[32] Jingga-Benua

51 4 1
                                    

Mentari menatap malas guru geografi yang sedang menerangkan di depan kelas. Sesekali ia mencorat-coret bukunya menggunakan tinta pulpen karena merasa bosan.

"Baiklah, anak-anak. Berhubung akan dilaksanakannya penilaian tengah semester, saya akan memberi kalian tugas menggambar peta." ujar Pak Hartono, guru geografi yang mengajar di kelas Mentari.

"Anjir demi apa mau ulangan malah dikasih tugas." keluh Mentari dengan pelan. Ia menghela napas panjang.

"Satu kelompok terdiri dari dua orang, sa—"

"LAH BAPAK GAK SALAH?!"

Mentari menoleh karena teriakan itu. Ia dapat melihat Kelvin tengah berdiri dengan wajah terkejutnya. Sedangkan di depan bangku Kelvin, ada Jingga yang tengah tertidur dengan pulas. Bahkan ia tidak terbangun karena suara teriakan Kelvin.

"Memangnya kenapa? Saya kasih deadline sampai selesai penilaian tengah semester. Hampir dua minggu jika dihitung dari hari ini. Ini juga bertujuan untuk tambahan nilai kalian, takutnya ketika ulangan nanti, nilai kalian jelek." jawab Pak Hartono dengan nada santai.

Kelvin tetap cengo. Ia kembali duduk kemudian memijat pelipisnya.

"Jadi cowok kok alay banget." komentar Mentari acuh tak acuh.

"Lo komen si Kelvin?" tanya Kanya sambil setengah berbisik.

"Menurut lo aja, Nya..."

"Kerad juga lo, Ri!" Kanya terkekeh pelan.

Mentari hanya bergumam sebagai jawabannya. Kemudian ia kembali menatap ke depan dengan tatapan malas.

"Bapak sudah menuliskan nama murid laki-laki di sini," kata Pak Hartono sambil menunjukan satu gundukan kertas yang sudah digulung. "Berhubung jumlah perempuan dan laki-laki di kelas ini sama, jadi saya putuskan satu kelompok terdiri atas dua orang dengan anggota satu perempuan dan satu laki-laki."

Mendengar itu, Mentari membulatkan matanya. Bahkan teman satu kelasnya menjadi heboh sendiri. Ada yang terlihat senang, ada juga yang terlihat ogah-ogahan.

"Selanjutnya, murid perempuan ambil satu kertas nama di sebelah kanan saya, sedangkan laki-laki mengambil satu kertas di sebelah kiri saya yang menunjukan benua apa yang harus kalian gambar." ucapan Pak Hartono ini sukses membuat murid kelas Mentari kembali terdiam.

Setelah mendapat arahan dan instruksi dari Pak Hartono, satu persatu murid mulai mengambil kertas gulungannya. Sebagian perempuan di kelasnya ada yang mendesah kecewa. Mungkin tidak sesuai harapannya.

"Ri, lo pasangannya siapa?"

Mentari menoleh. Ia menunjukan gulungan kertanya pada Kanya. "Gak tau. Belum di buka." ujar Mentari.

"Ih buka dong!"

"Hm."

Dengan malas, akhirnya Mentari membuka gulungan kertasnya. Ia menghela napas panjanh saat membaca nama yang tertera pada kertas itu.

"Ucapin bareng-bareng ya, Ri! Satu, dua, ti...ga!"

"Kelvin!"

"Jingga!"

[•••]

"Ri, muka lo tumben datar kayak itu."

"Hah?" Mentari menoleh. Menatap Jingga bingung.

"Enggak, enggak... Lupakan."

"Ji,"

"Apa sayang?"

"Najis!" Mentari menabok lengan Jingga.

"Ih serius! Apa Mentari cantik?"

"Bisa tolong jangan ngomong kayak gitu? Pipi gue panas!" protes Mentari saat merasakan pipinya mulai memanas.

Mentari JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang