Vian berjalan pelan sambil mengamati benda-benda yang ada di sekitarnya. Saat ini, Vian berada di kantor perusahaan Papahnya.
Sudah lama, dia tidak menemui papahnya. Dia sangat merindukanya.
Lalu Vian berhenti di depan pintu ruangan yang tertutup rapat. Vian mengetuk pintu ruangan Papahnya berkerja.
"Masuk"
Vian tersenyum lemah saat mendengar suara papahnya yang bariton.
Semenjak penyakitnya kian memburuk, Vian menjaga jarak dengan Arvi,papahnya karena tidak ingin membuatnya khawatir. Yang papahnya tahu, kalau penyakitnya berangsur sembuh.
"Vian?" Arvi meletakan dokumen di tanganya saat melihat putra kesayanganya berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.
Sudah lama dia tidak pulang ke Apartemen dan bertemu dengan Putranya, dan menanyakan kabarnya.
"Lagi sibuk ya bos?" Vian tersenyum lepas.
Arvi menelan ludahnya saat melihat putranya yang terlihat jauh lebih kurus dan pucat. Bahkan Vian menggunakan Kupluk untuk menutupi rambutnya yang kian menipis.
Sontak, Arvi pun berhambur memeluk Vian.
"Maafin papah Vian. Papah lupa sama kamu. Dan lupa kalau kamu itu sakit dan butuh..." Arvi menggantungkan kalimatnya.
"Hm... yang penting Vian masih liat papah" Vian tertawa membalas pelukan Arvi.
Arvi menyeka air matanya dan melepas pelukanya.
"Kamu keliatan kurus. Kamu baik-baik aja kan?" Arvi menepuk pundak Vian.
"Gini-gini porsi makan Vian banyak loh pah. Emangnya papah, liatin dokumen aja udah kenyang" Vian terkekeh pelan.
"Kita pulang aja yuk" Ajak Arvi. "Papahkan masih sibuk" Vian tersenyum tipis.
"Kali ini papah ingin bersama putranya. Lagian kita gak pernah punya waktu berdua kan?" Arvi menatap Vian merasa bersalah.
"Kita selalu punya waktu kan? Hanya saja kita tidak tahu sampai kapan itu berakhir" Vian tersenyum meyakinkan Papahnya.
➕ ➖ ➕
Vian dan papahnya menuju tempat pemancingan Ikan di daerah Bogor. Rencananya mereka akan memancing dan membuat ikan bakar disana.
"Pah, alasan papah sampai sekarang gak menikah apa karena mamah?"
Vian dan Arvi tengah duduk di kursi bambu sambil menunggu ikan menyambut umpan mereka berdua.
"Bukan. Tapi kamu" Arvi tersenyum tipis.
Harus Vian akui, papahnya ini masih di bilang tampan. Dan dia yakin banyak perempuan yang mau menikah denganya.
Duda kaya raya, dengan anak yang sudah besar dan akan mati nantinya, haha...
"Aku?" Vian menaikan alisnya sebelah.
"Papah tau, kalau papah nikah nanti, kamu pasti akan membenci papah. Cuma kamu yang papah punya,dan cuma kamu alasan papah bertahan" Arvi menundukan kepalanya.
"Aku mau ketemu mamah. Setidaknya satu kali. Papah taukan penyakit sialan ini? Aku gak akan lama" Vian terkekeh pelan.
"Kamu ini ngomong apasih?' Arvi menatap putranya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect & Bad
Teen Fiction"Don't Judge Book By Cover" Sepertinya Vio harus setuju dengan pepatah itu saat menilai Cowo bernama Diovano Narapditha Prameswari, yang menjadi idola di sekolahnya. Karena suatu hari Vio menemukan sesuatu dari sosok Diovano yang membuatnya ter...