Pergi Untuk Kembali

260 20 0
                                    

  Hal yang paling di bencinya adalah, Kepergian. Walaupun pada kenyataanya setiap yang datang harus pergi begitu siklusnya.

  Hanya ada satu kepergian yang ingin di hentikanya, yaitu Vian. Kepergian pria itu tidak akan pernah kembali.

  Vio bersama kedua orangtuanya pagi ini akan mengantar Dio ke bandara. Vio tengah bersiap-siap, tapi Dio selalu menelponya setiap menit, hanya sekedar menanyakan lagi apa?

  Setibanya dibandara, Vio melihat teman-teman Dio yang ikut datang. Ada yang dari club basket dan teman sekelas, ada juga yang modelnya seperti tante-tante muda.

  Vio menyapa semua teman-teman Dio, sambil menunggu Dio datang.

  "Kalian jadian gak kasih PJ? Gua jamin gak langgeng"

  "Mereka jadian!?"

  "Oh ini, yang buat ketua basket kita kalau merana" Ginta, teman basket Dio menatap Vio dari atas sampai bawah.

  "VIO JADIAN SAMA DIO?!!!"

  Vio memutar matanya saat kedua sahabatnya membuat keributan, al hasil semua orang yang ada di tempat ini tertawa,termasuk kedua orangtuanya yang mendengar.

  "Ya Allah... kapan? Kok gak kasih tau gua?" Jida penasaran.

  "Kalian kepo banget"

  Vio menoleh ke arah orang yang merangkulnya dari samping, ternyata itu Dio dengan pakaian yang sangat santai. Baju kaos polo putih di balut dengan jaket tipis hitam dan jeans hitam. Sangat tampan.

  "Gua gak nyangka lo bakal pergi"

  "Gua gak nyangka secepet ini, padahal dulu kita ngerokok bareng"

  Dio sulit bernapas karena semua teman-temanya memeluknya, dan menyampaikan kata-kata perpisahan.

  "Woi anjay! Lo kira gua udah mati hah?!" Dio berhasil keluar dari pelukan teman-temanya.

  "Dio sayangku!!!"

  Vio menatap geli Defan yang memeluk Dio dari belakang. "Yaampun Def! gua tampol lo yah, lepas anjay!" Dio meronta kesal. "Kenapa harus di Barcelona sih? Kenapa gak di Real Madrid? Biar lo jadi pemain bulu tangkis"

  Dio menjitak kepala Defan, Defan kadang bijak, kejam,namun kadang bego luar biasa.

  "Kak Vio...masa kak Dio mau ninggalin aku" Raila menghampiri Vio, lantas Vio memeluknya dan menenangkanya.

  "Raila, Kak Dio pasti ketemu kamu lagi kok dia kan sayang sama kamu" Vio tersenyum. "Kalau kak Dio nyari adek baru lagi gimana? Ila kan nakal" Raila menangis.

  "Gua gak nyari adek lagi kok, lo satu aja cukup rasanya mau mati kalau ada dua. Nanti... gua beliin boneka santet yang banyak di sana oke?" Dio mengelus rambut Raila.

  Semuanya tertawa, termasuk Gema yang bangga dengan sikap Dio yang mau menerima Raila sebagai adiknya.

  "Kok boneka santet?" Vio bingung. "Buat anak imut kayak dia harus yang antimaenstrim" Dio tertawa sangat puas.

  "Hi Dio"

  Vio menatap wanita cantik yang sepertinya berumur 25 tahunan dengan make-up sederhana menghampiri Dio yang tengah berbicara denganya.

  "Eh Alena? Gua gak nyangka lo dateng" Dio tertawa pelan. Dia ingat jelas siapa wanita ini, partner kiss nya selama di club. Dio pernah membayangkan bagaimana jika Vio bisa se jago Alena?

  Dia cantik, Sexy, badanya bagus, pinter dandan. Mantan Dio kah?

   Dio menahan tawanya mati-matian saat melihat Vio di sampingnya tengah membandingkan dada nya yang rata dengan dada Alena yang jauh berisi darinya.

  "Gua harap, lo menemukan partner yang jauh lebih kuat dari gua ya kalau menurut gua sih gak ada, tapi lebih bagusnya lo menikah" Dio tertawa pelan.

  "Lo kenapa?" Dio menatap Vio saat Alena sudah pergi. "Dia siapa? Partner apa?" Vio sangat polos. "Tenang aja, gua juga suka yang rata kok" Dio merangkul Vio. "Mesum!!!" Vio menjitak Dio, Dio tertawa.

  "Dio sayang, ayo udah waktunya chek-in" Dwi menepuk pundak Dio.

  "Pah, makasih banyak. Dio janji bakal belajar yang bener" Dio memeluk Gema papahnya. "Oke, Soon" Gema menepuk pundak Dio,putranya.

  "Dan, lo adalah ibu tiri yang baik. Gua pikir ibu tiri itu kejam, makasih mah" Dio memeluk Dwi.

  Lalu Dio melihat Raila yang masih merajuk. "Heh adik nyusahin, lo belajar yang bener, jangan maen mulu" Dio menghampiri Raila.

  "Jangan cari adik baru lagi, Ila janji gak akan nakal lagi, gak akan nyusahin kakak lagi, Ila nanti belajar supaya nilai fikisa nya seratus" Raila memeluk leher Dio saat Dio berjongkok.

  "Iya. Gua sayang sama lo" Dio memeluk Raila gemas.

  "Dan... Om, kalau ada yang ngelamar jadi mantu selain saya jangan di terima yah, bilang aja Vio udah nikah" Bisik Dio pada Radit, Ayah Vio yang tak di dengar oleh semua orang yang ada.

  "Bisa di atur, tenang aja" Radit menjabat tangan Dio, layaknya pembisnis.

  "Dan, makasih banyak buat temen-temen yang dateng nganterin gua, walaupun gua di kira mau mati, semoga kalian juga sukses" Dio tersenyum pada semua orang yang hadir.

  Dio menghela nafas panjang saat melihat Vio yang tersenyum ceria padanya, pasti banyak perubahan yang terjadi dengan gadis itu beberapa tahun ke depan.

  Lalu Dio menghampiri Vio. "Apa lagi? Udah sana nanti pesawatnya terbang lo gak bisa ngejar" Vio tertawa, Dio memeluk Vio. Vio pun membalas pelukan Dio tanpa ada keraguan.

  "Jangan kebanyakan makan es-krim, belajar yang bener, jadi dokter yang bener jangan sok cantik depan cowo, usahaiin stay ugly depan cowo" Dio mengelus rambut Vio saat dia melepaskan pelukanya. "Oke bos!" Vio mengacungkan jempolnya ke wajah Dio.

  "Woi! Udah jangan lama-lama pacaranya itu pesawatnya ngejar setoran kasian" Defan meneriaki dari kejauhan.

  Dio tersenyum lepas, sebelum dia pergi dia menarik hidung Vio sampai Vio meringis kesakitan, barulah dia benar-benar pergi.

  Vio melambaikan tanganya dengan girang pada Dio, Raila juga mengikutinya.

Oke! Ini baru di mulai!...

➕➖➕

                                                                                         

Perfect & BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang