#Page 5 - Sick*

5.1K 437 4
                                    

Gue menemukan sentuhan lembut Ibu, malam ini.

Zidan almahendra

***

Sisa - sisa derai hujan meninggalkan aroma khas yang begitu segar. Jejak-jejak bening menghias diri di dedaunan pada setiap pepohonan. Luruh, dan menetes kebawah terserap tanah lembab.

Beberapa, menghias diri di jalanan beraspal. Menempati daerah-daerah cekung, juga lubang sekecil apapun.

Menjadi genangan-genangan bening yang tampak berkilau terpapar cahaya lampu.

Sebuah fenomena pasca hujan yang tak lagi asing dimata masyarakat. Bahkan cenderung terabaikan oleh mereka yang awam dan acuh pada alam.

Purnama malam ini tampak begitu agung. Awan-awan altokumulus melingkari dirinya, seolah tunduk pada kekuasaannya. Semuanya tergambar jelas pada sebuah genangan air yang jauhnya berjuta-juta kilometer di bawah sana.

Namun..

BRUMM...... SPRAATT!!..

"Yah, belepotan dah mobil gue."

Deruman mesin disusul umpatan seorang pemuda berkemeja biru hitam datang, bersamaan dengan ban hitam yang melindas pantulan indah itu dengan tidak elitnya.

Pemuda itu mengambil tasnya dari kursi kemudi dan menentengnya ke dalam rumah. Menghiraukan jeep putih kesayangannya kini penuh bercak coklat.

Sepi.

Suasana yang ia dapati ketika sampai di dalam rumah.
Suasana yang biasa baginya, dikarnakan sejak kecil ia sering ditinggal sang Ibu seorang diri.

Ia melirik jam coklat bundar yang menempel di dinding dekat TV.

Pukul, 01 : 20.

Ia mendesah. Pantas saja kompleks terasa sepi, menumpuknya tugas kuliah membuatnya pulang hingga selarut ini.

"Anak itu pasti sudah tidur." Gumamnya. Ia melangkah mendekati kamar mandi yang memang berada di lantai bawah. Memutuskan untuk segera membersihkan diri dan tidur.

Kamar mandi tidak tersedia disetiap kamar seperti rumah-rumah orang terpandang pada umumnya. Kata 'sederhana' begitu diterapkan dirumah itu. Tidak ada kolam renang. Hanya ada taman depan dan pekarangan belakang yang hanya dihuni dua pohon berukuran sedang. Rumah bernuansa putih biru yang terlihat minimalis tanpa ada kesan mewah, meski pemilik rumah terbilang kaya.

Usai membersihkan diri. Aldan, bergegas menuju kamar dengan hanya memakai handuk.

Sesampainya dikamar bernuansa coklat, ia mendapati adik tirinya telah bergelung didalam selimut tebal. Aldan tersenyum tipis, berlalu kearah lemari. Mengambil asal kaus oblong abu-abu dan jeans selutut.

Setelahnya, ia menghempaskan tubuhnya ke atas springbed kingsize disamping Zidan. Diliriknya pemuda yang tengah meringkuk membelakanginya.

Aldan mengernyit, ada yang aneh dengan adik tirinya itu. Tubuh mungil itu tampak gemetar, ia juga mendengar jelas desahan parau adik tirinya itu.

Merasa ada yang tidak beres, Aldan beringsut mendekati sang adik. Ditariknya tubuh itu hingga telentang.

Panik seketika menjerat dirinya, saat didapati wajah imuet itu pias. Bahkan bibir pemuda itu hampir membiru. Menggigil, dan mendesah-desah kedinginan. Nafas pamuda itu juga terdengar berat.

"Bisa sakit juga dia ternyata." Aldan menggumam.

Jika siempunya mendengar, ia pasti sudah mencak-mencak. Aldan menggerakkan tangannya, menyentuh dahi Zidan. Panas. Tangannya kembali tergerak, menarik selimut yang membungkus tubuh adik tirinya.

Journal LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang