Hari ini adalah dua hari sebelum pekan kreatifitas siswa dimulai. Panitia OSIS sudah mulai menyiap-nyiapkan peralatan untuk pekan kreatifitas siswa nanti.
"By, gue kebagian tampil jam berapa?" tanya Mentari saat Febby, melintas di hadapannya. Di tangan cewek itu terdapat sebuah kardus berukuran cukup besar.
"Gak tau, Ri... Tanya aja ke Nanda coba..." sahut Febby. Kemudian cewek itu pergi keluar kelas.
Mentari mendengus. Ia menatap Kanya yang tengah melamun di pinggirnya. "Masih mikirin Jingga?" tanya Mentari. Cewek itu sudah tau semua cerita yang terjadi antara Kanya dan Jingga.
Kanya menggeleng. Ia tersenyum kecil. "Enggak. Gue udah biasa aja kok sama Jingga. Ya, berarti Jingga emang bukan buat gue." ujar Kanya. "Lagian, gue udah ada yang baru, hehe..." lanjut Kanya seraya nyengir lebar. Menampilkan deretan gigi putihnya.
Mentari mendelik pada Kanya. Kemudian geleng-geleng. "Cepet banget punya pengganti perasaan." komentar Mentari.
Kanya masih nyengir. "Iya dong... Gue kan punya banyak cadangan. Emang elo. Gebetan satu aja gak ada yang punya." cibir Kanya. Cewek itu seketika ngakak.
"Sialan," desis Mentari seraya tersenyum sinis.
"Tapi seriusan, Ri... Gue ikhlas kalau Jingga mau jadian sama elo kek, sama kakak kelas kek, adek kelas kek, atau guru pun, gue ikhlas." ujar Kanya setelah tawa cewek itu mereda.
"Ya, ya, ya... Gimana lo." Mentari memutarkan bola matanya malas.
[•••]
Jingga celingukan mencari keberadaan Mentari. Saat kelompok mereka akan latihan, tiba-tiba saja Mentari hilang.
Jingga sudah mencari cewek galak itu keseluruh penjuru sekolah. Mulai dari UKS, kantin, ruang OSIS, aula, bahkan sampai tukang jajan di luar sekolah pun ia datangi demi mencari cewek galak itu.
"Lo dimana sih, Ri?" gumam Jingga pada dirinya sendiri. Cowok itu mengambil ponsel didalam saku celananya kemudian men-dial nomer Mentari. Namun tidak diangkat sama sekali oleh cewek itu.
"Ah, iya! Sky garden!" ujar Jingga seraya menjentikan jari tanganya. Cowok itu belum mencari Mentari kesana. Kali aja cewek itu ada disana.
Sebenarnya, nama tempat itu bukan sky garden. Hanya saja Jingga menamainya sedemikian keren supaya kece dikit. Padahal, tempat yang Jingga sebut sebagai 'sky garden' adalah rooftop biasa. Hanya ada torn besar berwarna oren, beberapa tanaman hias, dan juga tanaman merambat.
Jingga mulai menitik tangga menuju rooftop itu. Saat sudah sampai di rooftop, Jingga membungkuk seraya mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Matanya segera menatap sekeliling dengan liar. Mencari sosok Mentari disana.
Pandangan Jingga terpaku pada seseorang yang tengah duduk di tembok pembatas. Kaki orang itu menggantung kebawah. Tidak ada tralis untuk membatasi antara tembok pembatas dengan lapangan parkir yang tepat berada beberapa puluh meter di bawahnya.
Orang itu terduduk lesu. Pandangannya kosong, serta rambutnya acak-acakan karena tertiup angin.
Jantung Jingga berdegup lebih kencang saat dia tahu bahwa orang itu Mentari. Orang yang dari tadi ia cari keberadaanya.
Dengan sigap, Jingga berlari menuju kearah Mentari dan menarik cewek itu kebelakang. Menyebabkan Mentari jatuh dengan punggung yang mendarat lebih dahulu. Jingga juga ikutan jatuh.
"Lo ngapain sih?!" bentak Jingga seraya bangkit.
Mentari mendelik saat mendengar suara Jingga memasuki indera pendengaranya. Mata cewek itu berair hendak menangis. "Elo yang ngapain narik-narik gue segala!" bentak Mentari dengan nada bergetar.
"Heh! Kalau mau bunuh diri jangan di sini, bego!" bentak Jingga lagi. Jantung cowok itu masih berdegup kencang.
Mentari mengernyit heran. Cewek itu berdiri dan segera menepuk-nepuk roknya karena kotor. Ia menatap tajam Jingga. "Siapa yang mau bunuh diri?! Lo pikir gue bakal melakukan hal konyol itu, hah?!" bentak Mentari. "Anjis, perih..." gumam Mentari saat merasakan sikutnya perih.
"Terus lo ngapain disini sendirian? Kayak orang yang frustasi mau bunuh diri tau gak!" balas Jingga sengit.
"Sekalut-kalutnya gue, sesedih-sedihnya gue, gue gak bakal bunuh diri!" Mentari menatap sebal Jingga. "Mending kalau bunuh dirinya loncat langsung mati! Kalau cuman patah tulang doang gimana?!" lanjut Mentari masih dengan nada ketus.
"Udah tau dicariin! Malah diem disini kayak orang mau bunuh diri! Gue panik, bego!" ujar Jingga. Cowok itu menatap intens Mentari.
"Bodo! Gue mau ke UKS." ujar Mentari seraya berlalu dari hadapan Jingga.
"Ngapain ke UKS?! Lo gak apa-apa ini!" sahut Jingga setengah berteriak.
Mentari menghentikan langkahnya. Cewek itu berbalik menghadap Jingga dengan tatapan tajam. "Sikut gue berdarah, pe'a!" ujar Mentari.
"Perasaan tadi punggung lo yang jatuh duluan deh." Jingga heran sendiri.
"Heh! Gue nahan diri gue pake sikut juga! Refleks!" balas Mentari masih dengan tatapan yang tajam. Setelah mengatakan hal itu, Mentari kembali melanjutkan langkahnya.
"Gue kira dia mau bunuh diri," gumam Jingga.
[•••]
"Mentari! Sikut lo kenapa?" tanya Kanya saat Mentari baru saja memasuki ruangan musik sekolahnya.
"Noh! Gara-gara si onoh!" sahut Mentari seraya menunjuk Jingga dengan jari telunjuknya.
"Kan gue kira lo mau bunuh diri! Makanya gue refleks narik baju lo. Jadilah kita sama-sama terlentang menatap langit biru yang dihiasi awan putih." sahut Jingga seraya memetik senar gitarnya.
"Bacot!" ujar Mentari ketus. Cewek itu duduk di sebelah Kanya.
"Lo ngapain sih sampe dikira mau bunuh diri?" tanya Kanya.
"Gue cuman duduk di pinggiran tembok rooftop. Dan kaki gue menjuntai ke bawah. Cuman itu doang." sahut Mentari seraya mendengus sebal.
"Tapi tatapan lo kosong kayak orang frustasi!" sanggah Jingga.
"Berisik lo pada! Gue nikahin baru tau rasa!" ancam Kelvin yang telinganya sudah mulai memanas karena perdebatan Jingga dan Mentari.
"Lo lagi bad mood, ya?" tanya Galang seraya menatap Mentari. "Kalau punya masalah, cerita sama kita. Jangan dipendem mulu. Jadi kentut entar." ujar Galang berusaha bergurau.
"Gue disuruh ikut makan malem." ujar Mentari dengan nada ketus.
"Terus?" tanya Galang bersamaan dengan Kelvin.
"Ngapain lo bad mood gara-gara itu?" sahut Jingga.
"Oh, no! Gue tau, gue tau!" ujar Kanya heboh. "Nanti lo dijodohin sama anak temennya bokap lo, terus nanti lo disuruh nikah muda! Iya kan, iya?!" tanya Kanya seraya melebarkan bila matanya.
Mentari mendelik sebal. Ia menoyor kepala Kanya. "Kebanyakan nonton sinetron lo!" ujar Mentari sebal. "Ya enggak lah, bego! Masa Ayah gue tega jodohin anaknya sendiri!" lanjut Mentari.
Kanya mengerucutkan bibirnya kesal. "Ya kali aja. Lagian kan elo jomblo. Siapa tau, ya gak?" Kanya menaik-turunkan alisnya.
"Gue mau ketemu sama Ibu baru gue. Puas?" ujar Mentari.
Seketika, ruangan itu hening.
[•••]

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Teen FictionJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...