Vian melihat jam dinding yang bergantung di ruanganya saat ini di rawat.
23.00
Menggunakan selang infuse, Vian berjalan sekuat tenaganya di papah oleh Dokter Kalania menuju ruangan ICU tempat dimana Vio di rawat Intensif.
"Mah, aku bisa sendiri kok..."
Ucap Vian lemah sekali, sambil melepaskan tangan Dokter Kalania yang memegangi pergelangan tanganya.
Dokter Kalania tersenyum sedih, lalu melepaskan tangan kurus dan dingin milik Vian.
Vian membuka pintu ruangan milik Vio, bersamaan dengan itu, Vian meneteskan air matanya saat melihat Vio masih tak sadarkan diri.
Lalu dokter Kalania menutup pintu ruangan Vio. Membiarkan putranya menghabiskan waktunya bersama seseorang yang mengisi hatinya.
"Vi...o" Vian berdiri di samping ranjang Vio, lalu mengenggam tanganya dengan erat.
"Ini yang terakhir, apa masih sempat untuk tersenyum? Sekali saja..."
Vian memejamkan matanya sambil menangis. Membayangi setiap Adegan Vio tertawa bersamanya di setiap harinya.
"Ada banyak hal yang ingin gua lakukan sama lo,banyak. Untuk saat ini, apa lo gak bisa tersenyum? Jangan tidur terus" Vian tertawa sumbang.
"Gua gak mau disaat terakhir begini, gak ada kenanganya, biasanya kan Hari terakhir itu indah supaya bisa di kenang selamanya" Vian mengelus lembut pipi Vio.
"Lo harus tau, sekarang gua takut. Kalau lo melupakan gua setelah gua pergi nanti. Jangan Yah Vio..."
"Gua takut, kalau gua pergi gua gak bisa melihat lo tertawa dan tersenyum seperti biasanya. Terus siapa nanti yang bakal jagain lo kalau sedih?"
"Sebelumnya terimakasih banyak Lavionda. Kamu telah menjadi bunga yang mewarnai Hampanya hidup ini. Menjadikanya lebih berharga"
"Satu bulan hidup denganmu, aku tidak menyesal karena terlalu cepat. Bagiku, satu bulan itu waktu yang sangat panjang, terlebih bersama mu..."
"Dirimu itu Lucu. Membuat setiap orang bahagia, tapi lupa dengan diri sendiri yang rapuh. Datang pada hidup seseorang, dan membuat kenangan tak terlupakan"
"Sebelumnya aku berpikir, aku akan menghabiskan waktu Satu bulanku dengan menunggu waktu kapan aku pergi. Tapi..."
"Dirimu ini, membuatku berbalik ke depan dan melihat dunia yang sangat indah. Terimakasih..."
"Tampil bersama mu, di hadapan banyak orang, di atas panggung besar adalah hal terindah yang pernah aku rasakan"
"Vio, kamu pernah bilang, lakukan hal yang kamu sukai agar tidak menyesal di Surga Nanti kan? Kalau begitu aku ingin melakukanya sekarang..."
"Dengan begitu, aku akan pergi tanpa satu penyesalan. Begitukan harapanmu?"
Jarum jam menunjukan Angka 12. Vian tersenyum lepas, lalu menarik nafas dalam-dalam.
Perlahan tapi pasti, Vian mendekatkan wajahnya dengan wajah Vio.
Lalu mencium bibir perempuan itu, dengan lembut.
Air matanya membasahi pipi Vio, Vian mengamati lekat-lekat wajah Vio sambil menangis.
Lalu dia mendekatkan bibirnya di telinga Vio, sambil tersenyum.
"Aku sudah lama ingin melakukanya. Terimakasih untuk semuanya Vio. Aku sangat bahagia sampai detik ini... sungguh"
"Sampai jumpa, di kehidupan selanjutnya. Aku merindukan mu, selama itu juga. Selamat Tinggal..."
Dokter Kalania membuka pintu ruangan Vio saat mendengar suara gelas pecah dari dalam kamar Vio.
"Vian!"
Tidak ada yang lebih membahagiakan saat melihat dia bahagia.
Itulah Definisi kebahagiaan menurut saya...
➕ ➖ ➕
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect & Bad
Teen Fiction"Don't Judge Book By Cover" Sepertinya Vio harus setuju dengan pepatah itu saat menilai Cowo bernama Diovano Narapditha Prameswari, yang menjadi idola di sekolahnya. Karena suatu hari Vio menemukan sesuatu dari sosok Diovano yang membuatnya ter...