[30] Kesambet setan apaan?

53 4 0
                                    

Jingga bertemanggu sambil menatap guru BK-nya dengan wajah santai.

Hari ini Jingga harus mempertanggung jawabkan perilakunya tempo hari saat ia menari-nari sambil menjilati tiang bendera sekolahnya.

"Kamu kenapa melakukan itu, Jingga? Atas dasar apa?" tanya Bu Lia berusaha sesabar dan setenang mungkin akan perilaku ajaib Jingga.

"Atas dasar cinta, Bu, hehehe..." Jingga nyengir kuda.

Bu Lia menghela napas panjang. "Yang benar, Jingga. Ibu bertanya serius." ujar Bu Lia.

"Saya juga jawab serius, Bu," sahit Jingga. "Seserius cinta saya ke Mentari." setelah berujar demikian, Jingga tertawa ngakak. Bahkan ia sampai tertawa terpingkal-pingkal.

"Ajaib," gumam Bu Lia sambil memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening.

"Saya serius, Bu. Saya ngelakuin itu buat Mentari. Supaya mood dia kembali jadi bagus." ujar Jingga setelah tawanya reda.

"Hanya untuk satu perempuan?" tanya Bu Lia tidak percaya.

Dengan polosnya, Jingga mengangguk. "Kenapa emang, Bu? Ibu mau diperlakukan begitu oleh saya?" celetuk Jingga.

Kontan, Bu Lia menggelengkan kepalanya. "Enggak, enggak. Makasih banyak atas tawaran kamu." ujar Bu Lia cepat-cepat.

"Kirain, Bu," gumam Jingga. "Jadi, saya harus ngapain buat menebus segala dosa dan kesalahan saya?" tanya Jingga.

"Kamu ha—"

"Anjay! Kata-kata gue yang tadi puitis banget, hahahaha!" Jingga tertawa lagi. Sehingga perkataan Bu Lia terpotong begitu saja. "Gila, gila, gila!"

"Jingga, mohon keseriusannya!" interupsi Bu Lia sehingga tawa cowok itu terhenti seketika.

"Iya, Bu, maaf..." Jingga nyengir lagi.

"Kamu harus janji sama saya, jangan melakukan hal seperti itu lagi hanya karena satu perempuan." ujar Bu Lia. Ia menatap Jingga serius.

"Oke, Bu. Berarti kalau dua perempuan bahkan lebih, saya boleh melakukan hal yang begitu lagi?" celetuk Jingga.

Beng!!!

Seketika Bu Lia mengusap wajahnya dengan kasar. Bahkan ia sampai menelengkupkan wajahnya di atas meja kerjanya. Benar-benar merasa 'takjub' dengan perilaku menyebalkan Jingga.

"Bu, Ibu kenapa? Sakit?" tanya Jingga sedikit panik.

"Gara-gara kamu." jawab Bu Lia.

"Loh? Kok gara-gara saya? Emang saya salah apa? Ya udah sekarang Ibu ke U—"

"Udah sana keluar! Ibu sudah pusing ngurusin kamu!" potong Bu Lia cepat. Ia lebih baik mengusir Jingga sekarang juga daripada tekanan darahnya harus naik.

"Ya udah kalau gitu," Jingga bangkit dari duduknya. "Saya permisi dulu, Bu. Jangan lupa minum obat, ya, Bu..." ujar Jingga sebelum ia pergi meninggalkan ruang BK.

[•••]

"Jingga! Lama amat lo 'kencan' sama Bu Lianya!" seloroh Kelvin saat melihat Jingga.

Jingga menyengir kemudian duduk di depan Kelvin. Ia menyuap mie ayam milik Kelvin.

"Napa lo? Sirik?" tanya Jingga setelah mie ayam dalam mulutnya habis tertelan.

"Enggak ah makasih. Nanti gebetan gue cemburu, hahaha!" tawa Kelvin.

"Gebetan, gebetan, gaya lo!" cibir Galang yang dari tadi hanya diam menyimak percakapan teman-temannya itu.

Mentari JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang