Sial!... Apapun yang dilakukannya padaku, 'dia' tetaplah RIVAL gue.
Zidan Almahendra
***
Iren, menatap gerombolan junior baru berlalu-lalang dari Rooftop sekolah. Memperhatikan satu persatu wajah-wajah generasi baru di sana dengan sangat rinci, terlebih karna ukuran mereka hanya sebesar bola golf.
Sesekali kuku-kuku jari lentiknya ia gigiti dengan gusar, meski tidak sampai patah. Surai panjangnya yang tergerai melambai-lambai diterpa angin. Juga rok sekolah mini yang turut berkibar membuatnya harus berjaga-jaga ekstra kalau-kalau ada junior-- terutama cowok -- yang mendongak ke arahnya.
"Ada apa sih, Ren?"
Gadis berkacamata itu menoleh ke belakang. Gadis lain berseragam serupa dengan miliknya, berjalan santai ke arahnya sambil menenteng snack kacang.
"Novi!"
"Hemm.."
Gadis bernametag 'Novi' itu, hanya membalas gumaman.Duduk bersila di samping Iren sembari membuka bungkus snack yang dibawanya, dan mulai sibuk mengunyah.
"Novi, gimana nih?"
Iren bertanya gusar. Ia ikut duduk merapat ke samping Novi.
"Gimana apanya?"
"Anak itu belum kelihatan, gimana donk?"
Gadis itu kembali melontarkan pertanyaan, dengan tidak sabaran mengguncang lengan gadis lain di sampingnya."Ya, mana kelihatan kalo loe lihatnya dari sini. Iren?"
"Gue udah cari ke bawah gak ada."
"Loe udah cek absensi?"
"Udah."
"Trus?"
"Dia gak masuk." Iren menjawab lesu.
"Udah tau gak masuk, ngapain loe cari juga?"
Novi semakin gemas. Teman sebayanya ini memang senang sekali melebihkan hal-hal kecil.Sedangkan Iren mendesah. Temannya ini benar-benar tidak mengerti dengan posisinya saat ini.
"Emang, junior mana sih yang loe khawatirin?"
"Itu lho.. Yang semalem gue ceritain ke loe!"
"Emm.." Novi mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke arah dagu. Berfikir.
"Oh, smurf boy?" Ia menjentikkan jari.
"Iyaa.." Iren menjawab gemas.
Novi hanya ber-oh ria, kembali sibuk mengupas kacang.
"Kayaknya dia gak masuk karna sakit deh Nov. Ah, ini semua gara-gara Fero yang gak mikir dulu sebelum bertindak." Gadis berkacamata itu mendumel kesal.
"Emang sih, si Fero keterlaluan banget." Novi mengimbuhi.
"Trus, gue harus gimana donk? Gue ngerasa bersalah banget sama junior itu."
Iren tampak sedih. Posisinya kemarin yang tak mampu berkutik apalagi membela, semakin membuat dirinya dilanda rasa bersalah. Sebagai kakak senior, harusnya ia sigap dan adil dalam menyikapi sesuatu. Dan hal itu juga yang harusnya Fero lakukan.
"Kenapa loe gak tanya ke temen deketnya aja?" Novi memberi saran disela mengunyah.
"Ya mana gue tau temen deketnya dia siapa." Gadis itu semakin frustasi.
"Udah, loe tenang aja! Gue yakin besok tuh bocah pasti masuk sekolah lagi. Karna, kalo gue lihat dari cerita loe semalem. Tuh cowok tipe-tipe bengal." Novi meyakinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal Life
Teen FictionBuku ini, adalah otak cadangan gue. Tanpa ini gue gak akan ingat apapun. Termasuk siapa diri gue sendiri. [End]