#Page 31 - Ibu

1.9K 197 17
                                    

Ibu ...

Hanya kata itu, yang tertera jelas dalam benak selain kata Sakit dan sakit.

Zidan Almahendra.





"Pak, ini kapan selesainya?"

"Nanti siang sudah Oke, Mas!"

Siang?

Apa kabar adiknya bila ia harus menunggu hingga nanti siang?

Saat perjalanan pulang, Bus yang mereka tumpangi mengalami pecah ban. Sepasang sekaligus. Jadilah mereka kini harus menunggu Montir memperbaiki satu-satunya kendaraan yang disewa Sekolah untuk Tour. Diantara mereka ada yang berdiri, ada yang duduk, ada juga yang lesehan di rumput. Mereka sudah seperti sampah tak berguna yang tercecer di pinggir jalan.

Menjadi bahan perhatian tiap pengendara yang lewat.

"Kak?"

"Tolong ... Jangan katakan apapun!"

Gadis berkepang itu langsung bungkam. Kesal namun iba. Kesal karena kekasihnya berubah sedikit kasar selama mereka berada di Maluku, namun ia juga iba akan keadaan yang tak memihak Aldan. Padahal dirinya harus segera pulang untuk sang adik yang tengah sakit.

Yah, yang ia ketahui memang hanya sebatas itu. Aldan tak menjelaskan lebih detil. Ia mencoba untuk mengerti. Jadilah ia hanya diam saja, mengelus surai Aldan yang rebahan dengan menjadikan paha mulusnya sebagai bantal.

Aldan tengah terpejam sekarang, sebelah lengan ia gunakan untuk menutup wajah. Ia bukannya tidur, namun tengah berfikir.

"Kak, Hpmu bunyi!"

Barulah raut lelah itu Aldan tampakkan. Ia terima ponsel full screen yang disodorkan gadisnya, dan segera menerima panggilan setelah membaca nama si pemanggil, tanpa repot-repot berganti posisi.

"Ma? Gimana, Ma? Adek ... Adek gimana?" Raut lelahnya kini berpadu panik.

"Kenapa kamu masih belum pulang juga, Aldan!"

Suara di seberang sana sedikit membentak.

Aldan meneguk saliva sebelum berbicara. "Bus Sekolah lagi mengalami kendala di perjalanan. Kemungkinan siang nanti, Aldan baru bisa pulang."

"SIANG?!"

Dapat ia dengar dengan jelas emosi yang berusaha ditahan lewat nafas Mamanya. Aldan semakin dibuat bersalah.

"Mama gak tau apa yang terjadi, tapi yang pasti ... Mama cuma denger suara shower di dalam kamar mandi tempat adikmu dikurung, dan pas Mama panggil gak ada sahutan!"

Sekarang ia harus mendengar Mamanya menangis. Oh, Tuhan. Jika bisa, Aldan ingin sekali berlari pulang saat ini juga.

"Kunci cadangan dibawa semua sama, Papa kamu ... Hik ... Mama gak tau musti gimana-"

Tut ... Tut ... Tut!

"Ma? Mama? Halo! Halo!"

Gadis yang ia jadikan sandaran dibuat terperanjat oleh Aldan yang tiba-tiba beranjak dari rebahan dan meraup wajah sendiri. Keresahan dalam dirinya semakin mengambang ke permukaan. Gadisnya tampak sangat khawatir, namun juga tak tau harus berbuat apa karena Aldan tak pernah mau terbuka sepenuhnya jika sudah menyangkut masalah keluarga.

"Apa yang terjadi?" Namun ia memutuskan untuk tetap bertanya, meski takut-takut.

"Panggilannya terputus!"

Journal LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang