"Mentari?"
Mentari menoleh dan menemukan Herdinan tengah menatapnya lembut. Di tangan Herdinan, ada dua buah jas yang akan dipakainya untuk menikah nanti.
"Bagus yang mana, Ri?" tanya Herdinan seraya menunjukan dua buah jas dengan warna berbeda kepada Mentari.
"Dua-duanya bagus." sahut Mentari seraya tersenyum kecil.
Hari ini adalah hari di mana Herdinan dan Caroline fiting baju pangantin mereka. Tepat seminggu lagi mereka akan menikah.
"Kamu capek, ya?" tanya Herdinan kepada Mentari.
"Lapar," Mentari terkekeh kecil. "Kalau gitu, aku keluar dulu buat cari makan, ya?" izin Mentari kepada Ayahnya.
Herdinan mengangguk seraya tersenyum.
Sesampainya di luar, Mentari celingukan sendiri. Ia bingung harus mencari makanan ke mana.
"Pak, di sini yang jualan makanan di mana, ya?" tanya Mentari kepada tukang parkir yang kebetulan sedang bertugas.
"Biasanya di pinggir jalan suka ada, Neng. Tapi kalau hari Minggu gini suka gak ada. Palingan di restoran gitu." sahut si bapak tukang parkir tadi.
"Oh gitu, ya, Pak... Kalau gitu, makasih ya, Pak." Mentari tersenyum ramah kepada tukang parkir tadi.
[•••]
Seorang cowok menyeret kopernya menuju ruang tunggu bandara dengan senyuman kecil yang menghiasi wajahnya. Cowok itu membuka kacamatanya kemudian menatap sekitar dengan mata tajam miliknya.
"Apa kabar kamu?" gumamnya seraya menatap keramaian. Dia tertawa kecil. "Aku kangen." gumamnya lagi. Masih berbicara dengan keramaian.
Ponsel cowok itu bergetar. Menandakan ada panggilan masuk. Segera ia angkat telepon itu.
"Hai, mom!" sapa cowok itu.
"Ini masih di bandara. Iya, iya... Masih inget kok..." cowok itu tertawa kecil lagi.
"Oke. See you, mom." cowok itu menutup panggilan telepon itu.
Ah... Dia sungguh merindukan Jakarta.
[•••]
Mentari menyenderkan tubuhnya pada kepala kursi. Ia mengelap mulutnya menggunakan tisu yang tadi ia ambil dari dalam tas miliknya.
"Kenyang, alhamdulillah..." gumam Mentari.
Ia melirik jam yang melingkat di pergelangan tangannya. Masih jam satu siang. Mentari tersenyum kemudian. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan kepada Herdinan bahwa ia akan jalan-jalan ke mall. Lagipula, di sana ia mau ngapain? Lihat Herdinan dan Caroline fiting baju? Yang ada Mentari bosan.
Setelah itu ia keluar dari restoran dan naik angkot untuk menuju mall yang ia tuju. Hemat ongkos.
Sesampainya di sana, Mentari segera melangkahkan kakinya menuju sebuah kedai ice cream. Memesan satu cup ice cream berukuran sedang rasa vanila yang diberi topping oreo. Kesukaan Mentari.
Selesai membayar, Mentari segera duduk di bangku paling pojok kedai ice cream itu. Menikmati ice cream itu dengan santai.
Mentari melirik ponselnya yang berada di atas meja dengan dahi berkerut. Ada sebuah panggilan masuk dari nomer yang tak dikenal. Penasaran, akhirnya ia mengangkat telepon itu.
Setelah menempelkan ponselnya pada telinga, Mentari diam. Menunggu kata yang akan dilontarkan si penelepon. Tapi tidak ada suara dari sebrang sana.
Mentari mendengus geli. Teleponnya masih tersambung. "Hallo?" sapa Mentari pada akhirnya.
Masih hening. Hanya terdengar suara kendaraan yang ramai dari sebrang sana.
"Ini siapa?" tanya Mentari lagi. Tangannya menyendokan ice cream vanila yang ia pesan kemudian memakannya.
"Hei, lo gak sayang sama pulsa lo yang kebuang sia-sia gini?" tanya Mentari yang sudah mulai jengkel.
"Ya ampun... Gue matiin aja, oke? Sayang pulsa lo. Dan kayaknya lo salah sambung." ujar Mentari. Setelah itu ia mematikan sambungan telepon itu.
Ia mendengus geli lagi. Orang itu hampir menelepon Mentari selama tiga menit. Dan orang yang meneleponnya itu hanya diam membisu. Tidak sayang pulsa apa, ya?
Mentari kembali memakan ice cream-nya. Sesekali ia juga memainkan ponselnya saat benda pipih itu menunjukan notifikasi pesan dari grup kelas Mentari. Mentari hanya menyimaknya saja tanpa mau berkomentar apa-apa. Lagipula, teman satu kelasnya sedang membahas hal yang tidak penting.
Selesai memakan ice cream, Mentari melangkahkan kakinya menuju toko buku.
Seperti biasa, ia akan menghirup aroma toko buku dalam-dalam terlebih dahulu kemudian baru melihat-lihat buku.
Hampir setengah jam ia di toko buku. Karena tidak ada buku yang menarik, akhirnya Mentari keluar dari toko buku itu.
Sambil berjalan, Mentari berpikir setelah ini ia mau mengunjungi toko apalagi. Jujur ia bingung.
Namun saat sedang asik memperhatikan sekitar, mata Mentari terpaku pada satu orang. Telapak tangan Mentari tiba-tiba terasa dingin.
Pandangannya masih terfokus pada orang itu. Ia berhenti berjalan.
"Mbak, jangan berhenti di tengah jalan!" tegur seorang satpam.
Mentari menoleh dan tersenyum tidak enak. Ia meminta maaf sekaligus berterimakasih kepada bapak satpam yang tadi menegurnya.
Dengan setengah berlari, ia menghampiri tempat di mana ia melihat orang itu. Namun hasilnya nihil, orang itu sudah tidak ada.
Mentari terkekeh miris. Matanya berkaca-kaca.
"Itu nyata atau cuman halusinasi gue?" gumam Mentari pelan. Mood-nya untuk berkeliling mall hilang begitu saja.
Akhirnya, dengan langkah pelan, Mentari keluar dari mall ini. Masih dengan telapak tangan yang dingin dan mata yang berkaca-kaca.
[•••]
Dia siapa coba?

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Teen FictionJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...