Jumpa Lagi

303 23 0
                                    

  Pagi ini, Vio diajak bermain ke Apartemen tempat tinggal Vian oleh dokter Kalania. Hari ini tidak ada jadwal sekolah,hanya perlu mengurus beberapa arsip untuk masuk Universitasnya nanti.

  Dia tahu,pergi ke tempat di mana kenangan bersama orang yang telah pergi itu akan menyiksanya, tapi apa boleh buat? Dia sangat merindukan Vian saat ini.

  "Ayo masuk, ini kamar Vian dari dia kecil" Dokter Kalania membuka pintu kamar yang cukup besar saat mereka sudah sampai di Apartemen milik Vian.

  Berusaha tidak menangis, itulah yang harus dia lakukan.

   Vio melangkah masuk kedalam kamar Vian yang terlihat sangat rapih dengan tema wallpaper hitam-putih. Kamar yang di desain dengan gaya musikalitas yang sangat tinggi.

  Diatas Kasur besar Vian,ada sebuah Biola yang selalu Vian pakai seumur hidupnya dalam berkompetisi Violinis.

   Vio menyentuh Biola itu, matanya memanas menahan tangis. Hanya Vian yang membuatnya kembali bermain piano. Alasanya berhenti bermain piano karena dia pikir hidupnya akan lama di rumahsakit, dan akan mati di sana jadi dia ingin melupakan Piano

   "Kata papah Vian, Vian itu main piano dari umur 4 tahun,coba kamu bayangin dulu tanganya sekecil apa" Dokter Kalania duduk di samping Vio menatap Biola Vian.

  "Aku kangen Vian" Vio menyentuh snar Biola Vian dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. "Vio..." Dokter Kalania mengelus rambut Vio. "Dia jahat, dia kan udah janji" Vio makin terisak lagi. Dokter Kalania memeluk Vio erat.

  Dia merasa seperti benar-benar memeluk Vian, dia merasakan Vian hidup di dalam gadis ini.

  "Bukanya kamu punya satu janji yang belum kamu tepatin?" Dokter Kalania melepas pelukanya, menyeka air mata Vio dengan ibu jarinya. "Janji?" Vio mengeritkan dahinya berusaha mengingat.

  Dokter Kalania mengeluarkan sebuah undangan yang sangat elegant bentuknya. "Ini undangan apa tante?" Vio meraih undangan itu.

  Vio penasaran dan langsung membacanya.

'GALA KONSER VIOLINIS JAKARTA'

  "Waktu itu,Vian mendadak minta kamu jadi pengiringnya di acara perlombaan Violinis kan? Tapi kalian berdua kalah" Dokter Kalania mengingatkan. Vio tersenyum sedih. Sampai kapanpun dia tidak melupakan malam itu.

"Walaupun kalah di perlombaan, Pihak penyelenggara lomba meminta Vian untuk tampil lagi sebagai penghibur di Gala konser itu, tapi..." Dokter Kalania menutup mulutnya untuk tidak terisak lagi.

  "Vian udah gak ada..." Dokter Kalania menangis tak tahan lagi. Vio menatap undangan di depanya dengan tatapan sedih.

  Dia ingat!

  "Gua mau lo jadi pengiring gua di bulan depan"

  "Gua? Tadi aja gua ngerusak penampilan lo! Mana mungkin gua jadi-"

  "Tapi gua maunya lo"

  "Kamu inget kan?" Dokter Kalania menepuk pundak Vio pelan. Vio mengangguk lemah. "Aku janji jadi pengiring dia" Vio menyeka air matanya. Dokter Kalania tersenyum lega.

  "Acaranya besok, kamu bisa kan?" Dokter Kalania bertanya, membuat Vio terbelalak. "Mana mungkin tante! Vian kan udah meninggal, apa gunanya aku disana kalau Violinis nya gak ada? Yang mereka inginkan Cuma Vian!" Vio kesal sekali.

  "Tapi, Vian itu ada di dalam diri kamu. Tante merasa kalau Vian masih ada kalau kamu ada di deket tante. Maksud kepergian Vian itu, menghadirkan dia di diri oranglain dan itu kamu" Dokter Kalania memohon pada Vio.

Perfect & BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang