"Hallo!!!" sapa Kanya sambil memasang senyum lebar.
Mentari melihat Kanya sekilas kemudian cewek itu tersenyum kecil, "Hallo juga, Nya..." sapa Mentari.
"Udah ngerjain PR Seni Budaya belum?" tanya Kanya seraya meletakan tas ranselnya diatas kursi.
"Udah. Kenapa emang?" Mentari bertanya balik. Ia memperhatikan Kanya yang duduk disebelahnya.
Kanya menggeleng. "Enggak kenapa-kenapa... Gue kira lo belum." sahut Kanya.
Mentari kembali terdiam. Ia melamun. Yang pasti, Mentari tidak melamun yang jorok-jorok.
Entah sudah berapa lama Mentari melamun. Pandanganya kosong. Untung saja, seseorang menepuk bahu Mentari. Jika tidak, mungkin sebentar lagi Mentari akan berteriak 'AING MAUNG!!!'.
"Ngelamun aja!" tegur Kanya yang entah baru dari mana.
Mentari sempat terkejut. Bahkan cewek itu sampai mengelus dadanya saking kagetnya. "Kenapa?" tanya Mentari setelah jantungnya berdetak dengan normal.
Kanya nyengir, "Enggak... Lagian lo ngelamunin apa sih? Sampe dipanggil gak nyahut-nyahut." keluh Kanya yang ternyata dari tadi memanggil Mentari.
"Gak ngelamunin apa-apa kok..." sahut Mentari seraya memasang senyum tipis.
"Cowok, ya?" tanya Kanya usil. Mentari menggeleng.
"Pelajaran?" Mentari menggeleng.
"Keluarga?" Mentari menggeleng.
"Ayah lo?" Mentari menggeleng.
"Jingga?" Mentari langsung menoleh kearah Kanya dan melayangkan tatapan horor pada Kanya.
"Enggak! Enak aja gue mikirin dia! Buang-buang waktu tau gak?!" sahut Mentari nyolot.
Kanya mengernyit, "kok elo nyolot sih? Gue kan nanya baik-baik." ujar Kanya.
Mentari mendengus sebal. "Lagian lo nanya yang enggak-enggak." kesal Mentari.
Kanya memasang senyum kecil. Cewek itu mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue kira. Tapi bagus lah." ujar Kanya.
Sekarang, giliran Mentari yang mengernyit heran. "Maksud lo?" tanya Mentari heran.
Kanya seketika menoleh kearah Mentari dan menatap Mentari dengan gugup. "Ma—maksud gue, bagus lah lo gak pikirin Jingga. Buang-buang lo waktu aja." ujar Kanya. Ia menyengir.
Sedangkan Mentari, ia hanya mengangguk. Ia menangkap sesuatu yang aneh dalam diri Kanya.
[•••]
"Sudah berkumpul dengan kelompok masing-masing?" tanya Bu Ana, guru seni budaya, pada anak-anak kelas XI-IPS 5.
"Sudaaaah...." jawab mereka serempak.
Mentari mendengus. Bisakah ia berganti kelompok? Dirasanya, ini benar-benar tidak adil.
Awalnya, Mentari ingin satu kelompok dengan Hadian—seorang murid yang jago bermain alat musik. Namun, lengan Mentari ditarik oleh Kanya yang ternyata satu kelompok dengan Jingga, Galang, dan Kelvin. Cowok-cowok absurd dikelas Mentari.
Usut punya usut, ternyata kelompok mereka kekurangan satu anggota. Karena, syarat dari Bu Ana adalah bahwa satu kelompok harus terdiri dari lima orang.
Akhirnya, mau tak mau, Mentari harus ikut kelompok cowok-cowok absurd itu. Cuman sementara aja, pikir Mentari.
"Oke, harap diam, anak-anak!" interupsi Bu Ana. "Ibu membuat kelompok begini karena ibu akan mencari bakat-bakat terpendam anak-anak kelas XI-IPS 5." lanjut Bu Ana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Teen FictionJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...