"Non Mentari?"
Seseorang mengetuk pintu kamar Mentari berulang-ulang. Membuat cewek itu terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
"Non Mentari?"
Pintu kamarnya diketuk lagi. Dengan malas, Mentari berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Bi, masih pagi..." keluh Mentari yang masih mengantuk.
"Non, Non Mentari teh gak inget kalau sekarang Ayah nikahan?" tanya Bi Dini.
Mentari menunduk sebentar. Mencoba mengumpulkan nyawanya yang masih tertinggal entah dimana.
"Non, ayo atuh siap-siap." ajak Bi Dini.
"Bentar, Bi. Emang sekarang tanggal berapa, ya?" tanya Mentari heran.
"Sekarang teh tanggal 23, Non," jawab Bi Dini. "Masa Non Mentari lupa kalau sekarang Ayah nikah?" tanya Bi Dini lagi.
Mentari tertegun. Ia baru ingat jika Ayahnya akan menikah. Atau lebih tepatnya menikah lagi. Ia menepuk jidatnya.
"Ya ampun, Bi! Aku lupa!" panik Mentari.
"Ya udah atuh, Non Mentari mandi dulu. Bibi mau nyiapin baju Non Mentari dulu," Bi Dini tersenyum sopan. "Non Mentari mau sarapan apa? Biar sekalian Bibi siapin."
"Roti sama sereal aja, Bi," jawab Mentari. "Sama teh manis." lanjutnya.
"Siap, Non! Nanti bajunya Bibi gantung, ya..." ujar Bi Dini seraya pergi dari hadapan Mentari.
Mentari bersandar pada kusen pintu kamarnya. Ia memijat pelipisnya. Ia bingung kenapa ia bisa lupa dengan pernikahan Ayahnya sendiri.
Mentari berjalan menuju tangga rumahnya. Ia melongokan kepalanya ke bawah. Benar saja. Di lantai bawah rumahnya sedang ramai. Banyak sekali orang di bawah sana. Bahkan ia bisa melihat neneknya tengah membantu Ayahnya bersiap-siap.
"Elah... Malah nontonin orang-orang yang lagi sibuk!" gemas Mentari pada dirinya sendiri. "Bukannya siap-siap elo mah!"
[•••]
Mentari bercermin sekali lagi. Memastikan bahwa make-up yang ia pakai tidak terlalu tebal untuk gadis remaja seusianya.
Ia tersenyum kecil saat melihat gaun yang sudah disiapkan oleh pembantunya.
"Bunda, semoga hari ini nikahan Ayah berjalan lancar, ya," Mentari tersenyum getir saat wajah Bundanya terbayang di dalam otaknya. "Doain dari atas sana ya, Bun. Tari kangen Bunda..." lirih Mentari.
Ia berusaha agar tidak meneteskan air matanya demi menjaga make-upnya.
Sekali lagi Mentari menatap gaunnya. Kali ini senyumnya mengembang. Bukan senyuman getir lagi.
"Gue harus ikhlas demi ngeliat Ayah bahagia." ujarnya menyemangati dirinya sendiri.
Akhirnya Mentari memakai gaunnya. Gaun berwarna putih sederhana itu Mentari pilih sebagai gaun yang akan mengiringi pernikahan Ayahnya.
"Perfect..." Mentari memuji dirinya sendiri. Ia menenteng sepatu wedges yang akan ia pakai. Sebenarnya jika boleh memilih, Mentari lebih baik memakai sneaker saja daripada memakai wedges dengan hak tinggi itu. Ia tidak suka.
"Non Mentari? Aduh... Cantiknya..." puji Bi Dini saat berpapasan dengan Mentari di tangga. Ia memandang Mentari dari atas sampai bawah.
"Makasih, Bi..." sahut Mentari seraya tersenyum.
Hari ini Mentari memang tampak berbeda. Rambut panjangnya ia ikat dan terdapat hiasan yang menempel pada rambutnya. Tidak lupa wajahnya ia lapisi dengan make-up. Ditambah lagi gaun putih sederhana yang melekat di tubuh Mentari. Walaupun tampilannya sederhana, tetap saja terlihat elegan dan cocok untuk gadis remaja seusia Mentari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Teen FictionJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...