Malam ini, Vian di temani Arvi, ayahnya pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter Kalania yang merawatnya menggantikan Rafael.
Dengan menaiki kursi roda, dan tubuh yang semakin tak berdaya Vian menuju ruangan Dokter Kalania.
"Pah, papah tunggu disini yah. Vian punya sesuatu sama Dokter Kalania" Vian tersenyum pada Papahnya saat sampai di depan pintu ruangan Doker Kalania.
"Iya, papah tunggu kok" Arvi menepuk pundak Vian.
Vian pun masuk kedalam ruangan Dokter dengan kursi rodanya.
Melihat kondisi Vian saat ini, Arvi hanya bisa menangis sendirian di kamarnya.
Putra kesayanganya itu tak lagi bisa berjalan, sering Blank dan Vian sering menangis kesakitan saat tubuhnya merasakan efek samping Obat Kemoteraphy.
"Hai dok" Sapa Vian saat Dia sudah di ambang pintu Ruangan Dokter Kalania.
"Vian? Bukanya kamu ada jadwal Kemoteraphy malem ini?" Dokter Kalania bangkit berdiri.
"Vian bosen" Vian terkekeh lemah.
Dokter Kalania menelan ludahnya saat Vian tertawa dengan wajahnya yang semakin tirus dan pucat.
"Kamu kok gitu ngomongnya?" Dokter Kalania duduk di depan Vian sekarang.
"Emangnya Vian masih bisa hidup dok? Kalau minumin semua obat di dunia ini sekalipun? Enggak kan?" Vian tersenyum lagi.
"Gak ada yang gak mungkin" Tegas Dokter Kalania.
"Ada dok, ada" Vian berkaca-kaca.
"Vian..." lirih Dokter Kalania lemah sekali.
"Oh iya dok. Aku kesini cuma mau kasih ini, dan aku mau Orang yang melakukan hal itu adalah Dokter Kalania sendiri" Vian menyerahkan amplop kehadapan Dokter Kalania.
Dokter Kalania membaca surat itu dengan cermat dan cepat.
Setelah itu, tiba-tiba saja Dokter Kalania hampir terjatuh kebelakang karena Shooked berat.
"Ini gak mungkin..." Dokter Kalania menatap Vian sambil menangis histeris.
"Apanya yang gak mungkin dok?" Vian bingung dengan tangisan Dokter Kalania.
"Kamu anaknya Arvi? Arvi?!" Tanya Dokter Kalania menunjukan tanda tangan Papah Vian, yaitu Arvi.
"Iya dok. Memangnya kenapa?" Vian menaikan alisnya bingung sekali.
"Ya Allah..." Tiba-tiba saja Dokter Kalania memeluk tubuh Vian dengan erat sambil menangis histeris.
"Dok? Dokter kenapa?" Vian membalas pelukan Dokter Kalania yang terasa nyaman baginya.
"Maafin Mamah Vian..." Dokter Kalania memegang wajahnya sambil menangis.
"Ma...mah? Apa dok?" Vian menatap Dokter Kalania tak mengerti sama sekali.
"Saya itu mamah kamu. Ibu yang pernah ninggalin kamu waktu kamu berumur 3 tahun. Dan Suami Saya dulu bernama Arvi..." Jelas Dokter Kalania menangis.
Degh...
Vian mematung diam. Seluruh tubuhnya menegang, rasanya otaknya hampir berkerja saat ini.
"Ini gila..." Vian memundurkan kursi rodanya ke belakang, menjauhi sosok Kalania.
"Ada apa ini Vian?"
Tiba-tiba saja Arvi masuk kedalam ruangan dengan wajah paniknya karena mendengar suara tangisan keras.
"Nia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect & Bad
Teen Fiction"Don't Judge Book By Cover" Sepertinya Vio harus setuju dengan pepatah itu saat menilai Cowo bernama Diovano Narapditha Prameswari, yang menjadi idola di sekolahnya. Karena suatu hari Vio menemukan sesuatu dari sosok Diovano yang membuatnya ter...