11. Cinta yang Halal dan Cinta yang tak Halal (1)

41.7K 2.4K 11
                                    

"Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 27)

"Assalamu'alaikum, Dek. Masak apa kamu hari ini?" tanya Nazmal saat mencium bau masakan di pagi hari.

"Wa'alaikumsallam," ucap Asfa sekenanya.

"Masak apa dek? Kok harum banget?" Nazmal mendekati Asfa.

"Liat aja sendiri mas," ketus Asfa masih marah dengan tadi malam yang diperintah Nazmal untuk shalat Tahajud lagi.

"Emang kamu bisa masak, Fa? Setahu aku kamu itu engga bisa masak." Nazmal melihat nasi goreng yang dimasak oleh Asfa.

Asfa memasangkan wajah datarnya. "Ya kalau engga bisa masak ngapain aku masak ini?"

"Ohh, buat aku yahh masaknya? Syukron ukhti," goda Nazmal membuat pipi Asfa sedikit memerah.

"Pede banget, mas. Orang nasi gorengnya buat aku."

"Kalau buat kamu doang ngapain nasinya banyak? Aku tahu Fa porsi makan kamu itu kayak makannya kucing," canda Nazmal yang membuat Asfa menekukkan wajahnya.

"Tau ahh, udah sana ke meja makan!"

"Iya dek, makasih ya udah masakin nasi goreng buat mas, segini aja mas udah seneng banget," seru Nazmal.

"Hmm, sama-sama." Asfa menyendokkan nasi goreng untuk Nazmal.

Nazmal menumpukan kedua tangannya sambil memandang Asfa. Kecantikan Asfa sungguh luar biasa di matanya. Ia begitu bersyukur sudah menikah dengan Asfa, jika belum bagaimana jadinya jika ia selalu memandang Asfa yang sebelumnya bahkan bukan mahramnya. Sudah pasti dosanya semakin bertumpuk, bukan?

Sebenarnya Nazmal sangat dengan berat hati jika mengizinkan Asfa pergi dari rumah, walaupun hendak ke warung di blok sebelah. Ia tak rela jika ada lelaki yang bukan mahram Asfa melihat istrinya tidak menutup aurat yang bahkan halal jika dilihat oleh Nazmal sendiri. Namun yang membuat Nazmal bingung, seringkali Asfa teriak jika Nazmal tidak sengaja masuk ke kamar dan melihat Asfa hanya memakai balutan handuk.

Pernah saat beberapa hari lalu, Nazmal meminta Asfa untuk menutup auratnya. Namun, hal yang terjadi cukup membuat Asfa marah-marah sampai Asfa pun berani untuk bilang pisah rumah. Mendengar itu saja Nazmal rasanya cukup jantungan bilamana Asfa benar pisah rumah dengannya. Asfa ini tipe wanita seperti anak balita, di mana kita harus menyenangkan hatinya dulu baru dengan mudah ia pun bisa dijinakkan.

Maka dari itu Nazmal akan susah payah menyenangkan Asfa bagaimanapun caranya.

"Dek," seru Nazmal sambil memakan nasi goreng.

"Hmmm?"

"Nanti malem kamu jangan main kemana-mana ya," pinta Nazmal.

"Emang kenapa? Lagian aku enggak pernah main malem, mas. Aku bukan anak club yang suka mabuk-mabukkan walaupun baju aku kurang bahan," ketus Asfa masih kesal saat kemarin Nazmal bilang pakaian Asfa semuanya kurang bahan.

"Aku 'kan enggak ngomongin anak malem, dek. Kamu 'kan biasanya suka main sama temen kamu itu. Siapa? Mas lupa ... yang bercadar itu lohh."

"Rumi?"

"Iya itu Rumi, kamu 'kan biasanya main sama dia," ucap Nazmal.

Asfa menghela nafasnya. "Rumi mulai sekarang enggak akan sering main lagi. Dia mau nikah, jadi dia mau siapin pernikahannya," seru Asfa lemas karena sudah tak lagi bermain dengan sahabat karibnya itu.

"Temen kamu mau nikah? Wahh, jodoh enggak kemana ya, dek. Kaya kamu sama mas gitu, jodohnya deket, cuman terhalang oleh beberapa blok rumah," kekeh Nazmal membuat Asfa ingin muntah rasanya.

Asfa menatap Nazmal jijik. "Enggak jelas. Udahlah sana mas kerja!"

"Ya udahlah, Fa. Mas kerja dulu ya, mau mencari rezeki halal untuk istri dan anak-anak mas yang bahkan sampai saat ini belum ada karena kamu belum kunjung mau," ucap Nazmal meraih tasnya yang diselingi dengan candaan yang cukup menyindir Asfa.

"Hmmm," deham Asfa masih mengunyah makanannya.

"Assalamu'alaikum, tunggu mas pulang ya, Fa." Nazmal menyodorkan tangannya.

"Wa'alaikumsalaam," ucap Asfa sambil mencium tangan Nazmal malas.

Nazmal pun akhirnya keluar dari rumahnya. Mendengar suara tutupan kenok pintu, Asfa langsung menghembuskan nafasnya.

Sejak tadi hatinya cukup berdegup.

Asfa pun tak mau mengakui kenapa hatinya cukup berdegup. Ini ajaib, padahal ia sedikit merasa jijik pada Nazmal namun hatinya pun ikut berdegup.

Asfa akui lusa kemarin Nazmal habis dari salon dengan mencukur sedikit rambutnya. Oke, dan Asfa akui Nazmal 'cukup' .... bolehlahh. Sebenarnya Nazmal dari dulu pun 'cukup' menarik perhatian Asfa walaupun 'sedikit' saat mereka bertemu di lift.

Namun, Asfa tidak mencintai Nazmal. Asfa tidak bisa menerima Nazmal menjadi suaminya. Setampan atau seshaleh apapun lelaki yang menjadi suaminya, jikalau Asfa tidak mencintainya, jujur ... Asfa tidak akan bahagia.

Asfa hanya akan menerima suami yang dicintainya.

Ting Nong!!!! Ting Nong!!!!

Suara bell berbunyi. Baru saja ia melamun memikirkan suami, tiba-tiba diganggu oleh suara bell yang mengganggunya di pagi hari ini.

Asfa bangun dari duduknya, lalu ia berjalan menuju pintu. Asfa bergerutu siapa manusia yang pagi-pagi begini mengganggunya, padahal baru beberapa menit saja Nazmal berangkat kerja dari rumah.

Setelah membuka pintu, Asfa terkejut bukan main. Ia bukan bertemu dengan hantu atau dajjal sekalipun. Namun, ia melihat sosok masa lalu yang saat ini berdiri di depan rumahnya. Ia menatap Asfa dengan rasa rindu yang tertahankan.

"Faris, untuk apa kamu kesini?" Pertanyaan itulah yang Asfa lontarkan pada sosok masa lalu yang sejujurnya masih ia idamkan.

"Aku ingin berbicara dengamu, Fa. Boleh aku masuk ke dalam?" pinta Faris yang di respon dengan anggukan pelan.

Rindu meliputi keduanya. Hati mereka berdegup layaknya sepasang manusia yang baru saja dilingkupi rasa cinta. Semuanya terasa kembali bagi Asfa. Tatapan Faris padanya cukup mengingatkan kebahagiaan mereka semasa dulu.

Asfa tak bisa berkata apalagi karena jantungnya sangat berdegup kencang karena cinta.

Sungguh, Allah menciptakan rasa cinta. Cinta itu fitrah dari Allah, kita sebagai hambanya harus dengan cerdas membedakan mana cinta yang halal dan mana cinta yang tak halal.

Bersambung.

Bogor, 3 Dzulkadah 1438

Izinkan Aku MemilikimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang