[7] Jantung Mentari kenapa?

116 8 0
                                    

"Mana puisinya, Ri?" tanya Galang kepada Mentari.

Mentari menyerahkan selembar kertas pada Galang. Hasil kerja kerasnya semalam.

"Boleh, deh..." ujar Galang seraya memberikan kembali kertas itu pada Mentari.

"Teknis pembawaan nya kayak gimana?" tanya Kelvin.

Mentari mulai menjelaskan idenya. Dari mulai awal sampai akhir. Semuanya sibuk mencerna apa yang Mentari jelaskan. Maklum, otak mereka sedikit lemot soalnya.

Setelah menjelaskan panjang lebar, dan pengulangan beberapa kali, akhirnya mereka mengangguk setuju. Ide Mentari lumayan cemerlang. "Sekarang, latihan dulu aja vokalnya. Sekali atau dua kali percobaan tanpa puisi. Jadi nyanyi biasa aja." ujar Mentari.

"Ya udah ayo!" ujar Kelvin semangat.

Hari ini adalah hari pertama kelompok absurd latihan. Minggu depan, mereka di tes oleh Bu Ana. Dan jika nanti terpilih, minggu depannya lagi, mereka tampil di pekan kreatifitas siswa. Itu pun jika terpilih.

Mentari melangkahkan kakinya menuju kursi yang dekat dengan pintu studio. Iya, mereka latihan di studio musik milik pamannya Kanya. Lumayan, gratis, hehe.

Mentari ikut bernyanyi kecil. Di lihatnya teman-temanya itu sangat serius untuk latihan. Bahkan, ketiga cowok absurd itu serius dalam latihan.

Saat Mentari melihat Jingga, ternyata cowok itu sedang menatap Mentari. Pandanganya teduh.

Mentari menahan napasnya beberapa detik karena tatapan teduh Jingga. Pandangan mereka terkunci selama beberapa saat sampai Mentari memutuskan kontak mata itu.

Cewek itu menunduk. Jantungnya. Jantung Mentari berdetak lebih cepat dari biasanya. Perutnya mulas sekaligus seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di sana. Pipinya memanas.

"Jantung gue... Jangan gue kenapa?" gumam Mentari. Ia berusaha menetralkan debaran aneh itu. Saat itu juga, pandangan teduh Jingga kembali melintas diotak Mentari. Sialan. Jantungnya kembali berdetak tidak normal. Apalagi saat wajah ganteng Jingga ikut-ikutan melintas di otak Mentari.

"Ri, lo kenapa?" tanya Kelvin yang melihat Mentari sedang menggeleng-gelengkan kepalanya. Ah, ternyata mereka sudah beres menyanyi.

Mentari mendongak. Menatap wajah Kelvin yang terlihat aneh. Cewek itu menggeleng. "Gue gak apa-apa. Pusing dikit." bohong Mentari. Padahal dari tadi, cewek itu sedang berusaha menetralkan degup jantungnya. Dan juga menghapus bayangan wajah dan tatapan teduh milik Jingga.

"Pulang aja, ya, Ri?" tawar Kelvin. Cowok itu berjalan mendekati Mentari.

Mentari menggeleng. "Kalian latihan lagi aja. Seriusan, gue gak apa-apa." ujar Mentari.

"Udahan aja latihanya. Besok kita lanjut aja. Gimana?" tanya Galang.

"Tapi kan baru sekali." sahut Kanya.

"Sekarang udah sore, Nya..." ujar Galang.

"Gue anterin, ya, Ri..." ujar Kelvin seraya membantu Mentari turun dari kursi yang cukup tinggi.

"Gak usah, Vin... Gue bisa naik angkot." tolak Mentari.

"Tapi lo lagi pusing... Kalau kenapa-napa gimana?" tanya Kelvin.

"Ya udah, Kelvin anterin Mentari. Jingga anterin Kanya. Gue mah sendirian aja." sahut Galang. Cowok itu nyengir karena tidak mengantarkan siapa-siapa. Lumayan kan hemat bensin.

Mentari melirik Kanya yang tengah tersenyum lebar. Bahkan pipi Kanya terlihat memerah.

"Gue aja yang anter Mentari pulang. Kita satu arah." sedetik kemudian, Mentari melihat senyum lebar Kanya lenyap karena ucapan Jingga tadi.

"Lo anter Kanya balik aja. Gue sama Kelvin." sahut Mentari. Jingga melirik Mentari dengan pandangan tidak bisa diartikan. "Yuk, Vin... Gue cape." ujar Mentari.

Kelvin lalu mengangguk kemudian berjalan keluar studio musik setelah berpamitan dengan teman-temanya.

"Maaf gue repotin lo." ujar Mentari tidak enak.

Kelvin tersenyum. "Gak apa-apa. Bukanya sesama teman harus saling membantu?" Kelvin tertawa renyah.

[•••]

Mentari membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Rambut Mentari masih basah karena cewek itu baru selesai mandi dan shampoan. Hingga, di kasurnya membentuk pulau besar karena rambut basah Mentari. Ingat, karena rambut basah. Bukan karena air liur.

Mentari melirik ponselnya yang bergetar. Menandakan ada pesan masuk. Segera ia buka pesan itu. Dari Jingga.

Cowok itu memberikan ucapan semoga cepat sembuh pada Mentari. Mentari terkekeh. Padahal ia tidak apa-apa. Hanya saja tadi waktu latihan di studio, Mentari berbohong tentang kondisi tubuhnya.

Dengan cepat, Mentari membalas pesan Jingga. Singkat sih. Gak terlalu panjang. Hingga, pesan terakhir yang Jingga kirim membuat tubuh Mentari bereaksi kembali. Perutnya mulas dan seperti di terbangi oleh ribuan kupu-kupu. Bahkan, cewek itu merasakan pipinya memanas. Dan parahnya lagi, Mentari jadi pingin teriak. Seriusan.

"Jingga!!" gemas Mentari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jingga!!" gemas Mentari. Cewek itu menggigit bibir dalamnya saking gemas terhadap Jingga.

"Jantung gue... Ya Allah... Jantung gue kenapa?" tanya Mentari pada dirinya sendiri. Ia merasakan jantungnya kembali berdetak tidak karuan.

"Gak mungkin... Gak mungkin gue suka sama Jingga. Gak akan pernah ada kata gue suka sama Jingga..." ujar Mentari seraya menetralkan degup jantungnya. "Tapi jantung gue kenapa?" tanya Mentari lagi.

Dengan cepat Mentari mematikan ponselnya dan menaruh ponsel itu di atas nakas. Cewek itu bahkan hanya membaca pesan terakhir yang Jingga kirim. Mentari cari aman. Ia tidak mau tubuhnya semakin bereaksi karena pesan-pesan nyeleneh Jingga. Apalagi cowok itu mengirimkan foto dirinya yang kadar kegantenganya tidak terkira. Membuat Mentari gemas sendiri.

"Ah, gak mungkin gue suka sama Jingga! Gak to the mung to the kin! Gak-mung-kin!" ujar Mentari sekali lagi.

Mentari tidak boleh terperangkap dalam pesona Jingga. Tidak boleh. Bahkan tidak akan, dan tidak akan pernah! Mentari berani bertaruh. Ia tidak akan jatuh dalam pesona cowok tengil itu. Cowok aneh yang pernah Mentari temui bahkan pernah jadi teman satu kelasnya.

Tapi, kenapa jantung Mentari bereaksi saat melihat foto yang Jingga kirim? Kenapa?

[•••]

Mentari JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang