33. Sebatang Kara

35.3K 2.1K 26
                                    

"Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
(QS. At-Taghabun 64: Ayat 11)


Musibah adalah sebuah ketetapan yang sudah Allah takdirkan pada setiap manusia. Terutama kematian, kau tidak akan bisa menghindarinya walau sudah bersembunyi di tempat yang begitu tersembunyi. Allah tahu segalanya. Kematian adalah Qada-Nya Allah. Kematian seseorang sudah Allah tuliskan sejak zaman Azali.

Sungguh, sangat bahagianya orang-orang yang beriman saat kembali kepada Tuhannya. Mereka bisa kembali kepada sisi Penciptanya. Allah memberikan sesuatu, dan jangan lupalah kalau suatu saat Allah akan mengambilnya lagi. Semuanya milik Allah, semuanya akan kembali pada Allah. Ikhlaslah, karena saat bersama Tuhannyalah engkau akan sangat bahagia.

Pada hari Jumat, tanggal 6 Oktober 2017, pesawat Garuda Indonesia denga  tujuan Kairo, Mesir telah terbom dan jatuh ke Laut Merah. Bangkai pesawat sudah ditemukan dan semua penumpang telah mati terbakar. Dalang pembunuhan berencana itu dari gerakan Anti Islam, mereka membom bunuh diri pesawat itu karena rata-rata penumpang Garuda Indonesia mengangkut mahasiswa dan mahasiswi Al-Azhar yang akan pergi ke Kairo.

Bahkan, saat kejadian bom bunuh diri, telah terjadi juga penyerangan bersenjata kepada anak pesantren di Serang, Banten. Sekitar 12 orang tewas tertusuk, dan 23 orang luka berat dan ringan. Gerakan ini sudah sangat meluas di Indonesia. Mereka sudah berani membunuh masyarakat Islam dengan rasa kebencian.

Asfa menangis kencang di pelukan Nazmal. Nazmal memeluk Asfa sangat erat. Hatinya begitu perih mendengar tangisan Asfa yang begitu memilukan itu. Ia bisa merasakan perasaan Asfa saat mendengar tangisannya. Bagaimana tidak perih saat menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya meninggal?

"Ibu, Ayah, mbak Farhah, mbak Hasna, mas. Mereka meninggal," seru Asfa disela tangisannya.

"Fa!!! Liat aku!!" Nazmal menangkup pipi Asfa dan menatap mata yang sudah dilumuri air matanya.

Asfa menangis dengan sesenggukan. Tubuhnya bergetar tak karuan. Nazmal menggenggam kedua  tangan Asfa dengan erat.

"Ibu, mas," ucap Asfa dengan perih.

Asfa tak pernah menyangka jika orang yang begitu ia sayangi telah pergi. Ibunya, Ayahnya, dan kedua kakaknya telah mati terbakar api yang diciptakan Tuhannya. Ibu adalah sosok yang indah bagi Asfa. Ibu adalah sosok permata yang Allah ciptakan untuknya. Ibu adalah tempat terakhir Asfa melakukan pelabuhan. Bagaimana bisa rela saat orang yang membesarkannya, menyayanginya, mendidiknya, mengasuhnya, meninggal?

Apa yang telah Allah rencanakan untuk Asfa? Kenapa harus orangtuanya yang meninggal? Walaupun kenangan pahit saat ia rasakan pada ayahnya, namun Asfa sangat menyayangi lelaki itu. Sungguh, ia sangat ingat saat ayahnya menggendongnya saat kecil. Ia ingat saat ayahnya rela memberikan ayam yang disukainya hanya untuk Asfa. Ia ingat saat ayahnya menepiskan keringat di dahinya hanya untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. Ayah adalah permata di hatinya, dan kenapa Allah mengambil ayahnya?

Asfa menangis dengan keras. Ia memukul dada Nazmal tak kuat menerima kenyataan pahit yang Asfa alami.  Nazmal menghentikan tangan Asfa, dan menatapnya teduh.
"Fa?"

"Mas itu enggak ngerti!! Orangtua mas enggak meninggal dan mas enggak akan mengerti sama Asfa. Kenapa mas? Kenapa ayah sama ibu meninggal? Kenapa Allah jahat sama Asfa, mas?"

"ASFA!! Istighfar!!" tegas Nazmal sambil menggenggam tangan Asfa.

"Mas enggak ngerti....," ucap Asfa melepaskan tangannya.

Nazmal langsung menangkap tangan Asfa lagi. "Fa, dengerin mas. Mas tahu perasaan kamu kayak gimana, mas tahu rasanya gimana, Fa. Apa kamu pikir mas enggak sedih saat tau orangtua kamu meninggal?"

Asfa diam.

"Segalanya milik Allah, Fa. Kalau Allah sudah memberikan sesuatu maka Allah akan mengambilnya lagi. Mas tau rasanya, Fa. Mas dulu pernah punya pengasuh, namanya bu Rita, beliau yang suka mengasuh mas saat uminya mas ke kantor. Mas sayang sama bu Rita, beliau orang terdekat mas dan mas menganggap beliau ibu mas sendiri. Saat mas SMA bu Rita berhenti kerja karena beliau punya penyakit. Apa kamu pikir mas tidak akan sedih saat beberapa bulan kemudian mas mendapatkan kabar kalau bu Rita meninggal? Mas sedih, Fa. Mas itu kaya anak yang ditinggalkan induknya. Tapi saat ini mas tau, bu Rita milik Allah dan Allah lebih berhak atas bu Rita."

Asfa memandang Nazmal. "Bu Rita berbeda dengan kedua orangtuaku, mas. Saat bu Rita meninggal mas masih punya kedua orangtua mas, namun saat orangtuaku meninggal siapa yang aku punya? Kedua kakakku semuanya meninggal, mas. Jadi, mas tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan," tutur Asfa begitu menyakitkan bagi Nazmal.

Nazmal menyadari, Asfa berbeda dengannya. Apa yang Asfa rasakan sangat sakit untuk dirasakan. Seketika, Nazmal langsung memeluk Asfa erat. Ini begitu menyakitkan. Asfa terlalu dini untuk merasakan kepahitan seperti ini.

Nazmal beristighfar. Ia harus sadar jika ini hanyalah cobaan bagi orang-orang yang Allah pilih. Sungguh, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamban-Nya.

Ia memandang punggung Asfa sendu. "Fa, istriku. Jika kamu merasa sendiri dan tidak punya siapa-siapa, ingatlah Fa. Kamu masih punya Allah, mas, dan sahabat kamu. Allah tidak akan membiarkanmu benar-benar sendiri. Masih ada aku, Fa. Kalau kamu selalu menjadikan ibumu tempat terakhir pelabuhanmu, maka saat ini jadikanlah aku tempat terakhir kamu melabuhkan dirimu. Masih ada Allah, bersyukurlah. Aku tahu kamu kuat, Fa. Ucapkan semuanya atas nama Allah, in syaa Allah kamu akan beruntung."

Bersambung...

Bogor, 23 Muharram 1439 H

Izinkan Aku MemilikimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang