37. Hidup dan Mati

34.5K 1.9K 35
                                    

Sebelumnya mohon maaf jika para pembaca cukup kecewa dengan kematian tokoh utama. Namun, itu sudah dari pendirian author pada jalan cerita itu, dan juga ada yang komentar kalau kematian tokoh utama sama seperti cerita sebelah.

Oke, saya klarifikasikan ini semua berasal dari otak saya dan jujur saya itu orangnya suka menyiksa tokoh sendiri :'). Jadi, pokoknya mohon maaf saja bagi kalian. Hidup itu tidak ada yang sempurna, ya, akhi/ukhti.

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang kafir yang mengatakan kepada saudara-saudaranya apabila mereka mengadakan perjalanan di bumi atau berperang, Sekiranya mereka tetap bersama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh. (Dengan perkataan) yang demikian itu, karena Allah hendak menimbulkan rasa penyesalan di hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 156)

5 jam yang lalu.

Asfa tersenyum pada seorang apotik itu. "Mba, testpacknya satu ya."

Ia mengangguk dan memberikan senyuman yang cerah. "Kenapa, bu? Mual-mual, ya?"

Asfa mengangguk. "Iya, mbak. Dari kemarin saya mual terus dan enggak tau kenapa emosi naik turun."

"Wahh tanda-tanda tuh, mbak. Emang gejala hamil itu mual-mual, telat menstruasi, emosi naik turun, dan banyak lagi mbak."

"Iya saya juga telat menstruasinya. Semoga deh ya hamil."

"Aamiin, mbak. Semoga bisa jadi kejutan buat suaminya ya."

Asfa tersenyum malu. "Iya, suami saya ngebet punya anak dari kemarin. Saya juga kalau emang bener nyatanya hamil bakal ngasih kejutan buat suami, kasian mbak sama dia kemarin malem saya suruh beli gado-gado pas hujan-hujan."

Pelayan apotik itu tertawa kecil. "Semoga ya, mbak. Oh iya, bentar mbak saya ambil barangnya dulu ya."

Asfa mengangguk. Semoga saja semua ini akan benar terjadi. Ia tidak akan bisa membayangkan bagaimana bahagianya keluarga kecil mereka dengan kehadiran seorang anak.

"Ini mbak testpacknya," ucapnya memberikan barang itu.

"Makasih, mbak. Ini uangnya." Asfa memberikan uang.

Ia mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih, mbak. Semoga hasilnya memuaskan ya."

Asfa tersenyum dan keluar dari apotik itu. Namun, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia meraihnya dan melihat sang suami menelponnya.

Asfa mengangkat.

"Assalamu'alaikum, Asfa," ucap Nazmal.

"Wa'alaikumussalaam, mas." Asfa tersenyum bahagia mendengar suara kekasihnya itu.

"Kamu lagi di mana, Fa? Kok banyak suara mobil?"

"Aku abis dari apotik, mas."

"Ngapain? Beli vitamin ya?" tebaknya.

"Ummm, engg--"

"Fa, mas lembur ya hari ini. Soalnya mas ngurusin passport dulu sama Irfan, jadi kerjaannya di tunda."

Asfa merengut. "Iya, mas, enggak apa-apa kok."

"Makasih sayang, nanti mas pulang kok. Aku matiin ya telponnya, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumusalaam. Iya siap, mas. Asfa tunggu kok kepulangannya."

"Ya udah, mas matiin ya," izin Nazmal.

Asfa mengangguk. "Iya, mas."

Lalu, telepon pun di tutup.

Asfa memasukkan ponselnya pada tas. Ia memberhentikan taksi yang lewat dan menaikinya.

Izinkan Aku MemilikimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang