Bahagia? Tenteram? Damai? Tenang? Indah? Kata apa itu? Semua itu hanyalah kata yang maknanya sama sekali tak pernah kurasakan. Aku tak mengenal mereka semua sejak aku lahir. Sebaliknya, sedih, kericuhan, kacau, rusuh, busuk, itulah kata-kata yang menjadi sahabat karibku selama hidupku ini dari lahir hingga sekarang. Mereka selalu menemaniku kemana pun aku pergi, hanya mereka yang kupunya, tak ada yang lain.
Ada satu yang pertanyaan yang selalu kupertanyakan sejak dulu, kenapa aku bisa terlahir di dunia ini?
Aku memutar gagang pintu sebuah rumah kontrakan dan melangkah masuk ke dalamnya.
PRAAANG!!
“Kau ini! Wanita tak berguna!! Kenapa kau tidak membeli minumanku!?”
Suara laki-laki yang kasar itu sudah menjadi suara sambutan setiap kali aku memasuki rumah ini.
“Aku sudah menyuruh anak itu untuk membelinya dan sampai sekarang dia belum pulang!! Jangan salahkan aku!!”
Sekarang disusul oleh suara seorang perempuan yang membalas kata-kata pria itu dengan bentakkan juga. Sumbernya berasal dari ruang keluarga kecil yang di isi oleh sebuah televisi, sofa, meja, dan lampu yang menggantung di atasnya.
Aku melangkahkan kakiku ke dalam ruangan itu sambil menenteng tas dan sebuah keresek yang berisikan beberapa kaleng minuman beralkohol tinggi.
“Ini... sudah kubelikan.”
Aku menaruh keresek itu di atas meja yang ada di sana. Untuk sesaat, tak ada suara sama sekali. Aku melihat ke arah mereka dan mereka berdua juga melihat ke arahku. Tatapan mereka menjadi sangat marah begitu menyadari keberadaanku. Si laki-laki mengambil sebuah tongkat besi dan si perempuan mengambil sabuk ikat pinggang.
“Anak sialan! Bisa-bisanya kau pulang setelat ini!!”
BUAAK!!
Ukh...
“Kenapa kau bisa pulang semalam ini!?”
CTAAKK!!
Akh...
Sambutan yang lumayan. Beruntungnya aku, mereka tak memakai jarum atau apapun yang tajam. Yap, inilah kehidupanku sehari-hari, kehidupan yang sangat amat busuk.
“Jawab!!”
“Jawab ibu, Katobe!!”
BUAAK! CTAAKK!
Berkali-kali mereka menghujaniku dengan benda yang ada di tangan mereka itu. Aku tak mencoba melindungi kepalaku atau bagian tubuhku yang lain karena mereka pasti akan memukulku lebih keras, mereka takkan segan-segan menambah kekuatannya.
“Maaf, ayah, ibu, aku hanya menolong seorang nenek yang jatuh di parit tadi.”
Penjelasan yang kuberikan ini adalah kenyataannya. Saat aku berjalan menuju supermarket langgananku, aku melihat seorang nenek tua yang tengah berusaha naik dari sebuah parit kecil. Aku merasa iba dan kemudian menggendongnya menuju rumahnya. Setelah itu aku membeli minuman beralkohol untuk ayahku ini.
“Anak kurang ajar! Tak tahu berterima kasih!!”
BAAAKK!
Tongkat besi keras dan dingin itu mendarat di pipiku dengan kekuatan yang tak main-main. Aku jatuh terduduk di atas lantai sambil memegang pipiku kiriku yang terkena serangan critical dari ayahku itu. Aku tak berkata apa-apa. Lalu ia menginjak-injak badanku yang tengah duduk di lantai itu.
“Kau pikir siapa yang menyekolahkanmu!? Nenek tua itu!? Siapa yang memberimu makan!? Nenek tua itu!? Siapa yang memberimu tempat tinggal!? Nenek itu juga!?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Restart For New Life In Another World [END]
FantastikHighest Rank in Fantasy : #38 (8-12-2017) Sagetome Katobe, seorang siswa SMA berusia 17 tahun, tak pernah merasakan apa itu kebahagiaan selama hidupnya. Selama ini ia dianggap budak oleh kedua orang tuanya sejak kecil dan selalu diperlakukan kasar...