"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 33)Rumi memandang ponselnya dengan tercengang. Suatu kabar berita buruk datang lagi. Rumi memegang dadanya sambil mengucapkan istighfar berkali-kali dengan gambar yang dilihatnya kali ini.
Asfa menoleh melihat perilaku Rumi. "Rum, kenapa?"
Rumi tak menjawab pertanyaan Asfa, yang ada dia ketakutan melihat gambar yang ada di depannya. Asfa penasaran, seketika ia langsung meraih ponsel Rumi dan melihat apa yang dilihat wanita itu.
Asfa terkejut. Sebuah gambar seorang wanita bercadar tergeletak dengan bagian perut yang sudah sobek tercabik-cabik memperlihatkan organ tubuhnya. Asfa menutup mulutnya. Rasa mual langsung menjalar seketika melihat gambar itu, namun itu semua ia tahan saat melihat teks berita itu.
Dikabarkan telah terjadi pembunuhan seorang wanita bercadar yang bernama Pasha. Ia ditemukan di jalanan tergeletak dengan perut yang tercabik-cabik di mana organ tubuhnya terlihat begitu mengenaskan. Diketahui jasad ini ditemukan pada pagi hari oleh warga setempat di Cilebut Bogor, Jawa Barat oleh Rosmiati yang mencium bau busuk saat parkir dekat jalanan. Usut punya usut, ada bukti yang membuat Rosmiati yakin itu dari Gerakan Tanpa Tuhan. Rosmiati menemukan kertas yang berisi tulisan pengancaman yaitu 'Agama penipu itu akan terbunuh dihadapan kami'. Jasad korban sudah dibawa di RS Citra Nusa untuk diotopsi lebih jelas.
Asfa langsung berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan sesuatu. Rumi mengikuti Asfa sedikit panik. "Fa, kamu enggak apa-apa?" tanya Rumi langsung mengambil tisu dan memberinya pada Asfa. Asfa mengelapkan tisunya ke mulut. Ia langsung berjongkok, dan memijit pelipisnya.
"Asfa?" tanya Rumi khawatir.
Asfa menggeleng. "Aku engga apa-apa, Rum. Aku cuma ngerasa mual aja ngeliat gambar tadi."
Rumi menghela nafas. "Ayo bangun, Fa. Aku antar ke mas Nazmal yah? Dia ada ruang kerja mas Irfan." Rumi membantu Asfa bangun.
"Enggak usah, Rum. Kita di ruang tamu lagi aja," tolak Asfa.
"Ya udah Fa kalau begitu." Rumi menuntun Asfa menuju ruang tamu.
Saat sudah sampai di ruang tamu, Asfa langsung meminum secangkir air putih. Rasa mualnya masih terasa hingga saat ini. Ditambah ia melihat kejadian yang sangat mengenaskan bagi Asfa. Ia sangat benci dengan gerakan itu, mereka penyebab dari kematian keluarganya. Mereka juga membunuh para muslim dan agama lain tanpa ampun. Apa salah saudaranya? Kenapa saudaranya itu dibantai habis-habisan? Apa yang saudaranya ganggu? Kenapa, kenapa orang-orang itu menganggu dengan begitu kejamnya?
"Astaghfirullahaladziim," lirih Asfa.
Ia sungguh takut. Apa yang akan terjadi jika gerakan itu meluas? Apa Islam akan dijajah?
"Mi, aku takut," ucap Asfa ketakutan.
"Aku juga takut, Fa. Kemarin aja temen mas Irfan ada yang kena tusukan di perut. Untung aja tusukannya engga dalem."
"Iya, mas Nazmal juga bilang gitu, Mi. Aku suka ngerasa was-was kalau keluar rumah."
Rumi menghela nafasnya. "Lebih baik kita berharap yang terbaik aja, Fa. Semoga pemerintah menindaklanjuti kejadian ini, ya." Asfa mengangguk pelan.
"Fa?"
Asfa menoleh. "Kenapa, Mi?"
"Kamu sakit ya? Pucet banget, Fa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Memilikimu
SpiritualYaa ukhti, aku akan mencintaimu sebagaimana engkau mencintai Allah, dan aku tidak akan mencintaimu jika tak ada sedikit pun rasa yang ada padamu untuk mencintai Allah. =============================== Nazmal, ia adalah lelaki yang sudah menyukai Asfa...