A Good Bye

240 20 1
                                    

 
  Hujan mengguyur kota Jakarta semalaman di Awal bulan Mei yang mendatang ini.

  Arvi berdiri di depan ruang Operasi, tempat Dokter Kalania melakukan Rutinitasnya sehari-hari.

  Arvi menangis, dia tidak bisa tersenyum seperti apa yang di minta Putranya, Vian. Dia tidak bisa walau hanya sebentar.

  Lampu ruang operasi berubah menjadi Hijau, rasanya seluruh hatinya hancur berkeping-keping.

  Tangisanya menjadi pecah seketika, dia terduduk, menyandarkan tubuhnya kedinding sambil menangis.

  Lalu beberapa perawat keluar, tapi dia tidak melihat sosok Kalania keluar dari ruangan Operasi.

  Perlahan, dia melihat sosok Kalania keluar dari ruanganya,dengan gontaian lemah bahkan hampir tidak bisa berjalan.

  Dokter Kalania terlihat sangat rapuh dan hancur, pandanganya kosong kedepan, matanya cekung.

  "Nia..."

  Arvi menangkap tubuh Dokter Kalania yang hampir terjatuh ke lantai saat berdiri di ambang pintu.

  "Aku melakukanya Arvi..."

  Ucap Dokter Kalania dengan tatapan kosongnya.

  "Iya, aku tau kamu akan berhasil..." Arvi memegang bahu Dokter Kalania yang gemetar Hebat.

  "Vian udah Pergi... anak aku udah pergi!!! Aku kehilangan dia untuk yang kedua kalinya!"

  Tiba-tiba dokter Kalania menjadi sangat histeris dan kacau. Dia menangis sambil mencekam baju Arvi dengan erat.

  "Nia... apa yang kamu katakan? Dia tidak meninggalkan kita. Dia bersama kita selamanya..."

  Arvi memeluk tubuh Dokter Kalania dengan erat.

  "Dulu aku meninggalkanya saat dia masih kecil! Dan baru saja aku bertemu denganya satu hari! Dan sekarang dia meninggalkan kita..."

  Dokter Kalania menangis di pelukan Arvi sejadinya.

  "Aku tau Nia..."

  "Ibu macam apa aku ini hah?!" Dokter Kalania menampar wajahnya sendiri.

  "Nia..." Arvi menahan tangan Kalania untuk tidak memukuli wajahnya sendiri.

  "Kenapa harus begini?" Dokter Kalania menangis kian histeris.

  "Nia berhenti!" Tegas Arvi kesal dengan sikap Dokter Kalania.

  "Apa kamu gak bisa menghargai keputusan Putra kamu sendiri? Apa kamu gak bisa menepati janji kamu kalau kamu akan bahagia dan tersenyum?"

  "Vian akan jauh tersiksa saat melihat kamu seperti ini! Bukan ini yang dia inginkan! Dia mau semuanya tersenyum, bukan menangis!"

  "Kalau kamu membiarkan dia terus bersama Kita, dia akan terluka. Dia ingin pergi, dengan bahagia, cuma itu. Karena saat dia pergi, rasa penderitaanya hilang..."

  "Apa kamu bisa pahami rasa sakit anak kamu Nia?!" Arvi mengguncang Bahu Kalania.

  "Anak kamu sakit bertahun-tahun! Menderita akibat siksaan obat yang dia minum! Putus asa atas diagnosa kejam dokter! Itu semua dia rasakan sendirian Nia..."

  "Vian sekarang sudah bahagia disana. Apa kita tidak bisa membiarkanya bahagia? Tanpa menangisinya?"

  Arvi menatap Dokter Kalania sambil tersenyum.

  Dokter Kalania memeluk Arvi, lalu menganggukan kepalanya.

  "Kalau begitu, tersenyumlah... buatlah dia menjadi anak yang paling bahagia di dunia ini" Arvi mengelus lembut rambut Dokter Kalania.

Perfect & BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang