Kelas 7 SMP...
Seorang gadis tengah berjalan di koridor sekolah bersama seorang laki-laki remaja yang setia menemaninya kemana pun.
"Nar, nanti ke rumah lagi ya? Ajarin lagi materi aljabar. Aku masih gak paham." ujar gadis itu sambil menatap lawan bicaranya.
Cowok yang dipanggil 'Nar' itu mengangguk mantap. "Iya, Mentariku..." dia tertawa. Hanya dengan gadis itu ia bisa tertawa lepas.
"Nar, kenapa orang lain manggil kamu Benua? Sedangkan aku sendiri, manggil kamu Dinar."
"Karena aku pingin punya sebutan khusus dari orang yang aku sayang." sahut Benua.
Mentari hanya mengangguk-angguk polos. Tanpa berkomentar lebih panjang.
"Ri, aku ke kelas dulu ya? Gak apa-apa kan kamu ke kelas sendirian?" tanya Benua tidak enak.
Mendengar adanya nada keraguan dalam diri Benua, Mentari malah tertawa. "Ah, aku bisa sendiri. Kan aku perempuan kuat dan mandiri." ujarnya.
Benua hanya tertawa menanggapi perkataan Mentari. Ia mengacak-acak poni Mentari dengan gemas.
"Ih, Benua!" Mentari menggerutu kesal.
Benua malah makin tertawa. Ia selalu merasa senang jika Mentari sudah menggerutu seperti itu.
"Sana gih ke kelas!" ujar Mentari sambil mendorong tubuh Benua menjauh darinya.
"Ya udah, dadah!"
Kelas Mentari dan Benua memang berbeda. Bahkan tingkatan kelasnya pun berbeda. Mentari duduk di bangku kelas 7, sedangkan Benua sendiri duduk di bangku kelas 8.
Padahal mereka seumuran bahkan hanya beda satu bulan saja usianya. Hal ini karena ketika SD, Benua mengikuti tes akselerasi dan ternyata ia berhasil. Sehingga Benua 'loncat' kelas.
"Eh, Ri! Mau ke kelas?"
Mentari menoleh dan menemukan Naya—teman satu bangkunya—tengah berjalan ke arahnya.
"Iya, Nay. Abis dari mana?" tanya Mentari. Biasanya teman satu bangkunya itu akan mendekam di dalam kelas saat istirahat. Barulah lima menit sebelum bel masuk berbunyi, ia akan ke kantin. Agar tidak terlalu penuh katanya. Ya walaupun resikonya makanan di kantin habis.
"Kayak kamu gak tau kebiasaan aku aja!" Naya tertawa di sebelah Mentari. Cewek itu merangkul Mentari dan menariknya menuju kelas.
"Abis ke kantin?"
Naya mengangguk. "Eh, tadi aku lihat kamu sama Kak Benua. Kalian memang akrab banget ya?" tanya Naya yang mulutnya sudah gatal ingin bertanya tentang ini.
"Oh iya... Dari TK mungkin?" Mentari sendiri bingung kapan ia bertemu dengan Benua. "Ngomong-ngomong, nyebut dia jangan pake embel-embel 'kak'. Dia seumuran sama kita."
Mata Naya melebar. "Hah? Seriusan kamu?! Masa seumuran tapi dia udah kelas 8?!" tanyanya tidak percaya.
"Nay, dia itu waktu SD ikut tes kelas akselerasi gitu. Dia 'loncat' kelas." sahut Mentari santai.
"Oh..., begitu." Naya mengangguk-angguk mengerti.
"Iya, Nay. Cakep gak menurut kamu?" tanya Mentari iseng.
"Cakep kok! Kenapa? Kamu naksir ya? Cieee... Mentari suka sama Benua nih..." ledek Naya seraya tertawa.
"Ih enggak! Enak aja! Masa aku suka sama sahabat aku sendiri sih?" elak Mentari.
"Bilang aja kalau suka mah," ujar Naya setelah tawanya reda. "Nanti Benuanya diambil orang loh, Ri..."
Mentari mendengus sebal. Ia bersedekap dada. "Apaan coba, Nay? Kita masih kelas tujuh. Masa udah main cinta-cintaan?!" tanyanya heran. Padahal jantung Mentari hampir saja copot saat mendengar ledekan Naya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Fiksi RemajaJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...