Perasaan Yang Sama

282 19 0
                                    

   Dina merasa sedih melihat putrinya yang sekarang ini.

  Vio lebih sering menyendiri di kamar inapnya, menangis setiap mengingat kenanganya bersama Vian. Dan Vio terlihat seperti kehilangan sesuatu yang berharga untuk hidupnya.

  Pagi ini, Dina tengah memperhatikan Vio yang menangis kecil di pojok kamar rawatnya sambil memperhatikan surat pemberian Vian.

  "Vio...dari pada kamu nangisin Vian terus, lebih baik kamu ke makamnya kamu doain dia yah" Dina duduk di depan Vio yang masih menangisi kepergian Vian.

  "Ibu...Vian itu belum pergi. Dia kan orangnya tepat janji,nanti juga dia dateng lagi" Vio menyeka air matanya.

  "Vio..."

  "Mana mungkin dia pergi lama-lama. Kan dia harus Ujian Nasional" Vio tertawa kecil, dengan tatapan matanya yang kosong.

  "Vio sayang... sampai kapan kamu mau kayak gini. Vian sudah pergi dua minggu yang lalu, kamu jangan kayak gini" Dina memeluk Vio.

  "Ibu! Vio itu jauh lebih percaya sama Vian! Dia itu tepat janji!" Vio mendorong kecil Dian dari hadapanya.

  "Vio!"

  Dokter Kalania membentak Vio. Habis sudah kesabaranya akan gadis yang satu ini.

  Vio menjadi pemurung,jarang bicara,bertanya kapan Vian akan pulang, terus begitu selama dua minggu.

  "Ikut saya!"

  Dokter Kalania menarik paksa tangan Vio. Vio pun hanya bisa mengikuti kemana Dokter Kalania membawanya.

  "Dokter, mau bawa saya ke Vian yah? Baguslah" Vio tersenyum riang sekali. Dia tidak menangis seperti tadi, tapi yang sekarang Dokter Kalania lah yang menangis.

  "Selama ini, Vian itu kemana ajah sih dok? Kenapa dia gak kasih kabar kalau mau pergi jalan-jalan dasar Vian!" Vio tertawa kesal.

  Vian.Kamu salah, kepergian mu itu pasti membuat luka, dan lihatlah... Gadis yang kau cintai ini sangat terluka.

  "Coba aku telpon Vian yah dok, siapa tau nomornya udah aktif lagi"

  Vio membuka ponselnya, dengan gerakan cepat dia mencari kontak Vian. Lalu segera men Vian elponya.

  Dokter Kalania mencengkram erat stir mobilnya, menahan tangisanya sekuat mungkin.

  "Gak diangkat juga. Kayaknya dia ganti nomor" Vio terkekeh pelan.

  Akhirnya mereka sampai di tempat pemakaman di daerah Bogor.

  Vio yang masih menggunakan pakaian rumah sakit, bingung setengah mati. Kenapa dia di bawa ke tempat ini?

  "Ehmm dok, kita mau apa di sini?" Vio bertanya dengan wajah polosnya.

  Dokter Kalania kehabisan akal lagi membuat Vio menerima kepergian Vian dengan senyuman. Tapi nyatanya? Vio histeris sampai seperti ini, sampai-sampai lupa kalau Vian sudah meninggal.

  Vio mengikuti Dokter Kalania dari belakang. Sambil memikirkan siapa yang meninggal?

   Lalu mereka berhenti di sebuah makam. Makam yang terlihat masih baru, dan bertabur banyak bunga mawar di sekitarnya.

  Vio membaca Nisan makam itu saat mereka berdiri di samping makam itu.

  "Saya rasa kamu bisa membaca tulisan itu dengan baik"

  Dokter Kalania menutup mulutnya dengan telapak tanganya sambil menangis.

  Vio mematung diam. Dia membaca berkali-kali Nisan di sampingnya.

Perfect & BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang