menghadapi banyaknya cobaan yang menghadang.

Dante bingung harus pergi kemana, sedangkan ia sudah di usir dari rumah oleh papa-nya sendiri. Dante tahu, sebenarnya Herlan baik dan penyayang. Mungkin, itu karena Herlan sedang emosi membuat Herlan mengusir Dante dari rumah.

Tujuan yang Dante putuskan adalah pergi ke rumah Gavin, dialah orang yang tepat dan kemungkinan bisa menjadi sandaran untuk Dante menceritakan seluruh kronologis ceritanya.

"Sha, lo kemana? gue kangen lo." lirih Dante bermonolog.

Dante mendaratkan motornya di depan gerbang rumah Gavin, setelah itu Dante turun untuk datang memasuki rumah Gavin yang di sambut hangat oleh pak satpam.

Sampai di depan pintu, Dante pun mengetuk pintu sang pemilik rumah, hingga pintu itu terbuka dan memunculkan seorang Gavin.

"Dante?" ucap Gavin ketika melihat sahabatnya datang ke rumah ketika malam sudah larut.

"Iya Vin, gue boleh nginep disini untuk beberapa hari ke depan?" tanya Dante.

"Kenapa?" respon Gavin terlihat bingung.

"Nanti gue ceritain," balas Dante.

"Ya udah, masuk dulu." ajak Gavin pada Dante.

Saat ini Dante dan Gavin berada di kamar Gavin, setelah menaruh tas di atas meja, Dante membaringkan tubuhnya di atas kasur seraya menatap langit-langit di atap kamar Gavin. entah apa yang saat ini sedang di rasakan oleh Dante, membuat Gavin ingin bertanya. Tapi, terlihat dari raut wajah nya yang seperti itu, membuat Gavin berfikir untuk membiarkan Dante yang akan menceritakan semuanya sendiri.

"Vin," panggil Dante.

"Gue mau ngasih tau sesuatu," ucapnya.

"Sok Dan, cerita aja." ujar Gavin mempersilahkan.

Dante menarik nafas dalam-dalam kemudian ia keluarkan, ini adalah saatnya untuk Dante jujur kepada teman-temannya secara bertahap. "Jadi, kakak gue seorang psychopath. Dia baru aja tadi ketangkep polisi, dan beritanya pun masuk TV.  gue yakin Vin, besok sekolah heboh. dan papa gue sekarang ngebenci gue karena gue udah nyembunyiin Ernest selama dua tahun belakangan ini, akhirnya dia ngusir gue dari rumah. Dan, lo inget paska kita lagi naik bianglala dan gue pingsan? Karena sekarang gue itu penyakitan Vin, butuh donor ginjal. satu ginjal gue udah gak berfungsi lagi, gue bingung harus cari pendonor ginjal kemana, sedangkan ginjal yang cocok sama gue itu cuma Ernest. " jelas Dante sontak membuat Gavin terkejut, batinnya mengatakan tidak percaya setelah mendengar penuturan Dante barusan.

"Lo jangan bohong Dan," kata Gavin menggelengkan kepalanya.

"Gue serius." lirih Dante, matanya berkaca-kaca.

"Tapi Dan, kakak lo kan pernah jadi ketua osis, gimana bisa?" tanya Gavin mengutik.

"Dia salah pergaulan, waktu bokap sama nyokap ke luar negri untuk urusan kerja. Itu masanya Ernest lulus SMA dan bokap ngasih duit ke Ernest untuk biaya selama dia kuliah. Tapi nyatanya, uang yang bokap kasih di salahgunakan sama Ernest. Dia hidup foya-foya bareng temen salah pergaulannya." jelas Dante kini membuat Gavin percaya.

GaratimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang