#Page 35 - Hanya untuk Rumus

1.1K 138 8
                                    

Sungguh, kertas pemberian Fero seperti mencuci habis otak gue hanya untuk rumus semata. Melupakan mereka, melupakan segalanya.

Zidan Almahendra.


Perban di dada Zidan sudah enyah, namun fungsi organ di dalam sana belumlah stabil. Sudah terhitung seminggu, Zidan bed rest total di rumah. Tidak boleh keluar ke manapun baik itu ruang tamu sekalipun. Hanya kamar mandi yang diperbolehkan untuk ia singgahi.

Sungguh peraturan yang over.

Alasannya hanya, saat pulang dari Rumah Sakit seminggu lalu, Zidan salah masuk kamar. Ia lupa bagaimana bentuk kamarnya sendiri dan salah mengira jika ruang kerja Almahendra adalah kamarnya. Padahal di sana cuma ada sofa, kursi, meja, dan lemari penuh map. Sama sekali tidak disediakan kasur di sana.

"Gue mau kuliah. Agak lama, sama sekalian jemput Bokap di stasiun. Baik-baik di kamar!" nada ucapannya terdengar begitu malas saat nama sang Ayah harus ia ucapkan. 

Zidan yang tengah berkutat dengan begitu banyak kertas A4 di atas kasurnya hanya berdehem singkat. Tanpa repot-repot mengalihkan pandangan pada Aldan yang juga tidak memfokuskan pandangan pada kegiatan sang adik. Mengatur waktu di arloji yang melingkari pergelangan tangan kanannya jauh lebih penting.

"Inget, bedain mana kamar tidur, mana kamar mandi. Mana pintu mana jendela. Gue kunci pintu kamar Loe bukan berarti Loe bisa bebas nyelonong lewat jendela dan menganggap jendela sebagai sama-sama pintu!" lanjutnya mengoceh panjang lebar. Memberi wejangan.

"Ya." balas Zidan singkat.

"Gue udah pisahin pasta gigi sama sabun cuci muka. Baca dulu tulisannya kalo Loe lupa lagi!"

"Hmm ..."

"Mungkin sepuluh menit lagi, Mama Pulang buatin sarapan. Makan, jangan gak makan!"

"Ya."

"Siang nanti temen-temen Loe, mungkin dateng lagi buat nemenin Loe."

"Hmm ..."

"Loe sibuk bikin apa sih?"

Selesai dengan urusan jarum jam di balik kaca arloji, barulah Aldan melihat kegiatan yang sedari tadi dilakukan Zidan. Pemuda mini itu terlihat sangat fokus menulis sesuatu di kertas A4, dan menyamakannya dengan yang ada di buku. Entah buku apa itu, Aldan pun tak tau. Jadilah ia mendekat seraya bertanya. Namun begitu gerakan sang Kakak tiri tertangkap lirikan Zidan, adiknya langsung menutupi semuanya dengan selimut.

"Bukan urusan, Loe!"

"Jelas urusan Gue, Gue kakak Loe!"

Plak!

Ditepisnya kasar tangan Aldan yang hendak membuka selimut seraya mengancam, "Loe buka, Gue puasa seharian penuh!"

"Alhamdulillah." 

"Gak pake niat tapi!" ralat Zidan kesal.

"Trus puasa apaan gak pake niat?" Aldan mengerutkan kening sok bingung. Berasa kangen menjahili adiknya.

"Gue ini lagi ngancem, paham gak sih Loe? Ngan--cem!" sanggahnya cepat.

"Ooh ... Lagi ngancem." Aldan manggut-manggut dan bersedekap. Sok baru tau, padahal udah tau. Raut kesal adiknya itu bikin gemes.

Journal LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang