#Page 21 - Ayah Pulang

2.3K 292 13
                                    

Gue ingat, udah lama gak gelut sama si 'Jerapah'. Dan setelah berkali-kali kalah, akhirnya hari ini gue bisa mencium harum kemenangan.

Zidan Almahendra

Pukul 19:20.

Aldan memasuki kamar rawat adiknya dengan wajah lusuh. Kemeja biru yang dikenakannya bahkan sudah tidak terkancing lagi, menampakkan kaus putih di baliknya. Kausnya pun telah basah karena keringat.

Sambil menghempaskan tasnya ke atas sofa, ia menghela nafas panjang-panjang dan dengan entengnya menjatuhkan tubuh di samping Zidan yang menatapnya kesal sejak pertama masuk.

Karena ranjang yang sempit, jadilah tubuh mungil Zidan tertindih tubuh besar Aldan.

"Minggir WOI! Bau loe udah gak ada bedanya sama buah busuk, tau!" pria kecil itu pun langsung bersungut dan mendorong-dorong tubuh Aldan yang langsung pura-pura terkejut.

"Oh? Ada orang ya? Kirain guling tadi." celetuknya seraya berlalih menjatuhkan diri di atas sofa.

"Dari mana aja loe, jerapah? Tengah malem gini baru pulang." Zidan Celoteh sok menasehati. Ia telah mengubah posisinya menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Dari kuliah, Nyil. Dan juga. Ini baru jam setengah delapan." Aldan menguap lebar dan beringsut membaringkan tubuh di sana. Menggunakan tasnya sendiri bagai bantal.

"Haaahh... Capek banget hari iniii..." desahnya kemudian memejamkan mata hendak tidur.

Zidan sendiri langsung meraih ponsel di atas nakas. Menghitung jari untuk memastikan, angka 19 di ponselnya itu menunjukkan pukul berapa?

Setelah dirasanya benar, ia kembali menoleh ke arah kakak tirinya yang akan tidur dengan kondisi berantakannya itu.

"OI! Belom mandi belom apa-apa udah mau tidur aja loe? Ruangan ini jadi bau asem gara-gara loe tau!"

"Berisik, Cebol!"

Wajah Zidan langsung merah. "Loe bilang gue apa tadi?" suaranya pelan, namun sarat akan rasa geram. Ia bahkan sudah turun dari ranjang dengan bebas karena tangannya sudah tak lagi di infus.

"Cebol, boncel. Yah, sejenis itu lah Nyil." Aldan menjawab tanpa membuka mata.

GUBRAKK!!

"Kurang asem loe! Sejak kapan nama gue jadi berlipat ganda kayak gitu hah?"

Zidan telah melompat ke atas perut Aldan yang langsung mengaduh. Ia mencengkeram kedua pergelangan Aldan yang semula menutupi wajah. Terpaksalah kakak tirinya itu kembali membuka mata.

"Dasar Tiang! Jerapah! Onta sawah!"

Aldan tergelak. "Yang di sawah itu kerbau bego!"

"Bodo!"

Aldan menyeringai. "Loe pikir loe bisa menang gitu, dari gue? Satu abad bahkan masih terlalu cepat buat loe bisa ngalahin gue." ledeknya.

Aldan menarik salah satu tangannya yang terbelenggu dengan sangat mudah. Zidan yang kwalahan dengan sigap hendak menahan tangan Aldan lagi, tapi kakak Tirinya udah keburu bangkit duduk. Mengetahui ia lagi-lagi akan kalah, Zidan melompat turun dan hendak berlari keluar kamar.

Namun, baru satu langkah. Aldan sudah menarik kerah kemeja rumah sakit yang dikenakannya lebih dulu. Membuat adik tirinya itu terjungkal ke belakang dan terduduk di lantai dengan bunyi gedebuk yang cukup keras.

Aldan ikut jatuh terduduk di bawah dengan salah satu tangannya memiting leher Zidan. Menarik pemuda itu berbaring di pangkuannya dan menekankan kepalan tangannya yang lain pada surai lebat Zidan.

Journal LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang