[12] Kesedihan Mentari

113 5 0
                                    

Mentari menghapus air matanya yang lagi-lagi jatuh tanpa persetujuannya. Cewek itu terisak. Tangannya sibuk memasang dasi di kerah seragam sekolahnya.

Semalam, Mentari habis dimarahi oleh Ayahnya, gara-gara pulang duluan, tanpa pamit, dan tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Terkesan seperti anak yang tidak pernah di didik menurut Herdinan.

Malam itu, Herdinan terlihat sangat marah. Padahal, sebelumnya Herdinan tidak pernah semarah itu pada Mentari. Marahnya Herdinan karena laki-laki itu khawatir dengan anak gadisnya yang pulang duluan, bahkan tanpa pamit.

Mentari telah siap untuk berangkat ke sekolah. Kantung matanya sedikit menghitam dan bengkak. Bahkan, kepala Mentari terasa pusing. Setelah dimarahi Herdinan, Mentari langsung menangis di kamarnya. Bahkan, saat dimarahi oleh Ayahnya, Mentari sempat menyatakan keberatan atas keputusan Herdinan tentang 'Ibu baru' Mentari.

"Bunda..." lirih Mentari. Tangisnya pecah kembali saat wajah almarhumah Bundanya kembali melintas di memori otak Mentari.

Mentari menghentikan tangisnya dengan susah payah. Cewek itu keluar dari kamarnya dan berjalan dengan lesu ke lantai bawah. Dilihatnya, jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukan pukul 06.27 WIB.

Saat melewati ruang makan, samar-sama Mentari mendengar suara Herdinan sedang mengobrol. Entah dengan siapa. Karena tingkat ke kepoan Mentari meninggi, akhirnya cewek itu mengintip. Ternyata, orang yang sedang mengobrol dengan Ayahnya adalah Caroline. Calon Ibu baru Mentari. Seketika, Mentari kembali merasakan sesak dan matanya kembali memanas.

Merasa diperhatikan, akhirnya Caroline menoleh dan menemukan Mentari tengah mengintipnya. Dengan senyum hangat, perempuan itu berkata, "Mentari, sini. Kita sarapan bareng," ajak Caroline hangat.

Mentari mendengus. Aksi ngintip Mentari ketahuan. Alias terciduk. Akhirnya Mentari menampakkan dirinya seutuhnya. Lagian, Mentari tidak mau bintitan gara-gara ngintip orang lain.

"Enggak, makasih atas tawarannya. Tapi aku udah kenyang." sahut Mentari dengan nada suara datar.

Herdinan mengernyit heran saat mendengar jawaban Mentari. Seingat Herdinan, Mentari belum makan apa-apa pagi ini. "Kamu belum makan apa-apa. Kok bisa kenyang?" tanya Herdinan.

Mentari mendengus. "Aku kenyang makan bentakan Ayah!" ketus Mentari yang kemudian berlalu dari ruang makan. "Aku berangkat! Assalamu'alaikum." teriak Mentari dari ruang tamu rumahnya. Tidak peduli akan omelan yang nanti ia dapat dari Ayahnya.

Caroline menghela nafas panjang, kemudian menghembuskanya secara perlahan. "Maaf, gara-gara aku, kalian jadi gini." lirih Caroline.

Herdinan menggeleng. Laki-laki itu tersenyum lembut. "Bukan salah kamu, Lin... Tari masih kesel sama aku," sahut Herdinan. "Maafin sikap Mentari, ya? Dia cuman belum siap buat nerima kamu, calon Ibu baru bagi dia." lanjut Herdinan.

Caroline menghembuskan nafasnya dengan berat. Kemudian berkata, "kalau gitu, rencana kita batalin aja... Kasian Mentari. Dia belum mau nerima aku. Lagian, kalau dipaksain juga gak bakal baik." ujar Caroline masih dengan nada lirih.

Herdinan kembali menggeleng. "Aku janji sama kamu. Mentari bakal terima kamu nanti. Percaya sama aku." uajr Herdinan tulus.

Caroline tersenyum kecil. "Apa dia bakal akur sama Dinar?" tanya Caroline.

"Semoga."

[•••]

Lagi-lagi Jingga berdecak sebal. Cowok itu menatap kesal pasta gigi yang jatuh di wastafel kamar mandinya. Dari tadi, cowok itu belum sikat gigi karena pasta gigi yang telah dioleskan ke atas sikat gigi, selalu jatuh ke wastafel.

Mentari JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang