Ayah ... Seperti bukan Ayah.
Zidan Almahendra.
"Kamu ini ceroboh sekali! Kenapa sampai lupa mengingatkan adikmu? Liat kondisinya sekarang."
Hening.
Banyak sekali raga bernyawa dalam kamar Zidan sore itu. Ketiga sahabat yang beralih jabatan menjadi kacung, ditambah Bambam yang membawa serta beberapa teman dari Gandhara. Bermaksud menjenguk. Mereka bertamu sejak tadi siang.
Namun semuanya tampak memberi ruang penuh untuk Alis mengomeli putra kandungnya. Di depan teman-teman sang adik harga diri Aldan serasa anjlok.
"Aldan udah pesan kok, Ma tadi tadi pagi sebelum Aldan berangkat Kuliah." sanggah Aldan pelan.
Ia sekarang berdiri di samping ranjang Zidan, sedang Alis duduk di tepian kasur. Tatapannya yang semula keras menyorot putra kandungnya, beralih lembut saat menatap wajah pucat putra tirinya yang bersandar pada kepala ranjang. Ia memang masih sedikit mual dan lemas karena lagi-lagi mengkonsumsi obat yang jelas-jelas dilarang, tapi tidak separah tadi pagi. Salahkan saja Alis yang terlalu khawatir.
"Bener yang dibilang, Bang Al, Sayang?"
Zidan menggeleng, dusta.
Sorot keras sang Ibu kembali ke Aldan lagi. Aldan sampai bingung sebenarnya yang anak kandung Alis di ruangan ini siapa sih?
"Ma---"
"Gak usah pake merengek! Mama maafin kamu, mungkin kamu memang lagi lupa. Tapi jangan lagi, okey! Mama, ke kamar dulu nemuin Ayah."
Dikecupnya sayang dahi sang Putra tiri, Alis kemudian berlalu dari kamar Zidan. Meninggalkan hening yang lagi-lagi melatari suasana.
"Dek, emang beneran lupa? Sama pesan-pesan Bang Al tadi pagi."
Tak ingin salah sangka, Aldan akhirnya bertanya pada Zidan yang seketika membekap mulut, menahan tawa.
"Sorry, Bang. Abisan, tampang ngenes Loe itu menghibur banget. Ahaha." tawanya keluar.
"Jadi Loe gak lupa?" ulang Aldan.
Zidan menggeleng, masih sambil cengengesan. Namun kali ini cekikikan dari beberapa teman sang adik ikut menyusul. Membuat Aldan dongkol setengah mati.
"Emang dasar adik laknat! Sekarang mana obatnya? Biar Gue buang."
Zidan menggeleng. "Udah dibuang duluan sama, Mama."
Bohong. Obat itu bersembunyi di balik bantal.
"Kalo gak lupa, kenapa masih Loe minum obatnya?"
Skak. Pertanyaan Aldan selanjutnya seakan menjebak. Zidan berfikir ini serangan balasan karena telah menjatuhkan pamor sang kakak. Padahal Aldan serius bertanya. Sekarang, Zidan harus berbohong seperti apa lagi?
📖📖📖
Alis tersenyum hangat begitu masuk kamar, mendapati Almahendra tengah berkutat melepas simpul dasi di depan jendela. Alis mendekat, memeluk pinggang sang suami dari belakang. Berasa rindu. Suaminya ini sangat sibuk sampai sangat jarang mereka bisa bertatap muka dengan sang kepala keluarga termasuk dirinya.
"Zidan ... Gimana keadaannya?"
Tanpa menoleh, Almahendra membuka suara. Ia membiarkan saja tangan mungil sang Istri melingkari perutnya.
"Belum baik."
"Segitu parahnya?"
"He'em."
"Memang berapa hari dia di dalam kamar mandi? Bukankah hanya sehari semalam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal Life
Teen FictionBuku ini, adalah otak cadangan gue. Tanpa ini gue gak akan ingat apapun. Termasuk siapa diri gue sendiri. [End]