Hal baru yang gue benci. Spongebob, warna kuning, Smurf, jamur, dan kakak senior.
Zidan Almahendra
***
Jalanan disekitar Kompleks siang ini tampak legang dan sunyi. Hanya desahan angin yang sesekali hilir mudik menerjang semak dan pepohonan.
Hingga sebuah motor berlabel Satria berwarna Darkblue, meraung membelah angin yang semula tenang.
Berjalan dengan kecepatan stabil. Sepasang hazel yang terhalang kaca helm menatap fokus ke arah jalan dan berkendara dengan hati-hati. Jalanan legang memang selalu dijadikan ajang jemping dan kebut-kebutan dengan alasan gaya, yang biasa dilakukan oleh pemuda seumurannya.Namun hal itu tidak berlaku untuknya.
Mematuhi rambu lalulintas juga selalu dipatuhinya, walau surat izin mengemudi belum tercetak atas namanya. Karna hal itu juga, ia kerap kali berurusan dengan surat tilang Polisi. Namun, mengecoh Polisi bukanlah hal sulit untuknya.
Pantulan bayang pepohonan yang tumbuh berjajar di tepi jalan meneduhi pemuda itu, perjalanan ke Sekolah jadi terasa nyaman walau sedang terik-teriknya.
Gedung yang dituju sudah terlihat sebesar kepalan tangan.
"Zidan!"
"Zidaaann.. Hey! Sebelah sini!"
"Oi!"
Pemuda itu, Zidan. Sayup-sayup mendengar seseorang memanggil namanya. Dalam helm Fullface, dahi pemuda itu mengkerut. Kelopak matanya yang tertekan membuat kedua lensanya menyipit.
Lamat-lamat ia melihat beberapa beberapa orang melambai dan meloncat-loncat ke arahnya. Lebih tepatnya, di bawah pohon asem jumbo berjarak 5m dihadapannya.
Tujuan utamanya teralihkan.
Setang pegas ia genggam lebih dalam, mempercepat laju kuda besi.
Tepat di bawah pohon yang dituju, kuda besi berhanti. Zidan mendengus sembari membuka helm, ternyata orang-orang itu adalah tiga kecebong empang yang senang sekali menempel padanya. Seolah dirinya adalah batu berlumut yang nampak pas untuk dicemili.
"Yo, Zaidan!"
Pamuda lencir dengan tanda aneh didahinya berjalan ke arah si empunya motor, menepuk keras pundak kecil dihadapannya. Zidan gelagapan dan tubuh mungilnya hampir terjungkal, helm yang belum di posisiskan dengan baik sudah terjun lebih dulu menyentuh aspal.Si empunya dongkol. Ia merutuki dirinya sendiri yang tumbuh dan puber lebih lambat dari teman-teman seumurannya. Hal serupa pun kerap kali terjadi padanya.
Tapi, bukan berarti dengan tubuh seperti itu ia mudah dijadikan bahan bully. Ia bahkan pernah menunggangi tubuh preman kekar yang merampas uang 2000 perak darinya. Dikarnakan ia cukup pandai dalam aksi bela diri. Ia juga pandai dalam taktik dan intrik, namun entah kenapa ia malah paling blo'on di kelas sifat pelupanya.
Zidan lantas meraih helm coklat kesayangannya dan mengusapnya, untung tidak rusak. Batinnya.
"Sorry, Zaidan gue refleks."
Si pelaku nyengir dan menggaruk tengkuknya saat Zidan memandangnya sengit. Terlebih karna namanya yang seenaknya diubah."Udah cukup ya, sahabat gue jadi gesrek akibat drama India. Jangan naman gue jadi korban!"
"Hehe.. Elah, gitu aja marah."
Pemuda bersurai spike coklat itu mengamati Zidan rinci, lantas mendesah dan berkacak pinggang."Ngapain loe ngelihatin gue sampe segitunya?"
"Ya loe ngapain pake seragam putih abu-abu?"
"Lah, inikan seragam SMK?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal Life
Teen FictionBuku ini, adalah otak cadangan gue. Tanpa ini gue gak akan ingat apapun. Termasuk siapa diri gue sendiri. [End]