"Lo cantik. Gue suka sama lo,"
Uhuk!
Kanya tersedak makananya sendiri. Dengan cepat ia meminum jus jambunya. Jantung Kanya berdebar lebih cepat. Bahkan pipinya memanas. Ia tidak salah dengar kan?
"Mak—maksud lo apa, Ji?" tanya Kanya gugup. Bahkan cewek itu meremas ujung roknya karena senang sekaligus gugup.
"Lo mau kan jadi pacar gue?" ujar Jingga yang tidak memperdulikan pertanyaan Kanya sebelumnya.
"Gu—gue ma—mau, Ji..." sahut Kanya. Cewek itu kelewatan seneng.
Hening.
Tanpa diduga, tiba-tiba Jingga ketawa ngakak seraya memukul meja cafe. Muka cowok itu juga merah karena tertawa. Kanya bingung sendiri. "Lo kenapa, Ji?" tanya Kanya heran.
Jingga berusaha meredakan tawanya. Setelah tawanya sedikit mereda, ia berkata, "gimana akting gue? Bagus gak? Gue bakal nembak cewek soalnya." Jingga nyengir.
Seketika itu juga, Kanya terdiam. Ia seperti dilemparkan ke perut bumi setelah diterbangkan ke langit.
Mata Kanya memanas. Dadanya sesak, dan nafasnya memburu. Ia seperti dipermainkan oleh Jingga. "Maksud lo apa, Ji?" tanya Kanya getir.
"Gimana akting gue nembak lo tadi? Bagus gak? Gue mau nembak cewek soalnya. Jadi gue kudu latihan." ujar Jingga sekali lagi.
Kanya menelan saliva-nya dengan sulit. Bahkan saliva-nya itu serasa berubah menjadi bebatuan yang sakit jika ditelan. "Bercandaan lo gak lucu, Ji." lirih Kanya. Mata cewek itu mengeluarkan air mata.
Jingga mengerutkan keningnya karena bingung atas perkataan Kanya. "Bercanda gimana maksud lo?" tanya Jingga heran.
Kanya menggebrak meja cafe dengan emosi. Ia berdiri. Bahkan sekarang, meja mereka menjadi pusat perhatian pengunjung cafe. "Maksud lo tadi apa, hah?! Lo nerbangin gue ke langit kemudian lo jatuhin gue ke dasar jurang! Sakit, Ji! Sakit!" ujar Kanya emosi. Bahkan air mata cewek itu mengalir dengan deras.
"Apaan sih, Nya? Gue kan tadi cuman akting." bela Jingga.
"Selama seminggu lebih lo perhatian ke gue, lo memperlakukan gue berbeda, lo chat gue tiap waktu, apa elo gak sadar bahwa elo udah ngasih harapan ke gue?!" tanya Kanya masih dengan nada emosi. "Terus maksud lo tadi apa, hah?! Gue suka sama lo, Ji! Gue suka sama lo dari lama! Dari kelas sepuluh gue suka sama lo! Lo gak sadar itu, hah?!" air mata Kanya mengalir semakin deras. Apalagi saat ia mengungkapkan sebagian isi hatinya pada Jingga.
Jingga semakin tak mengerti. Padahal ia sama sekali tidak memberikan harapan pada Kanya. Bahkan, cowok itu tidak memiliki perasaan apapun kepada Kanya. Hanya sebatas teman. "Siapa yang ngasih harapan ke elo, Nya?" tanya Jingga lagi.
"ELO, JINGGA, ELO!" teriak Kanya. "Elo chat gue nanya udah makan belum, dan lain sebagainya, lo nganterin gue pulang, lo memperlakukan gue beda dari cewek yang lain. Apa itu gak menumbuhkan harapan ke gue, Ji?" tanya Kanya getir.
"Itu mah lo nya aja yang baperan." sahut Jingga santai. Seperti tidak berbuat salah pada Kanya.
Kanya terdiam. Jawaban Jingga begitu menohok hatinya. Perasaan Kanya semakin campur aduk.
"Lo jahat, Ji..." lirih Kanya. Cewek itu kembali terduduk lemas dikursinya.
"Jahat gimana maksud lo, Nya?" tanya Jingga entah yang keberapa kalinya. "Kanya, dengerin gue. Gue gak ngasih harapan ke elo. Gue gak suka sama lo, Nya. Maaf... Lo aja yang terlalu baper." ujar Jingga.
Kanya menatap nanar Jingga. Kemudian cewek itu berkata dengan lirih, "Iya, lo emang gak ngasih harapan. Tapi sikap lo ke gue yang seolah lo itu ngasih harapan ke gue." ujar Kanya lirih.
"Maaf, Nya... Gue perhatian ke elo karena lo adalah teman gue. Sesama teman harus saling memperhatikan. Gue cuman gak mau lo jatuh sakit karena latihan buat pensi nanti." jelas Jingga. Cowok itu menghela nafas kasar. "Gue juga nge-chat yang lain. Sama seperti lo. Nanyain udah makan atau belum. Gue gak mau kondisi mereka gak fit waktu tampil nanti." lanjut Jingga.
Kanya terdiam. Disisi lain, ia membenarkan perkataan Jingga bahwa ia terlalu baper. Namun disisi yang lain juga, Kanya merasa bahwa bukan sepenuhnya salah dia. Toh, dari kelas sepuluh Kanya sudah menyukai Jingga.
"Abisin makanan lo, Nya. Abis itu kita pulang." ujar Jingga pada akhirnya.
Kanya hanya mengangguk lesu dan melanjutkan acara memakan nasi gorengnya dengan tidak nafsu.
Sedangkan Jingga, cowok itu mendesah frustasi. Benarkah ia memberi harapan pada Kanya? Tetapi Jingga sama sekali tidak merasa memberi harapan sekecil apapun pada Kanya.
[•••]
Mentari berjalan menaiki anak tangga dengan sedikit cepat. Cewek itu baru saja selesai makan malam bersama Ayahnya.
Sesampainya di kamar, Mentari segera menutup pintu kamarnya dan meloncat kearah kasur. Rasa kantuk juga seketika menyerang Mentari. Cewek itu lelah beraktifitas seharian. Ditambah lagi acara latihan untuk pensi nanti.
Sebelum Mentari tidur, cewek itu mengambil ponselnya terlebih dahulu. Dan, ada notifikasi pesan dari Jingga yang terpampang jelas dilayar ponselnya. Tak mau ambil pusing, Mentari hanya membaca pesan dari Jingga kemudian kembali mematikan ponselnya.
Mata Mentari lelah. Tubuhnya juga lelah. Pokoknya, Mentari lelah. Akhirnya, Mentari memilih memejamkan matanya untuk tidur. Ia tidak peduli dengan tugas yang gurunya beri. Yang penting, Mentari istirahat dulu. Tugas yang diberikan gurunya itu, bisa nanti dikerjakanya disekolah.
"Buat jodoh Mentari Vaneysia, siapapun kamu, dimanapun kamu, selamat malam. Suatu hari kita akan ketemu." gumam Mentari sebelum matanya benar-benar terpejam untuk tidur.
[•••]
Jingga gak suka sama Kanya kok. Jingga sukanya sama aku, hhe (:
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Teen FictionJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...