Part 9

3K 74 3
                                        

3 bulan sudah berlalu setelah Darla dan Devan selesai berbulan madu. Kini Darla hanya berdiam dirumah mengingat Devan melarangnya untuk kembali bekerja di perusahaannya, Haesung Inc.

Tentu saja, Darla merasa sedih dan kecewa karena dia sangat menyukai bidang pekerjaannya sebagai marketing di Haesung Inc. Tapi apa yang bisa dia lakukan, dia tidak berani menentang keputusan suaminya.

Makan.. Tidur.. Makan.. Tidur.. Makan.. Tidur.. Itulah kegiatan yang sekarang Darla jalani. Jangan ditanya lagi tentang bagaimana dengan pekerjaan rumah, karena tentu saja Devan lebih mempercayakannya pada asisten rumah tangga daripada Darla.

"Devan, tunggu" Darla berlari menghampiri Devan dan menahan lengan suaminya itu ketika dia hendak masuk ke dalam mobil untuk berangkat kerja.

Devan menatap datar Darla selama beberapa detik sebelum dia mengalihkan pandangannya ke tangan Darla yg kini menyentuhnya. Ya, Devan tidak suka ketika Darla menyentuhnya tanpa ijin.

"Ah, maaf" dengan cepat Darla melepaskan genggamannya dari lengan Devan.

"Dev"

Darla hanya diam menatapnya, dia tidak mengerti kenapa Devan memanggil namanya sendiri.

Darla menyipitkan matanya dan mencoba meyakinkan apa yang baru saja dia dengar, "Apa?"

"Berhenti memanggilku Devan. Kau hanya perlu memanggilku Dev" lanjut Devan yang membuat Darla menganggukkan kepalanya yang menandakan bahwa dia mengerti.

"Ada apa?" tanya Dev masih dengan muka datarnya.

"Hari ini.. aku.. ada acara, dan.. sepertinya.. akan pulang telat" ucap Darla hati-hati mengingat setelah menikah dia tidak pernah keluar rumah kecuali untuk menemui kedua orang tua mereka. Kini Devan dan Darla tinggal di rumah yang Devan beli dengan uang hasil kerja kerasnya sendiri selama bekerja. Sebenarnya, William dan Marioline sudah membelikan rumah untuk mereka, hanya saja Devan menolak.

"Sampai jam berapa?"

Tentu saja pertanyaan Devan akan membuat siapapun yang mendengarnya beranggapan bahwa keduanya memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan penuh kehangatan dan kasih sayang.

Namun sayangnya tidak seperti itu, sebenarnya Devan tidak peduli dengan apa yang Darla lakukan. Bahkan Devan tidak masalah jika Darla tidak pulang. Hanya saja, semua ini bermula ketika Darla pergi dengan Marioline hingga larut malam. Entah bagaimana mengatakannya, hal itu membuat Devan marah besar karena dia tidak bisa menahan hasrat seksualnya saat itu yang benar-benar menginginkan tubuh Darla.

"Tapi.. aku belum tau sampai jam berapa"

"Biar John yang mengantarmu" ucap Devan dan hendak membuka pintu mobil sebelum Darla kembali menahannya.

"Aku.. bisa.. pergi.. sendiri" suara Darla semakin pelan hingga tidak terdengar. Darla tidak berani menatap Devan karena ini adalah kali pertamanya dia menentangnya.

"Apa kamu bilang?"

Mendengar pertanyaan Devan yang terdengar dingin membuat nyali Darla menciut. Dia hanya menggelengkan kepalanya, "Aku.. akan pergi dengan sekertaris John"

Dan benar saja, John sudah bersiap di depan rumah setelah beberapa menit Dev sampai di kantor.

Darla menghembuskan napas panjang menatap John yang berdiri di salah satu mobil milik Dev yang akan digunakan untuk mengantarnya hari ini.

Sebenarnya hari ini Darla mendapatkan jadwal wawancara untuk bekerja part time disalah satu toko roti favoritnya. Mengingat tempatnya cukup jauh dari rumah, maka dari Darla tidak bisa memprediksikan berapa lama waktu yang dia butuhkan dengan menggunakan bus umum.

Touchable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang