Keluarga baru ??Kenapa harus ada keluarga baru kalo gue udah bahagia dengan keluarga lama gue?..
Zidan almahendra
***
" Zidaaaaaaannn..!! Cepat turun!!"
Suara berat nan tegas menggelegar dari lantai dasar. Membuat pemuda yang tengah berkecipung dengan busa sabun mendengus kesal, memaksanya tuk segera mengguyuri buih-buih putih di tubuhnya dengan air. Mengakhiri ritual paginya.
-
Hawa panas mengepul menciptakan kepulan asap yang kemudian menguar dipecah angin, menyebar membagikan aroma khas dari setiap makanan yang tersaji rapi di atas meja persegi panjang. Air liur yang terpanggil seakan ingin menjebol keluar, namun si pemilik mulut terlalu pintar untuk menyembunyikannya. Kata 'Lezat' langsung tercetak di dalam otak walau indra pengecap belum memulai tugasnya.
Namun semua itu tidak berlaku untuk pemuda berkulit putih yang terpaksa ikut andil dalam kumpulan keluarga pagi itu, sarapan bersama lebih tepatnya.
Diantara seluruh anggota keluarga, pemuda itulah yang paling menonjol. Rambut basah yang awut-awutan membuatnya terlihat paling berantakan.
"Zidan, kamu belum sisiran?
Rambutmu berantakan sekali.""Tanpa sisiran pun Zidan tetap
tampan."Pria paruh baya yang awalnya menyorot tajam, hanya mampu melenguh pasrah menghadapi putranya yang satu itu. Mau bagaimana lagi, sifatnya memang sudah seperti itu sejak lahir.
Sedang si-empunya sibuk mengaduk masakan dipiringnya dengan enggan. Tanpa ada selera tuk memasukkan bulir-bulir nasi bertemankan lauk dihadapannya menyambangi perutnya yang telah demo minta diisi.
"Emm.. Zi-Zidan, kenapa makanannya
tidak dimakan?"
Wanita paruh baya yang duduk dihadapan Zidan bertanya dengan tergugu. Bagaimanapun juga, wanita itu masih mengingat jelas amukan pemuda bersurai legam itu saat pertamakali bertemu dengannya."Malas."
Jawabnya, tanpa mengalihkan pandangan."Zidan sopan sedikit kalau bicara! Sekarang dia adalah ibumu, panggil dia Ibu!"
"Ibuku hanya istri pertama Ayah."
"Kalau begitu panggil dia Mama!"
Zidan berdecak kesal dan menatap kearah wanita yang tersenyum manis padanya. Bagaimanapun ia harus berlaku sopan pada Ayahnya, namun pada wanita itu...
Sepertinya tidak."Baiklah-baiklah.. Mama muda."
"ZIDAN !!!"
Sontak teriakan tegas menggetarkan rumah itu. 'Kesabaran ada batasnya', mungkin itulah penyebabnya. Wanita paruh baya itu mencoba menenangkan suaminya yang tersulut emosi. Ia juga berusaha sabar menghadapi tingkah pemuda itu, ia harus sadar diri mengingat dia yang notabennya hanya seorang ibu tiri. Masing-masing mereka masih harus menyesuaikan diri dengan keluarga baru mereka.
Sedang pemuda lain di ruangan itu hampir tersedak nasi yang ia santap karna menahan tawa. Entah ia tertawa karna ibunya dipanggil dengan sebutan menjijikkan, atau karna adik angkatnya yang rada kurang waras. Sedari tadi hanya pemuda itulah yang bisa sarapan dengan tenang, hingga hanya tersisa satu suapan nasi dipiringnya.
Tak peduli dengan teriakan serta iris tajam sang ayah, Zidan lebih memilih memandangi pemuda di sampingnya yang masih sibuk menahan tawa sambil menutupi mulutnya yang mungkin saja masih penuh.
"Loe kenapa?... Ayan?"
Uhuk..
Kali ini ia benar-benar tersedak."ZIDAANN...!!!"
🍂🍂🍂Tbc...
Hallo.. !!
Salam kenal..
Ini cerita pertamaku, maaf jika kurang memuaskan. Jika ada kesalahan silahkan langsung coment kakak-kakak!!..
Untuk nex, tergantung permintaan aja..
Cerita atas saran kak #Triyanti_Fitri.
Hallo kakak.. Makasi saran & supportnya yaa..Jangan lupa vomment &
Sampai jumpa di chap selanjutnya..***
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal Life
Teen FictionBuku ini, adalah otak cadangan gue. Tanpa ini gue gak akan ingat apapun. Termasuk siapa diri gue sendiri. [End]