Inspirasi : Tugas membuat cerpen 500-1k kata dengan tema yang ada di mulmed.
.
Berikan sambutan meriah untuk istri Itachi (dalam mimpi) yaitu zhaErza wkwk sebagai penilai cerita ini!
.
Summary : Selalu ada cerita dari orang yang memandangi senja, salah satunya adalah Sakura.
.
(sasusaku x sara)
.
Sarada, seindah apakah senja yang ingin kamu lihat bersama ibumu? Oh Sarada, sesedih apakah perasaan seorang wanita yang melihat senja itu dari balik kaca jendela mobil ketika melintas di jembatan ini? Sekiranya kamu tahu.
Aku semakin mengeratkan mantel yang melapisi daster batik ini demi menghalau rasa dingin yang menusuk hingga tulang. Tapi aku menikmatinya seraya menyandarkan setengah beban tubuhku pada besi jembatan. Sarada, aku masih menunggumu. Tidak peduli beberapa menit sekali tanganku menampari tangan dan kaki karena nyamuk ganas sedari tadi menyetubuhi kulit.
Ah Sarada! Lihatlah matahari sedang terbenam di kaki langit. Karena kamu tidak melihatnya maka aku menggambarkan sketsa kasar keindahan senja Suramadu di atas kertas kuarto untukmu. Sarada, cepatlah pulang sebab ingin kutunjukkan berbuku-buku sketsa lainnya.
Entah sudah berapa lama aku berdiam diri disini, menatapi langit berwarna kuning kemerahan dengan lapisan awan tipis membentuk garis-garis menggumpal, seakan aku tak pernah melihat bentuk senja semenjak lahir. Aku ingin menunggu Sarada bersama senja, namun waktu terus menyusut ke angka enam.
"Sakura?"
Aku kembali menoleh dan mendapati seraut ekspresi khawatir yang terpeta di wajah rupawan Uchiha Sasuke.
"Mas Sasuke," aku memberikan senyum terbaik padanya sambil menyeka peluh di dahi, sekiranya dia pasti melakukan banyak hal untuk datang kemari. "Ada apa? Harusnya kamu berada di -"
"Shht, aku baik-baik saja." Sasuke menatapku lamat-lamat, tatapan kosongnya seakan tengah mengunjungi tempat jauh yang tidak bisa terjangkau. "Pulang ya Saku? Aku lapar, ingin makan sop iga buatanmu."
"Sarada, aku menunggu Sarada."
Wajah jenaka Sasuke tergantikan oleh dagu yang terangkat tinggi juga matanya tajam dan dalam seperti menguliti. Sasuke menggeleng tegas dan meraih tanganku lembut, "Sarada sudah meninggal, Sakura."
"Sejauh apapun dia pergi meninggalkan kita, pasti akan kembali." Gelengan Sasuke membuatku mengumpulkan nyali untuk bertanya, "Sarada pergi kemana?"
Alih-alih langsung menjawab pertanyaanku, Sasuke menarik tubuhku untuk masuk ke dalam pelukannya, sehangat pelukan yang bisa aku rasakan saat bersama Sarada. Butuh beberapa menit bagi Sasuke untuk memberitahuku kemana perginya Sarada.
"Sayang," napas tertahan Sasuke terasa jelas di telingaku sebelum melanjutkan ucapannya, "Sarada telah meninggal dunia, dia sudah berada di surga."
Aku memejamkan mataku, kemudian membukanya saat sesuatu menepuk lengan yang sedang memegang kendali mobil. Setelahnya menolehkan kepala ke ke kiri dan melihat wajah ceria Sarada beserta pertanyaan retoris khas anak kecil. Aku hanya menjawab beberapa patah kata disertai gumaman, pikiranku sedikit suntuk karena beragam observasi untuk data disertasi maka aku memilih berjalan-jalan bersama Sarada, sedangkan Sasuke akan menyusul selepas kerja.
"Kenapa orang-orang menyukai senja ketimbang fajar?" bisik Sarada sambil melahap kentang goreng kesukaannya.
Aku segera menjawabnya tanpa berpikir dua kali, "karena bagi kebanyakan orang senja adalah saat mereka memikirkan kenangan."
"Aku tidak mengerti, kenapa mereka mengenang masa yang telah berlalu." Sarada mencebikkan bibirnya dan hal itu mengingatkanku pada Sasuke, kemudian memotret langit senja lewat ponsel dibalik kaca jendela mobil.
Lalu prahara itu datang, membuat eksistensi Sarada menjadi kenangan. Menjadikan diriku orang yang masih terlarut dalam masa lalu untuk mengenangnya.
"Sakura?" sesuatu kembali menepuk bahuku, kali ini adalah Sasuke yang membingkai wajahku dengan kedua tangannya, dan mengusap air mata yang menuruni pipi dengan perlahan. "Sayangku, dengar ini bukan kesalahanmu. Kalian terkena musibah kecelakaan beruntun disini. Dan... dan Sarada meninggalkan kita untuk selamanya."
Aku membeliakkan mata lebar-lebar dan mencengkram kerah kemeja Sasuke, menariknya kasar, tidak peduli dia membungkukkan badannya karena merasa tercekik, dadaku terasa sesak dibanding dia.
"Ti-tidak! Ayo Sasuke! Lekaslah kita menyusul Sarada ke surga, anakku sendirian disana!"
"Tenang Sakura," Sasuke mencengkram tanganku yang makin kalap menarik kerah kemejanya, "kumohon tenangkanlah dirimu dan Sarada bukan hanya anakmu, dia anakku juga, anak kita berdua. Aku turut merasa kehilangan, tapi hidup harus terus berjalan."
Bohong! Uchiha Sasuke berbohong padaku saat ini. Sarada pasti sedang antri membeli kentang favoritnya, atau mendatangi kelas ganti belajar nya, atau apapun itu. Bagaimana jika aku pergi dan Sarada datang? Pastilah dia akan mencariku dan merasa kesepian menunggu untuk dijemput. Aku menatap nyalang Sasuke, dasar ayah yang tidak perhatian.
"Aku benci mendengar ocehanmu! Aku mau anakku kembali! Anakku Sarada!" aku memekik marah, segalanya berlangsung begitu cepat saat aku menampar keras pipi Sasuke dengan keras hingga meninggalkan bekas merah di wajah kirinya yang pucat.
Aku terduduk lemas di aspal dengan mata yang panas. Lelehlah rasa bersalah yang aku simpan rapat di dada tentang kematian Sarada. Andai saja aku tidak mengajaknya pergi jalan-jalan dan berdiam diri dirumah atau bisa saja sebelumnya aku mengambil rute jalan yang berbeda.
Begitu banyak kata pengandaian di pikiran, saling berhimpit dan menghabiskan isi otakku yang rumit.
"Sara... Sara, sayangku," melirihkan nama Sarada berulang kali, aku bangkit berdiri menyusuri jalan sambil menengok gelisah ke kiri dan kanan untuk mencari sosok Sarada.
Sarada tidak ada dimana-mana, senja sudah berlalu meninggalkan kegelapan yang hanya diterangi lampu jalan. Bersabarlah Sarada, aku tau kamu takut kegelapan dan carilah tempat yang terang selagi aku menjemputmu. Jangan risaukan senja, esok hari kita masih bisa melihatnya bersama, oh aku akan memaksa ayahmu pulang cepat dan bergabung dengan kita.
"Sakura!!"
Tidak! Ayahmu, Sasuke memanggilku sedari tadi. Aku harus bergegas mencarimu, aku tidak bisa pulang kerumah tanpamu. Tidak perlu khawatir Sarada, ibumu ini adalah mantan pelari marathon yang pastinya tidak membuatmu menunggu lama disana.
"Sakura!" disaat-saat terakhir badanku hampir terhuyung ke depan, Sasuke meraih tanganku. Napas kami tumpang tindih, mengembus keras-keras dengan peluh membasahi pakaian.
Aku menggeleng tegas dalam dekapannya, mengabaikan tatapan memohonnya dan lebih memilih melepaskan diri darinya. Sial, kenapa sulit sekali? Gerakanku semakin brutal dan menjadi-jadi, malah meninju keras bahu atau bagian badan manapun yang bisa membuatnya lengah.
Aku menjambak rambutku ketika merasakan rasa sakit yang menghantam kepala bertubi-tubi tapi aku mencoba bertahan dengan tidak menangis. Tetap saja rasa sakit itu seperti menjalar ke bagian tubuh lain sampai napasku terengah. Mendadak suara lain menyela.
"Cepat suntikkan obatnya!" kata suara itu.
Aku mengerjapkan mata, merasakan kesadaran yang nyaris menghilang dan merosot lemah dalam dekapan Sasuke.
Sarada, alasan aku saban hari memandang senja supaya aku dapat menghilangkan kesepian hati yang selalu dibawa kemanapun aku pergi. Seperti ada sesuatu yang terlepas dan hilang, itu adalah kamu. Anakku yang tak mungkin dapat diraih kembali.
...
Fin.
ps ; tadinya isi cerita lebih hampir 1500 kata trus dipangkas habis-habisan:" jadi 900'an
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Sasuke & Sakura
Fanfiction[ongoing] Dedicated for Uchiha Sasuke and Haruno Sakura lovers (S-Savers) from Naruto's anime. Naruto © Masashi Kishimoto. I don't take any material advantage by writing this story. I decided to insert my inspiration in every story as main idea ther...