Dia Menyadarkan Ku

351 26 1
                                    

  Vio berjalan masuk keruang rawat Inap Dio saat ini dengan wajah gembiranya.

  Setelah Satu minggu berada di ruang ICU karena belum juga sadarkan diri, akhirnya Dio sudah sadar dan berada di ruang Rawat Inap.

  Saat Vio masuk ke Ruangan Dio, Dio tengah duduk di atas tempat tidurnya menundukan kepalanya ke bawah memandangi ponselnya sambil menangis tanpa suara.

  "Waaah! guruku ini sudah sadar!" Vio bertepuk tangan bahagia sekali.

  Dio menatap kearah Vio di ambang pintu dengan tatapan dinginya. Dia juga menyeka air matanya.

  "Lo ngapain disini?" Dio masih menundukan kepalanya,enggan menatap Vio.

  "Kan gua nungguin guru gua sadar! Gua ini bukan murid yang lupa diri loh, berkat guru gua ini, ulangan harian IPS gua dapet 75! Jreng-jreng!" Vio menunjukan kertas ulangan IPSnya kehadapan Dio.

  "Itu pas Kriteria Kuantitas Minimal, sama aja lo Bego. Kok bisa depet 75? ngomong sunan Ampel aja Sunan Apel. Untung bukan Kedondong" Tukas Dio panjang Lebar.

  Vio tertawa mendengarnya. "Iyasih...tapi sebelum lo ngajarin gua, ulangan harian IPS gua 10,20,30,40,50 begitu terus. Thanks" Vio tersenyum ceria.

  "Terserah" Dio kembali menundukan kepalanya ke bawah, memandangi ponselnya.

  "Oh iya gua lupa..." Vio berpikir sejenak.

  "Lo Overdosis obat Antidepresan! emang lo depresi kenapa? Gua liat hidup lo bahagia aja" Vio bertanya dengan wajah penasaran.

  "Udah gua bilang gak ada kehidupan yang bahagia terus! gua juga punya masalah, lo pikir gua apaan? People Happy Everytime?" Tukas Dio marah.

  "Padahal kalau punya masalah kenapa harus minum obat gituan..." ucap Vio tertawa kecil.

  "Lo gak paham" Dio kembali menundukan kepalanya ke bawah.

  "Apa yang gak gua paham? Obat yang lo minum sampai Overdosis, cuma buat menenangkan pikiran lo kan? Lo itu cowo bego yang lari dari masalah! Dan begonya lo bunuh diri pake obat-obatan!"

  Vio sudah melihat Dio yang meneteskan air matanya di pakaian rumah sakitnya.

  "Dio..." lirih Vio pelan sambil menatapi tangisan Dio.

  "Lo gak akan paham. Apa lo pernah rasain gimana hidup lo tanpa Ibu? Apa pernah lo Jalanin hidup menjadi orang lain? Supaya lo terlihat baik-baik aja di depan mereka semua?! Apa lo pernah kehilangan orang-orang yang lo cintai?!"

  Dio meluapkan tangisan, amarahnya di depan Vio yang berdiri di depanya.

  "Lo gak pernah tau kan?! Makanya jangan ceramahin gua lagi!" Dio menatap Vio penuh kekesalan.

  "Berhenti untuk sok paham sama apa yang gua rasain!" Dio menundukan kepalanya ke bawah, menangis sebisa mungkin tanpa suara.

  Vio tersenyum, lalu tangan Vio meraih dagu Dio. Mengangkat wajah Dio untuk sejajar dengan wajahnya.

  Vio tersenyum pada Dio yang menangis menatapnya penuh kehancuran.

  "Karena lo selalu melihat ke bawah, dan menangisi masalalu lo bakal terjebak. Berusaha lah untuk keluar dari masalalu! Lo pasti Bisa!"
 
  Vio yang masih memegang dagu Dio tersenyum, meyakinkan Dio. Dio menatap wajah ceria Vio di depanya.

  "Kalau tidak bisa melakukanya sepenuhnya, jangan maksain diri! Perlahan juga gak papa kok" Vio tertawa kecil menatap Dio.

  "Lo gak akan hidup jika terus menangis dan menyesali masalalu. Nikmatilah waktu yang lo punya saat ini! Karena lo gak tau sampai kapan lo hidup. Ayo semangatlah Guru!" Vio tersenyum gembira, masih memegang dagu Dion.

Perfect & BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang