[1] Ulah Jingga

241 18 13
                                    

Mentari menaruh tas nya secara asal diatas meja. Bahkan cewek itu sedikit membanting tas ranselnya tersebut.

Pagi-pagi sekali, mood nya sudah hancur. Selalu begini. Pokoknya Mentari bad mood gara-gara orang dirumahnya.

"Oii! Lo udah ngapalin belum?" todong seseorang pada Mentari.

Mentari berdecak sebal saat melihat orang yang mengajukan pertanyaan itu. Membuat mood Mentari semakin hancur saja. Dengan malas, Mentari berkata, "Bisa gak sih lo enggak langsung nodong gue dengan pertanyaan yang bikin mood gue makin ancur?" tanya Mentari sebal.

Kanya mendengus sebal melihat perilaku teman sebangkunya itu. Kemudian, cewek itu duduk disebelah Mentari. "Pagi-pagi udah bad mood aja, Neng..." komentar Kanya. "Kenapa lagi sih? Gara-gara orang rumah, ya?" tanya Kanya lagi.

"Menurut lo aja gimana..." sahut Mentari cuek. Cewek itu menelengkupkan wajahnya diatas lipatan tangan nya.

"Udah lah, Ri... Gak us—"

"HUAAA!!! MACAN NGAMUK!!!" ucapan Kanya terputus begitu saja saat seseorang dengan lantangnya berteriak seraya memasuki kelas dengan rusuh. Orang itu juga membanting pintu kelas hingga menimbulkan suara 'brak' yang cukup keras.

"KAMU INI!" seisi kelas dibuat semakin tidak mengerti karena seorang guru dengan tiba-tiba masuk kedalam kelas dengan wajah menahan amarah.

Mentari berdecak. Ia sungguh tidak habis pikir dengan Jingga—cowok yang tadi masuk kelas dengan rusuh sambil berteriak layaknya Tarzan.

"Kemarikan sepatu kamu! Itu sudah melanggar aturan yang ditentukan sekolah ini!" ujar Bu Lia sambil menatap tajam Jingga.

"Ibu... Sepatu nya baru satu hari pake... Baru kemarin beli... Masa harus udah nginep lagi diruang BK?" tanya Jingga dengan nada memelas.

"Suruh siapa memakai sepatu tidak sesuai peraturan! Mana kamu mengelabui saya! Dan kamu juga bilang saya ini macan! Murid apaan kamu ini?" Bu Lia bertanya balik dengan nada kesal.

"Murid jadi-jadian, Bu!" celutuk seseorang yang berada didalam kelas. Kemudian, seisi kelas tertawa.

"Diam kalian semua!" gertak Bu Lia yang membuat suasana kelas kembali hening. "Cepat kemarikan sepatu kamu!" titah Bu Lia.

Jingga mendengus sebal. Dengan rasa tidak rela dihatinya, dia mencopot sepatu yang ia kenakan lalu memberikanya pada Bu Lia.

"Baik-baik aja, ya, kamu..." ujar Jingga seraya mengelus-ngelus sepatunya lalu mencium sepatunya itu.

"Ngasihin sepatu ke saya saja kayak mau ninggalin seseorang dalam jangka waktu yang lama." komentar Bu Lia seraya geleng-geleng kepala karena perilaku ajaib Jingga.

"Nih, Bu!" ujar Jingga seraya menyodorkan sepatunya pada Bu Lia. Cowok itu mengerucutkan bibirnya sebal.

"Nah gini dong dari tadi! Gak usah sampe kejar-kejaran segala kan. Cape ke saya dan kamu juga." lanjut Bu Lia seraya mengambil sepatu berwarna merah cerah itu dari genggaman tangan Jingga.

"Tapi seru kok, Bu!" Jingga nyengir. Sedangkan Bu Lia langsung melotot karena jawaban Jingga. "Kayak lagi main polisi ngejar penjahat. Permainan waktu saya kecil tuh, Bu! Seru, lho, Bu!" lanjut Jingga.

Bu Lia seketika mendengus kasar. Guru BK itu memijat pelipisnya sebentar lalu menatap Jingga. "Kamu itu ajaib." ujar Bu Lia seraya keluar dari kelas.

"Lo gak bosen, Ji, dikejar-kejar mulu guru BK?" tanya Kanya saat Jingga melintas dihadapanya.

"Enggak. Seru lagian, hehe..." kekeh Jingga. Kemudian, Jingga menatap Mentari yang tengah duduk disebalah Kanya. "Hai, Mentari cantik..." sapa Jingga.

Mentari JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang