Epilog

51.4K 2.2K 107
                                    

17 bulan kemudian.

Allah menjadikan makhluknya berpasang-pasangan. Seperti buah, hewan, begitu juga manusia. Bahkan, kelak di akhirat pun mereka akan bersama. Manusia, ada laki-laki ada juga perempuan.

Allah menciptakan nabi Adam as sebagai manusia pertama di bumi, lalu Allah pun menciptakan Hawa dari tulang rusuknya nabi Adam. Allah menciptakan mereka dan sudah Allah tulis di Lauhil Mahfuzh sebelum zaman azali.

Ketentuan yang Allah berikan adalah seorang perempuan tercipta dari tulang rusuk kekasihnya. Mau sejauh apapun, mau sebenci apapun jika ia jodohmu maka Allah akan mempertemukan. Seperti saat Allah menurunkan nabi Adam ke bumi, saat itu Ia di turunkan di India, lalu Allah menurunkan siti Hawa ke Jeddah. Bertahun-tahun mereka berkelana sendirian mencari sang kekasih,  ke sana dan ke mari namun tak pernah bertemu. Walau jarak dan waktu memisahkan mereka berdua, atas izin Allah mereka akhirnya bertemu di Jabal Rahmah yang terletak di Makkah Al-Mukarramah.

Sungguh, jika Allah sudah menetapkam sesuatu walaupun itu terdengar tidak mungkin maka itu pasti terjadi.

Ketika Allah sudah memberkahi sebuah pernikahan, Allah pasti akan merahmati pernikahan itu. Allah pasti akan memberikan cinta, rezeki, nikmat, dan keselamatan. Jika ingin mencintai sesuatu, cintailah sesuatu itu karena Allah. Kelak Allah akan menaungi hambanya di akhirat ketika ada kedua hamba-Nya yang saling mencintai karena-Nya, berkumpul karena-Nya, dan berpisah karena-Nya.

Percayalah, Allah memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Yakinlah, jika hamba-Nya yakin maka Allah akan memberikan yang terbaik dari segala yang terbaik untuk hamba-Nya.

  
  
Asfa melihat dirinya di cermin. Sebuah kaftan menjulur panjang hingga semata kakinya. Gaun putih gading keemasan itu sangat elegan dengan gaun yang berbahan satin di atasnya dan berbahan sutra di bawahnya.

Shafiyyah meraih tangan Asfa. "Henna yang kemarin aku buat sudah terbentuk dengan bagus. Kau cantik sekali, Asfa," ucap wanita berkebangsaan Arab itu.

"Iya, terimakasih Shafiyyah," seru Asfa memakai bahasa arab walaupun belum terlalu paham.

"Semoga pernikahanmu diridhai oleh Allah ya, Asfa," doa Shafiyyah.

Asfa tersenyum tipis. "Aamiin."

Seketika Rumi masuk ke ruangan Asfa dengan menggendong Farzan yang sudah genap 1 tahun. Rumi menghampiri Asfa.

"Fa, udah siap?" Rumi menepuk bahu Asfa pelan.

"Nafisa di mana, Mi?" tanya Asfa pelan.

"Nafisa digendong Anel, Fa. Tenang aja."

Asfa mengangguk.

Rumi mendongak pada Shafiyyah. "Shafiyyah, terimakasih atas bantuannya."

"Terimakasih kembali, Rumi." Shafiyyah tersenyum.

"Ya udah, Fa. Ayo kita kesana."

Asfa mengangguk. Lalu, mereka pun berjalan menuju dekat mihrab masjid Ghamama. Masjid yang berada sekitar 300 meter sebelah barat daya (sebelah timur bagian selatan) Masjid Nabawi. Dalam sejarahnya masjid ini adalah tempat di mana Rasulullah SAW melaksanakan Salatul Istiskah (sholat untuk meminta hujan).

Sebuah pernikahan yang istimewa saat menikah di sebuah kota suci Madinah, dan juga di tempat bersejarahnya utusan Allah yaitu nabi Muhammad SAW. Namun, semua rasa kebahagiaan saat menikah, saat ini rasanya sangat berbeda.

Asfa diam saat sudah masuk di ruangan yang sangat luas dengan banyaknya orang yang hadir di pernikahannya. Asfa duduk di depan tabir, di mana saat ini di hadapannya seorang lelaki sedang duduk di hadapan penghulu dan juga wali nikah, pamannya.

Hati Asfa seketika tak bisa berkutik lagi saat ia mengingat kejadian dua tahun yang lalu. Saat Asfa menunggu di sebuah kamar, lalu seorang lelaki yang tak ia kenali lalu datang menghampirinya dan memegang ubun-ubunnya sambil berdoa. Hal yang sangat indah, namun saat itu Asfa sangat tidak menyukainya.

Asfa bernapas dengan berat saat penghulu mengucapkan khutbah nikah. Sebuah proses yang mendebarkan bagi semua orang. Di dalam masjid besar ini Asfa dinikahkan secara halal. Penikahan ini dihadiri oleh keluarga Asfa, keluarga sang lelaki, rekan-rekan kerja, syaikh, para hafizh, lalu masyarakat setempat dekat Masjid Ghamama.

Hingga, saat ini pun akan terjadi. Saat pamannya menjabat tangan calon suami Asfa, lalu ia pun berakad.

"Bismillahirrahmaanirrahiim,
Ankahtuka wa Zawwajtuka Makhtubataka Asfa Asfia binti Yusuf Khairi alal Mahri watsamanin miayat milyun rubiat madfu'at naqdaan."

Dalam sekali tarikan nafas, Irfan mengucapkan sebuah ikrar suci. "Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi. Wallahu Waliyut Taufiq."

Akhirnya, sebuah kata suci itu terucap dua kali di hidupnya. Saat kata itu terikrarkan, maka Asfa sudah menjadi istri sah dari Irfan Bachari. Sebuah kenyataan yang tak bisa Asfa ucapkan.

Di Madinah ini Asfa bukan bulan madu dengan Nazmal, namun di Madinah ini Asfa di ikatkan sebuah kata suci oleh sahabat Nazmal sendiri, Irfan.

Hati Asfa begitu perih, namun Asfa harus menerimanya. Apa yang Allah telah takdirkan untuknya maka itu yang terbaik.

Asfa tersenyum tipis saat Rumi tersenyum padanya.

======Tamat======

Bogor, 11 Safar 1439 H

Izinkan Aku MemilikimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang